Laman

Sabtu, 30 Oktober 2010

Distosia


A.  Kasus
Skenario
Wanita, 20 tahun, hamil anak pertama dirujuk oleh bidan puskesmas dengan keluhan persalinan tidak maju. Saat ini ibu telah memasuki persalinan kala I fase aktif.

A.  Kasus
Skenario
Wanita, 20 tahun, hamil anak pertama dirujuk oleh bidan puskesmas dengan keluhan persalinan tidak maju. Saat ini ibu telah memasuki persalinan kala I fase aktif.

B.  Kata Sulit
Kala 1 fase aktif
Kala 1 fase aktif adalah pembukaan serviks dari 3 cm sampai lengkap (10 cm), berlangsung sekitar 6 jam.

C.  Kata Kunci
1.      Wanita, 20 tahun
2.      Primigravida
3.      Distosia
4.      Kala I fase aktif

D.  Pertanyaan
1.      Jelaskan anatomi jalan lahir !
2.      Jelaskan tanda-tanda inpartu !
3.      Jelaskan faktor-faktor yang berperan dalam proses persalinan !
4.      Jelaskan sebab-sebab terjadinya persalinan !
5.      Jelaskan mekanisme persalinan normal !
6.      Jelaskan perbedaan persalinan kala I dan II pada primipara dan multipara !
7.      Jelaskan kelainan-kelainan yang dapat menyebabkan terjadinya persalinan macet !
8.      Jelaskan proses pemeriksaan dan pemantauan persalinan !
9.      Jelaskan komplikasi partus macet pada ibu dan janin !
10.  Jelaskan penanganan partus macet !

E.   Jawaban
1.    Anatomi jalan lahir
Jalan-lahir dibagi atas a) bagian tulang terdiri atas tulang-tulang panggul dengan sendi-sendinya (artikulasio); clan b) bagian lunak terdiri atas otot-otot, jaringan­-jaringan, dan ligamen-ligamen.
Tulang-Tulang Panggul
Tulang-tulang panggul terdiri dari 1) os koksa yang terdiri atas a) os ilium; b) os iskium; c) os pubis; 2) os sakrum; dan 3) os koksigis.
Tulang-tulang ini satu dengan lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri, disebut simfisis. Di belakang terdapat artikulasio sakro-iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Di bawah terdapat artikulasio sakro-koksigea yang menghubungkan os sakrum dengan os koksigis. Di luar kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan pergeseran sedikit, tetapi pada kehamilan dan waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih longgar, misalnya ujung os koksigis dapat bergerak ke belakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm. Hal ini dapat dilakukan bila ujung os koksigis menonjol ke depan pada partus, dan pada pengeluaran kepala janin dengan cunam ujung os koksigis itu dapat ditekan ke belakang.
Pada seorang wanita hamil yang bergerak terlampau cepat dari duduk langsung berdiri, Bering dijumpai pergeseran yang lebar pada artikulasio sakro-iliak. Hal demikian dapat menimbulkan rasa sakit di daerah artikulasio tersebut. Juga pada simfisis tidak jarang dijumpai simfisiolisis sesudah partus atau ketika tergelincir, karena longgarnya hubungan di simfisis. Hal demikian dapat menimbulkan rasa sakit atau gangguan jalan.
Secara fungsional panggul terdiri dari 2 bagian yang disebut pelvis mayor, dan pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak di atas linea terminalis, disebut pula false pelvis. Bagian yang terletak di bawah linea terminalis disebut pelvis minor disebut pula true pelvis. Bagian akhir ini adalah bagian yang mempunyai peranan penting dalm obstetri dan harus dapat dikenal dan dinilai sebaik-baiknya untuk dapat-tidaknya bayi melewatinya. Bentuk pelvis minor ini menyerupai saluran yang mempunyai sumbu melengkung ke depan (sumbu Carus) Sumbu ini secara klasik adalah garis yang menghubungkan titik persekutuan antara diameter dan konjugata vera pada pintu atas panggul dengan titik-titik sejenis di II, III dan IV. Sampai dekat Hodge III sumbu itu lurus, sejajar dengan sakrum, untuk seterusnya melengkung ke depan, sesuai dengan lengkungan sakrum. Hal ini penting untuk diketahui bila kelak mengakhiri persalinan dengan cunam agar supaya arah penarikan cunam itu disesuaikan dengan jalannya sumbu jalan-lahir terBidang atas saluran ini normal berbentuk hampir bulat, disebut pintu-atas panggul (pelvic inlet). Bidang bawah saluran ini tidak merupakan suatu bidang seperti pintu atas tetapi terdiri atas dua bidang, disebut pintu-bawah panggul (pelvic outlet).
Di antara kedua pintu ini terdapat ruang panggul (pelvic cavity). Ruang panggul mempunyai ukuran yang paling luas di bawah pintu-atas panggul, akan tetapi menyempit di panggul tengah untuk kemudian menjadi lebih luas lagi sedikit. Penyempitan di panggul tengah ini disebabkan oleh adanya spina iskiadika yang kadang-kadang menonjol ke dalam ruang panggul.
Pintu-atas panggul
Pintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibentuk oleh promontorium korpus vertebra sakral 1, linea innominata (terminalis), dan pinggir-atas simfisis. Panjang jarak dari pinggir-atas simfisis ke promontorium lebih kurang 11 cm, disebut konjugata vera. Jarak terjauh garis melintang pada pintu-atas panggul lebih kurang 12,5-13 cm, disebut diameter transversa. Bile ditarik garis dari artikulasio sakroiliaka ke titik persekutuan antara diameter transversa dan konjugata vera clan diteruskan ke linea innominata, ditemukan diameter yang disebut diameter oblikua sepanjang lebih kurang 13 cm.
Cara mengukur konjugata vera ialah, jari tengah clan telunjuk dimasukkan ke dalam vagina untuk meraba promontorium; jarak bagian bawah simfisis sampai ke promontorium dikenal sebagai konjugata diagonalis. Secara statistik diketahui bahwa konjugata vera sama dengan konjugata diagonalis dipotong 1,5 cm. Selain kedua konjugata ini, dikenal pula konjugata obstetrika, yaitu jarak dari bagian dalam tengah ke promontorium. Sebenarnya, konjugata ini yang paling penting, walaupun perbedaannya dengan konjugata vera sedikit sekali.
Dalam obstetri dikenal 4 jenis panggul (pembagian Caldwell dan Moloy, 1933), yang mempunyai ciri-ciri pintu atas panggul sebagai berikut.
a.   Jenis ginekoid : panggul paling baik untuk wanita, bentuk pintu atas panggul hampir bulat. Panjang diameter antero-posterior kira-kira sama dengan diameter transversa. Jenis ini ditemukan pada 45% wanita.
b.   Jenis android : bentuk pintu atas panggul hampir segi tiga. Umumnya pria mempunyai jenis seperti ini, panjang diameter anteroposterior hampir sama dengan diameter transversa, akan tetapi yang terakhir ini jauh lebih mendekatisakrum Dengan demikian, bagian belakangnya pendek dan gepeng, sedangkan bagian depannya menyempit ke muka. Jenis ini ditemukan pada 15% wanita.
c.   Jenis anthropoid : bentuk pintu atas panggul agak lonjong, seperti telur. Panjang diameter antero-posterior lebih besar daripada diameter transversa. Jenis ini ditemukan pada 35% wanita.
d.   Jenis platipelloid : Sebenarnya jenis ini adalah jenis ginekoid yang menyempit pada arch muka belakang. Ukuran melintang jauh lebih besar daripada ukuran muka belakang. Jenis ini ditemukan pada 5% wanita.
Tidak jarang dijumpai jenis kombinasi ke empat jenis klasik ini. Di sinilah letak kegunaan pelvimetri rontgen, untuk mengetahui jenis, bentuk, dan ukuran-ukuran pelvis secara tepat. Untuk menyebut jenis pelvis kombinasi, disebutkan jenis pelvis bagian belakang dahulu, kemudian bagian depan. Misalnya, jenis android-ginekoid; itu berarti jenis pelvis bagian belakang adalah jenis android dan bagian depan adalah ginekoid. Dapat di sini dikemukakan bahwa pelvimetri rontgen itu hanya dilakukan pada indikasi tertentu, misalnya adanya dugaan ketidak seimbangan antara janin dan panggul (feto-pelvic disproportion), adanya riwayat trauma atau penyakit tuberkulo­sis pada tulang panggul, bekas seksio sesarea dan akan direncanakan partus per vaginam pada letak sungsang, presentasi muka, atau kelainan letak lain. Pembatasan pemakaian sinar rontgen berdasarkan pengaruhnya terhadap sel-sel kelamin janin yang masih amat muda itu Berta ovaria ibu. Dewasa ini dapat digunakan MRI (Magnetic Resonance Imaging).
Pintu-bawah panggul
Seperti telah dijelaskan, pintu bawah panggul tidak merupakan suatu bidang datar, tetapi tersusun atas 2 bidang datar yang masing-masing berbentuk segitiga, yaitu bidang yang dibentuk oleh garis antara kedua buah tubera ossis iskii dengan ujung os sakrum dan segi tiga lainnya yang alasnya juga garis antara kedua tubera ossis iskii dengan bagian bawah simfisis. Pinggir-bawah simfisis berbentuk lengkung ke bawah dan merupakan sudut (arkus pubis). Dalam keadaan normal besarnya sudut ini ± 90° atau lebih sedikit. Bila kurang sekali dari 90°, maka kepala janin akan lebih sulit dilahirkan karena memerlukan tempat lebih banyak ke dorsal. Dalam hal ini perlu diperhatikan apakah ujung os sakrum tidak menonjol ke depan hingga kepala janin tidak dapat dilahirkan. Jarak antara kedua tuber ossis iskii (distansia tuberum) diambil dari bagian dalamnya adalah ± 10,5 cm. Bila lebih kecil, jarak antara tengah-tengah distansia tuberum ke ujung sakrum (diameter sagittalis posterior) harus cukup panjang agar bayi normal dapat dilahirkan.
Ruang panggul (pelvic cavity)
Seperti telah dikemukakan, ruang panggul di bawah pintu-atas panggul mempunyai ukuran yang paling luas. Di panggul tengah terdapat penyempitan setinggi kedua spina iskiadika. Jarak antara kedua spina ini (distansia interspinarum) normal ± 10,5. Ketika mengadakan penilaian ruang panggul hendaknya diperhatikan bentuk os sakrum, apakah seperti normal melengkung baik dari alas ke bawah dan ke samping cekung ke belakang, dan selanjutnya bagaimanakah bentuk rongga panggul seluruhnya. Dinding samping pada panggul ginekoid misalnya umumnya lurus dari atas ke bawah.
Dari bentuk dan ukuran berbagai bidang rongga panggul tampak rongga ini merupakan saluran yang tidak sama luasnya di antara tiap-tiap bidang. Bidang yang terluas dibentuk pada pertengahan simfisis dengan os sakral 2-3, sehingga kepala janin dimungkinkan bergeser melalui pintu-atas panggul masuk ke dalam ruang panggul. Kemungkinan kepala dapat lebih mudah masuk ke dalam ruang panggul diperbesar jika sudut antara sakrum dan lumbal, yang disebut inklinasi, lebih besar.
Bidang Hodge
Bidang-bidang Hodge ini dipelajari untuk menentukan sampai di manakah bagian terendah janin turun dalam panggul pada persalinan.
a.   Bidang Hodge I : Bidang yang dibentuk pada lingkaran pintu atas panggul dengan bagian atas simfisis dan promontorium.
b.   Bidang Hodge II : Bidang ini sejajar dengan Hodge I terletak setinggi bagian bawah simfisis.
c.   Bidang Hodge III : Bidang ini sejajar dengan bidang-bidang Hodge I dan II terletak setinggi spina iskiadika kanan dan kiri.
d.   Bidang Hodge IV : Bidang ini sejajar dengan bidang-bidang Hodge I, II, dan III, terletak setinggi os koksigis. (Wiknjosastro, 2007 : 104-107)

2.   Tanda-tanda inpartu, yaitu :
a.   Si Ibu akan merasakan sakit yang datang lebih kuat, dan perasaan sakit itu akan sering dan juga menjadi lebih teratur atau his menjadi 2-3 kali selama 10 menit.
b.  Pada bagian alat genital juga akan keluar lender dan bercampur darah. Ini disebabkan oleh karena robekan yang terjadi di servix akibat daripada penurunan bayi ke bagian bawah.
c.   Pada pemeriksaan dalam akan teraba serviks yang mendatar dan telah terjadi pembukaan serviks sebagai persediaan untuk pengeluaran bayi.
d.   Biasanya cairan ketuban akan pecah dengan sendirinya.

3.    Faktor-faktor yang berperan dalam persalinan, yaitu :
a.   Power (Kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu)
His (kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan mengejan ibu, keadaan kardiovaskular respirasi metabolik ibu.
b.   Passage (Jalan lahir)
Keadaan jalan lahir
c.   Passanger (Janin)
Keadaan janin (letak, presentasi, ukuran/berat janin, ada/tidak kelainan anatomik mayor).


4.    Sebab-sebab terjadinya persalinan, yaitu :
a.   Pengaruh hormonal.
Penurunan fungsi plasenta karena “plasenta menjadi tua” dengan tuanya kehamilan. Villi koriales mengalami perubahan-perubahan sehingga kadar progesteron dan estrogen menurun mendadak. Akibatnya, nutrisi janin dari plasenta berkurang. Penurunan kadar kedua hormone tersebut terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai. Progesteron merupakan penenang bagi otot-otot uterus.
Pengaruh prostaglandin. Kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke-15 hingga aterm meningkat, lebih-lebih saat partus.
Dua teori pada proses persalinan, yaitu :
1)   Corticotropin-releasing hormone (CRH) yang diproduksi oleh plasenta disekresikan ke sirkulasi janin. Hal tersebut menstimulasi sekresi corticotropin dari hipofisis anterior janin. CRH plasenta, melalui ACTH janin, menstimulasi kelenjar adrenal janin untuk memproduksi cortisol, yang  berikatan dengan reseptor glucocorticoid placental untuk memblok efek inhibitor dari progesterone, yang selanjutnya menstimulasi produksi CRH yang mestimulasi persalinan.
2)   Poros Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal janin belum berfungsi selama separuh pertama masa kehamilan karena penekanannya oleh influx kortisol ibu, tetapi sepanjang separuh kedua masa kehamilan, peningkatan kadar estrogen menyebabkan peningkatan enzim plasenta 11b-hydroxysteroid dehydrogenase, menyebabkan cortisol diubah menjadi metabolit inaktif, kortisol. Umpan balik negatif glucocorticoid pada hipofisis janin (kurangnya cortisol dari ibu ke janin) akan mengakibatkan peningkatan sekresi ACTH, cortisol dan DHEA sulfate janin, menghasilkan maturasi janin dan menstimulasi proses persalinan.
b.   Tekanan pada ganglion servikale dari pleksus Frankenhauser yang terletak di belakang serviks, menjadi stimulasi (pacemaker) bagi kontraksi otot polos uterus.
c.   Iskemia otot-otot uterus karena pengaruh hormonal dan beban, semakin merangsang terjadinya kontraksi.
d.   Peningkatan beban/stress pada maternal maupun fetal dan peningkatan estrogen mengakibatkan peningkatan aktifitas kortison, prostaglandin, oksitosin, menjadi pencetus rangsangan untuk proses persalinan
5.   Mekanisme persalinan normal.
a.   Kala I (Kala Pembukaan Serviks)
Dimulainya proses salinan yang ditandai dengan adanya kontraksi yang teratur, adekuat, dan menyebabkan perubahan pada serviks hingga mencapai pembukaan lengkap.
Kala I terdiri dari dua fase, yaitu :
1)  Fase laten, yaitu pembukaan sampai mencapai 3 cm, berlangsung sekitar 8 jam.
2)  Fase aktif, yaitu pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (10 cm), berlangsung sekitar 6 jam. Fase aktif terbagi atas :
a)    fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4 cm.
b)    fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sampai 9 cm.
      c)    fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai lengkap (10 cm).
Peristiwa penting pada persalinan kala I, yaitu :
1)   keluar lendir/darah (bloody show) akibat terlepasnya sumbat mukus (mucous plug) yang selama kehamilan menumpuk di kanalis servikalis, akibat terbukanya vaskular kapiler serviks, dan akibat pergeseran antara selaput ketuban dengan dinding dalam uterus.
2)   ostium uteri internum dan eksternum terbuka sehingga serviks menipis dan mendatar.
3)   selaput ketuban pecah spontan (beberapa kepustakaan menyebutkan ketuban pecah dini jika terjadi pengeluaran cairan ketuban sebelum pembukaan 5 cm).
b.   Kala II (Kala Pengeluaran)
Dimulai pada saat pembukaan serviks telah lengkap. Berakhir pada saat bayi telah lahir lengkap. His menjadi lebih kuat, lebih sering, lebih lama, sangat kuat.
Selaput ketuban mungkin juga baru pecah spontan pada awal kala 2.
Peristiwa penting pada persalinan kala 2, yaitu :
1)  Bagian terbawah janin (pada persalinan normal : kepala) turun sampai dasar panggul.
2)  Ibu timbul perasaan/refleks ingin mengejan yang makin berat.
3)  Perineum meregang dan anus membuka (hemoroid fisiologik)
4)  Kepala dilahirkan lebih dulu, dengan suboksiput di bawah simfisis (simfisis pubis sebagai sumbu putar / hipomoklion), selanjutnya dilahirkan badan dan anggota badan.
5)  Kemungkinan diperlukan pemotongan jaringan perineum untuk memperbesar jalan lahir (episiotomi).
Gerakan utama pengeluaran janin pada persalinan dengan letak belakang kepala, yaitu :
a)  Kepala masuk pintu atas panggul, yaitu sumbu kepala janin dapat tegak lurus dengan pintu atas panggul (sinklitismus) atau miring/membentuk sudut dengan pintu atas panggul (asinklitismus anterior/posterior).
b)  Kepala turun ke dalam rongga panggul, akibat : 1) tekanan langsung dari his dari daerah fundus ke arah daerah bokong, 2) tekanan dari cairan amnion, 3) kontraksi otot dinding perut dan diafragma (mengejan), dan 4) badan janin terjadi ekstensi dan menegang.
c)   Fleksi, yaitu kepala janin fleksi, dagu menempel ke toraks, posisi kepala berubah dari diameter oksipito-frontalis (puncak kepala) menjadi diameter suboksipito-bregmatikus (belakang kepala).
d)  Rotasi interna (putaran paksi dalam), yaitu selalu disertai turunnya kepala, putaran ubun-ubun kecil ke arah depan (ke bawah simfisis pubis), membawa kepala melewati distansia interspinarum dengan diameter biparietalis.
e)   Ekstensi, yaitu setelah kepala mencapai vulva, terjadi ekstensi setelah oksiput melewati bawah simfisis pubis bagian posterior. Lahir berturut-turut : oksiput, bregma, dahi, hidung, mulut, dagu.
f)   Rotasi eksterna (putaran paksi luar), yaitu kepala berputar kembali sesuai dengan sumbu rotasi tubuh, bahu masuk pintu atas panggul dengan posisi anteroposterior sampai di bawah simfisis, kemudian dilahirkan bahu depan dan bahu belakang.
g)  Ekspulsi, yaitu setelah bahu lahir, bagian tubuh lainnya akan dikeluarkan dengan mudah. Selanjutnya lahir badan (toraks,abdomen) dan lengan, pinggul/trokanter depan dan belakang, tungkai dan kaki. 
c.   Kala III (Kala Pengeluaran Plasenta/Uri)
Dimulai pada saat bayi telah lahir lengkap. Berakhir dengan lahirnya plasenta.
Kelahiran plasenta adalah lepasnya plasenta dari insersi pada dinding uterus, serta pengeluaran plasenta dari kavum uteri. Lepasnya plasenta dari insersinya mungkin dari sentral (Schultze) ditandai dengan perdarahan baru, atau dari tepi/marginal (Matthews-Duncan) jika tidak disertai perdarahan, atau mungkin juga serempak sentral dan marginal. Pelepasan plasenta terjadi karena perlekatan plasenta di dinding uterus adalah bersifat adhesi, sehingga pada saat kontraksi mudah lepas dan berdarah.
Pada keadaan normal, kontraksi uterus bertambah keras, fundus setinggi sekitar/di atas pusat. Plasenta lepas spontan 5-15 menit setelah bayi lahir.
d.   Kala IV (Observasi Pascapersalinan)
Bagian Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo masih mengenal kala IV, yaitu satu jam setelah plasenta lahir lengkap. Hal ini dimaksudkan agar dokter, bidan, atau penolong persalinan masih mendampingi wanita selesainya bersalin, sekurang-kurangnya 1 jam postpartum. Dengan cara ini diharapkan kecelakaan-kecelakaan karena perdarahan postpartum dpt dikurangi atau dihindarkan.
Sebelum meninggalkan wanita postpartum, 7 pokok penting harus diperhatikan:
1)   Kontraksi uterus harus baik
2)   Tidak ada perdarahan dari vagina atau perdarahan-perdarahan dalam alat genitalia lainnya
3)   Plasenta dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap
4)   Kandung kencing harus kosong
5)   Luka-luka pada perineum terawat dengan baik dan tidak ada hematoma
6)   Bayi dalam keadaan baik
7)   Ibu dalam keadaan baik. Nadi dan tekana darah normal, tidak ada pengaduan sakit kepala. Adanya frekuensi nadi yang menurun dengan volume yang baik adalah suatu gejala baik.


6.    Perbedaan persalinan kala I dan II pada primipara dan multipara.
a.   Perbedaan persalinan kala I pada primipara dan multipara. Pematangan dan pembukaan serviks (cervical effacement) pada primigravida berbeda dengan pada multipara. Pada primigravida terjadi penipisan serviks lebih dahulu sebelum terjadi pembukaan sedangkan pada multipara, serviks telah lunak akibat persalinan sebelumnya, sehingga langsung terjadi proses penipisan dan pembukaan. Pada primigravida, ostium internum membuka lebih dulu daripada ostium eksternum (inspekulo ostium tampak berbentuk seperti lingkaran kecil di tengah) sedangkan pada multipara, ostium internum dan eksternum membuka bersamaan (inspekulo ostium tampak berbentuk seperti garis lebar). Periode kala 1 pada primigravida lebih lama (20 jam) dibandingkan multipara (14 jam) karena pematangan dan pelunakan serviks pada fase laten pasien primigravida memerlukan waktu lebih lama.
b.   Perbedaan persalinan kala II pada primipara dan multipara.
Lama kala II pada primigravida  1,5 jam sedangkan pada multipara  0,5 jam.

7.   Kelainan-kelainan yang dapat menyebabkan persalinan macet.
a.      Kelainan pada jalan lahir, misalnya kelainan pada tulang-tulang dan otot-otot panggul.
b.      Kelainan pada kekuatan ibu, misalnya kelainan pada his.
c.       Kelainan pada posisi dan bentuk janin.
d.      Kelainan pada traktus genitalia
e.       Kelainan pada vagina

8.  Proses pemeriksaan dan pemantauan persalinan.
a.    Pemeriksaan Leopold
1)    Leopold I
a)   pemeriksa menghadap ke  arah muka ibu hamil
b)   menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin dalam fundus
c)   konsistensi uterus.
d)   letakkan kepada sisi lateral telunjuk kiri pada puncak fundus uteri untuk menentukan tinggi fundus. Perhatikan agar jari tersebut tidak mendorong uterus ke bawah (jika diperlukan, fiksasi uterus bawah dengan meletakkan ibu jari dan telunjuk tangan kanan dibagian lateral depan kanan dan kiri, setinggi tepi atas simfisis).
e)   Angkatlah jari telunjuk kiri (dan jari-jari yang memfiksasi uterus bawah) kemudian atur posisi pemeriksa sehingga menghadap ke bagian kepala ibu.
f)    Letakkanlah ujung telapak tangan kiri dan kanan pada fundus uteri dan rasakan bagian bayi yang ada pada bagian tersebut dengan jalan menekan secara lembut dan menggeser telapak tangan kiri dan kanan secara bergantian.
2)    Leopold II
a)   menentukan batas samping rahim kanan-kiri
b)   menentukan letak punggung janin
c)   pada letak lintang tentukan dimana kepala janin
d)   letakkanlah telapak tangan kiri pada dinding perut lateral kanan dan telpak tangan kanan pada dinding perut lateral kiriibu secara sejajar dan pada ketinggian yang sama
e)   mulai dari bagian atas, tekanlah secara bergantian atau bersamaan (simultan) telapak tangan kiri dan kanan, kemudian geserlah ke arah bawah dan rasakan adanya bagian yang rata dnan memanjang (punggung) atau bagain-bagian kecil (ekstremitas).
3)    Leopold III
a)  menentukan bagian terbawah janin
b)  apakah bagian terbawah tersebut sudah masuk atau masih goyang
c)  aturlah posisi pemeriksa pada sisi kanan dan menghadap ke bagian kaki ibu
d)  letakkanlah ujung telapak tangan kiri pada dinding lateral kiri bawah, telapak tangan kanan pada dinding lateral kanan bawah perut ibu
e)  tekanlah dengan lembut dan bersamaan/bergantian untuk menentukan bagian terbawah bayi (bagian keras, bulat dan hampir homogen, adalah kepala sedangkan tonjolan yang lunak dan kurang simetris adalah bokong).
4)  Leopold IV
a)  pemeriksa menghadap kaki ibu hamil
b)  bias juga menentukan bagian terbawah janin apa dan berapa jauh sudah masuk pintu atas panggul
c)  letakkanlah ujung telapak tangan kiri dan kanan pada lateral kiri dan kanan uterus bawah, ujung-ujung jari tangan kiri dan kanan berada pada tepi atas simfisis
d)  temukanlah kedua ibu jari kiri dan kanan, kemudian rapatkan semua jari-jari tangan yang meraba dinding bawah uterus.
e)   Perhatikan sudut yang dibentuk oleh jari-jari kiri dan kanan (konvergen atau divergen)
f)    Setelah itu, pindahkanlah ibu jari dan telunjuk tangan kiri pada bagian terbawah bayi (bila presentasi kepala, upayakan memegang bagian kepala di dekat leher dan bila presentasi bokong, upayakan untuk memegang pinggang bayi)
g)   Fiksasilah bagian tersebut ke arah pintu atas panggul kemudian letakkan jari-jari tangan kanan diantara tangan kiri dan simfisis untuk menilai seberapa jauh bagian terbawah telah memasuki pintu atas panggul.
Hubungan tua kehamilan (bulan), besar uterus, dan tinggi fundus uteri
Akhir bulan
Besar uterus
Tinggi fundus uteri
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Lebih besar dari biasa
Telur bebek
Telur angsa
Kepala bayi
Kepala dewasa
Kepala dewasa
Kepala dewasa
Kepala dewasa
Kepala dewasa
Kepala dewasa
Belum teraba (palpasi)
Di belakang simfisis
1 -2 jari di atas simfisis
Pertengahan simfisis pusat
2 – 3 jari di bawah pusat
Kira-kira setinggi pusat
2 – 3 jari di atas pusat
Pertengahan pusat – proc. Xyphoideus
3 jari di bawah Px atau sampai setinggi Px
Sama dengan kehamilan 8 bulan namun melebar ke samping


b.   Pemeriksaan Perlimaan
Pada Leopold 4:
a)   Letakkan ibu jari dan telunjuk tangan kiri pada bagian terbawah bayi (bila presentasi kepala, upayakan memegang bagian kepala di dekat leher dan bila presentasi bokong, upayakan untuk memegang pinggang bayi)
b)   Fiksasilah bagian tersebut ke arah pintu atas panggul kemudian letakkan jari-jari tangan kanan diantara tangan kiri dan simfisis untuk menilai seberapa jauh bagian terbawah telah memasuki pintu atas panggul.
c.       Pengukuran Taksiran Berat Badan Janin
Rumus Johnson – Tausak: BB = (mD – 12) x 155
BB = berat badan; mD = jarak simfisis – fundus uteri.
d.      Penghitungan Denyut Jantung Janin
Digunakan stetoskop monoaural (stetoskop obstetric) untuk mendengarkan denyut jantung janin (DJJ). Yang dapat kita dengarkan adalah
1)      dari janin:
b)     DJJ pada bulan ke 4 -5
c)bising tali pusat
d)    gerakan dan tendangan janin
2)      dari ibu:
a)      bising rahim (uterine souffle)
b)      bising aorta
c)      peristaltik usus.
Pemeriksaan Auskultasi:
a)      Ambil stetoskop monoaural dengan tangan kiri, kemudian tempelkan ujungnya pada dinding perut ibu ang sesuai dengan posisi punggung bayi (bagian yang memanjang dan rata)
b)      Tempelkan telinga kiri pemeriksa dan dengarkan bunyi jantung bayi (pindahkan titik dengar apabila pada titik pertama, bunyi jantung tersebut kurang jelas, upayakan untuk mendapatkan punctum maksuimum).
c)      Dengarkan dan hitung bunyi jantung bayi dalam 60 detik (1 menit) penuh (normal120 – 160 kali/menit)
d)     Letakkanlah semua peralatan yang telah digunakan pada tempat semula.
e.       Pemeriksaan His
Dalam mengawasi persalinan hendaknya selalu dibuat daftar catatan tentang his pada status wanita tersebut. Catatan tersebut memuat tentang:
1)      Frekuensi: adalah jumlah his dalam waktu tertentu biasanya permenit atau pe 10 menit
2)      Amplitudo atau intensitas: adalah kekuatan his diukur dalam mmHg.
3)      Aktivitas his: adalah frekuensi x amplitude diukur dengan unit Montevideo. Contoh: frekuensi suatu his 3 x per 10 menitdan amplitudonya 50 mmHg, maka aktivitas rahim = 3 x 50 = 150 unit Montevideo.
4)      Durasi his: adalah lamanya setiap his berlangsung diukur dengan detik, misalnya selama 40 detik.
5)      Datangnya his: apakah datangnya sering, teratur, atau tidak.
6)      Interval: adlah masa relaksasi.
f.       Memantau dan Menganalisis Perubahan Tanda Vital yang Abnormal
g.      Pemeriksaan dalam Vagina dan Struktur yang Dapat Dinilai pada Pemeriksaan Dalam Vagina
Pemeriksaan dalam: Vaginal Toucher (RT), dan Rectal Toucher (RT).
Guna pemeriksaan dalam adalah untuk mengetahui:
1)      bagian terbawah janin
2)      kalau bagian yang terbawahadalah kepala, dapat ditentukan posisi uuk, uub, hidung, orbita, mulut dan sebagainya
3)      kalau letak sungsang, dapat diraba anus sakrum dan tuber ischii
4)      pembukaan serviks, turunnya bagian terbawah janin, kaput suksedaneum
5)      secara umum dapat dievaluasi keadaan vagina serviks, dan panggul
6)      pelvimetri klinik:
Pemeriksaan dalam memakai jari telunjuk dan jari tengah dengan mencoba meraba promontorium. Bila teraba, batasnya ditandai dengan telunjuk tangan kiri lalu telunjuk dikeluarkan dan diukur.(akan diperoleh konjugata diagonalis, bila dikurangi 1,5 cm diperoleh konjugata vera )
Pada kehamilan triwulan pertama : Pembesaran rahim dan konsistensinya ; Tanda Hegar, tanda Piscaseck, dan tanda chadwick.
Pada kehamilan lanjut : pembukaan serviks berapa cm atau berapa jari hampir lengkap dan sudah lengkap ; bagian anak paling bawah: kepala, bokong, serta posisinya ; turunnya bagian terbawah menurut bidang Hodge ; Selaput ketuban sudah pecah atau belum, menonjol atau tidak ; Apakah promontorium teraba atau tidak ; Linea innominata apakah teraba seluruhnya atau tidak ; Sakrum cekung atau bentuk lain ; Spina ischiadika menonjol atau tidak arkus pubis cukup lebar atau tidak ; Serviks: effacement, tipis atau tebal ; Apakah pada kepala janin ada kaput atau tidak; dan lain-lain.
h.      Partograf dan Hal-Hal yang Dapat Dinilai pada Partograf:
Kemajuan persalinan
a)      pembukaan serviks
b)      penurunan bagian terdepan, dalam hal ini kepala
c)      his (kontraksi uterus)
Keadaan janin
a)      denyut jantung janin
b)      warna dan jumlah air ketuban
c)      Moulage kepala janin
Keadaan ibu
a)      Nadi, tekanan darah, dan suhu
b)      Urin: volume, kadar protein dan aseton
c)      Oabt-obatan dan cairan yang diberikan
d)     Pemberian oksitosin.

9.      Komplikasi partus macet pada ibu dan janin.
Partus yang lama dapat menyebabkan mudahnya ibu untuk terkena infeksi yang berasal dari luar. Hal ini disebabkan oleh terbukanya jalan lahir pada waktu persalinan sehingga memudahkan masuknya bakteri atau mikroba pathogen lain. Selain mudah terjadi infeksi, persalinan yang lama juga dapat menyebabkan janin mengalami kecacatan karena lamanya penanganan yang dilakukan. Pada janin juga dapat menyebabkan terjadinya aksikfisia dan gawat janin.

F.      Tujuan Pembelajaran Selanjutnya
1.      Mengetahui lebih mendalam mengenai kelainan-kelainan yang menyebabkan distosia.
2.      Mengetahui tanda-tanda lain yang khas pada kelainan-kelainan yang menyebabkan distosia.
3.      Mengetahui penatalaksanaan persalinan tidak maju (distosia).
G.    Informasi Tambahan
Mekanisme his
Seperti di atas telah dikemukakan uterus terdiri atas tiga lapisan otot poles: lapisan luar longitudinal, lapisan dalam sirkular dan di antara dua lapisan ini terdapat lapisan dengan otot-otot yang beranyaman "tikar". Seluruh lapisan otot ini bekerja sama dengan balk, sehingga terdapat pads waktu his yang sempurna sifat-sifat a) kontraksi yang simetris; b) kontraksi paling kuat atau adanya dominasi di fundus uteri; dan c) sesudah itu terjadi relaksasi.
Pengetahuan fungsi uterus dalam mass kehamilan banyak dipelajari oleh Caldeyro-Barcia dan hasil-hasilnya diajukan pads Kongres Kedua InternationalFederation of Gynaecology and Obstetrics di Montreal, Juni 1958. la memasukkan kateter polietilen halus ke dalam ruang amnion dan memasang mikrobalon di miometrium. fundus uteri, tengah-tengah korpus uteri dan di bagian bawah uterus. Semuanya kemudian disambung dengan kateter polietilen halus ke slat pencatat (electrometer). Dengan demikian dapat diketahui bahwa otot-otot uterus tidak mengadakan relaksasi sampai 0, akan tetapi masih mempunyai tonus, sehingga tekanan di dalam ruang amnion masih terukur antara 6-12 mm Hg. Pads tiap kontraksi tekanan tersebut meningkat, disebut amplitudo atau intensitas his yang mempunyai dua bagian: bagian pertama peningkatan tekanan yang agak cepat, bagian kedua penurunan tekanan yang agak lamban.
Frekuensi his adalah jumlah his dalam waktu tertentu. Amplitude dikalikan dengan frekuensi his dalarn 10 menit menggambarkan keaktivan uterus dan ini diukur dengan unit Montevideo. Umpama amplitudo 50 mm Hg, frekuensi his 3 x dalam 10 menit. Dalam hal demikian ini aktivitas uterus adalah 50 x 3 = 150 unit Montevideo.
Dengan memasukkan mikrobalon ke dalam miometrium di sudut kiri dan kanan fundus uteri., pula di tengah-tengah korpus uteri Berta di bagian bawah uterus, kemudian keempat mikrobalon itu dengan pipa polietilen halus menyambung ke alat pengukur, dapatlah dicatat dari bagian-bagian uterus bagaimana his berkembang menjadi his yang sempurna atau his yang tanpa koordinasi, atau his yang arahnya terbalik dan sebagainya.
Tiap his dimulai sebagai gelombang dari salah satu sudut di mana tuba masuk ke dalam dinding uterus. Di tempat tersebut ada suatu pace maker dari mana gelombang his berasal. Gelombang bergerak ke dalam clan ke bawah dengan kecepatan 2 cm tiap detik untuk mengikutsertakan seluruh uterus.
His yang sempurna mempunyai kejang otot paling tinggi di fundus uteri yang lapisan ototnya paling tebal, dan puncak kontraksi terjadi simultan di seluruh bagian uterus. Sesudah tiap his, otot-otot korpus uteri menjadi lebih pendek daripada sebelumnya. Dalam bahasa obstetri disebut otot-otot uterus mengadakan retraksi. Oleh karena serviks kurang mengandung otot maka serviks tertarik dan dibuka, lebih-lebih jika ada tekanan oleh bagian besar janin yang keras, umpamanya kepala yang merangsang pleksus saraf setempat.
Aktivitas miometrium dapat dinyatakan lebih jelas pada adanya kehamilan. Bila mengadakan pemeriksaan ginekologik waktu hamil dapat diraba adanya kontraksi uterus (tanda Braxton-Hicks). Pada seluruh kehamilan dapat dicatat adanya kontraksi ringan dengan amplitudo 5 mm Hg tiap menit yang tidak teratur. His sesudah kehamilan 30 minggu makin terasa lebih kuat dan lebih Bering. Sesudah 36 minggu aktivitas uterus lebih meningkat lagi hingga persalinan mulai. His timbul lebih kuat tiap sepululi menit dan serviks membuka 2 cm. Jika persalinan mulai, yakni pada permulaan kala pembukaan atau kala I, maka frekuensi dan amplitudo his meningkat. Dalam keadaan normal tonus uterus pada waktu relaksasi tidak meningkat.
Amplitude uterus meningkat terns sampai 60 mm Hg pada akhir kala I dan frekuensi his menjadi 2 sampai 4 kontraksi tiap 10 menit. Juga lamanya his meningkat dari hanya 20 detik pada permulaan partus sampai 60-90 detik pada akhir kala I atau pada permulaan kala II. His yang sempurna dan efektif adalah bila ada koordinasi dari gelombang kontraksi, sehingga kontraksi simetris dengan dominasi di fundus uteri, dan mempunyai amplitudo 40 sampai 60 mm Hg yang berlangsung 60 sampai 90 detik, dengan jangka waktu antara kontraksi 2 sampai 4 menit, dan pada relaksasitonus uterus kurang dari 12 mm Hg. Jika frekuensi dan amplitude his lebih tinggi maka hal ini dapat mengurangi pertukaran 02. Terjadilah hipoksia janin dan timbul gawat janin yang secara klinik dapat ditentukan dengan antara lain menghitung detik jantung janin. Detik jantung janin meningkat lebih dari 160 per menit dan tidak teratur. Pemakaian alas kardiotokograf akan memudahkan pemantauan keadaan janin bila akan ada gawat janin.
Agar peredaran darah ke uterus menjadi lebih balk ibu disuruh berbaring ke sisi, sehingga uterus dengan isinya tidak dengan keseluruhannya menekan pembuluh­pembuluh darah di panggul. Kontraksi uterus juga menjadi lebih efisien dan putaran paksi kepala akan berlangsung lebih lancar bila ibu dimiringkan ke arah ubun-ubun kecil berada. His yang sempurna, akan membuat dinding korpus uteri yang terdiri atas otot-otot menjadi lebih tebal dan lebih pendek sedangkan bagian bawah uterus clan serviks yang hanya mengandung sedikit otot clan banyak mengandung jaringan kolagen akan mudah tertarik hingga menjadi tipis dan membuka. Hal ini adalah pula akibat tekanan air ketuban pada permulaan kala I dan pada perkembangan selanjutnya oleh kepala janin yang makin masuk ke rongga panggul dan sebagai benda keras mengadakan tekanan kepada serviks hingga pembukaan menjadi lengkap.
Tibalah kala pengeluaran atau kala II. Ibu mulai mengedan. Dengan demikian ibu menambah kekuatan uterus yang sudah optimum itu dengan mengadakan kontraksi diafragma dan otot-otot dinding abdomen. Kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu ini akan lebih efisien jika badan ibu dalam keadaan fleksi. Dagu ibu di dadanya, badan dalam fleksi dan kedua tangan menarik pahanya dekat pada lutut. Dengan demikian kepala janin didorong membuka diafragma pelvis dan vulva, dan lahir dalam presentasi belakang kepala. Setelah anak lahir kekuatan his tetap ada untuk pelepasan dan pengeluran uri.
Tiba kala III atau kala uri yang berlangsung 2 sampai 6 menit. Sesudah plasenta lahir, amplitudo his masih tinggi + 60 sampai 80 mmHg akan tetapi frekuensinya berkurang. Hal ini disebut aktivitas uterus menurun. Kontraksi uterus ini pada umumnya tidak seberapa sakit, akan tetapi kadang-kadang dapat mengganggu sekali.

H.    Analisis Masalah
Dari kasus diketahui bahwa seorang wanita berumur 20 tahun, hamil anak pertama dirujuk oleh bidan puskesmas dengan keluhan persalinan tidak maju. Saat ini ibu telah memasuki persalinan kala I fase aktif.
Berdasarkan kasus di atas, telah diambil beberapa kata kunci, yaitu wanita 20 tahun, primigravida, distosia, dan persalinan kala I fase aktif. Dari kata-kata kunci tersebut, dilakukan analisis  untuk mengetahui diagnosis utama sebagai berikut.

Kata Kunci
DD
Wanita 20 tahun
Primigravida
Distosia
Kala I Fase Aktif
Kelainan Panggul
+
+
-
Kelainan His
+
+
+
Letak Lintang
+
+
-
Letak Sungsang
+
+
-
Hidrosefalus
+
+
-
Pertumbuhan Janin Berlebihan
+
+
-
Kelainan Vagina
+
+
-


Berdasarkan hasil analisis di atas, diagnosis utama yang paling mungkin adalah kelainan pada his. Kelainan his memiliki tanda yang sama dengan tanda yang ada pada skenario. Akan tetapi, masih diperlukan pemeriksaan dan pemantauan persalinan untuk melihat tanda-tanda khas lainnya yang bisa membedakannya dengan diagnosis banding lainnya guna menegakkan diagnosis yang pasti agar bisa ditentukan tindakan yang paling sesuai dengan kelainan yang dialami oleh pasien tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar