Laman

Sabtu, 30 Oktober 2010

Sesak Napas

A.    Kasus
Skenario
Seorang laki-laki usia 25 tahun dibawa ke puskesmas dengan keluhan sesak nafas, penderita terlihat pucat dan kebiruan. Nadi teraba cepat dan lemah.
A.    Kasus
Skenario
Seorang laki-laki usia 25 tahun dibawa ke puskesmas dengan keluhan sesak nafas, penderita terlihat pucat dan kebiruan. Nadi teraba cepat dan lemah.

B.     Kata Kunci
  1. Laki-laki, 25 tahun
  2. Sesak napas
  3. Pucat dan kebiruan (sianosis)
  4. Nadi cepat dan lemah

C.    Pertanyaan
1.      Sebutkan penyebab sesak napas !
2.      Jelaskan patomekanisme gejala yang terdapat dalam scenario !
3.      Jelaskan penanganan awal yang dilakukan pada pasien !
4.      Diagnosis banding !

D.    Jawaban
1.      Penyebab sesak napas, yaitu :
a.       Kardiak dispneu, yakni dispneu yang disebabkan oleh adanya kelainan pada jantung, misalnya :
1)      infark jantung akut (IMA), dimana dispneu serangannya terjadi bersama-sama dengan nyeri dada yang hebat.
2)      Fibrilasi atrium, dispneu timbul secara tiba-tiba, dimana sudah terdapat penyakit katub jantung sebelumnya.
3)      Kegagalan jantung kiri (Infark miokard akut dengan komplikasi, example : edema paru kardiogenik) dimana dispneu terjadi dengan mendadak pada malam hari pada waktu penderita sedang tidur; disebut Paroxysmal nocturnal dyspnoe. Pada keadaan ini biasanya disertai otopneu dimana dispneu akan berkurang bila si pasien mengambil posisi duduk.
b.      Pulmonal dispneu, misalnya :
1)      Pneumotoraks, penderita menjadi sesak dengan tiba-tiba, sesak nafas tidak akan berkurang dengan perubahan posisi.
2)      Asma bronchiale, yang khas disini adalah terdapatnya pemanjangan dari ekspirasi dan wheezing ( mengi ).
3)      COPD, sesak bersifat kronik dimana dispneu mempunyai hubungan dengan exertional (latihan).
4)      Edema paru yang akut, sebab dan tipe dari dispneu disini adalah sama dengan dispneu yang terjadi pada penyakit jantung.
c.       Hematogenous dispneu
Disebabkan oleh karena adanya asidosis, anemia atau anoksia, biasanya berhubungan dengan exertional ( latihan ).
d.      Neurogenik dispneu
Contohnya : psikogenik dispneu yang terjadi misalnya oleh karena emosi dan organik dispneu yang terjadi akibat kerusakan jaringan otak atau karena paralisis dari otot-otot pernafasan.

2.      Patomekanisme gejala pada scenario
a.       Patomekanisme sesak napas (dispneu)
Terdapat beberapa patofisiologi daripada dispneu :
1)   Kekurangan oksigen ( O2 )
a)      Gangguan konduksi  maupun difusi gas keparu-paru
§  Obstruksi dari jalan nafas, misalnya pada bronchospasme & adanya benda asing
§  Berkurangnya alveoli ventilasi, misalnya pada edema paru, radang paru, emfisema dsb
§  Fungsi restriksi yang berkurang, misalnya pada. pneumotoraks, efusi pleura dan barrel chest.
§  Penekanan pada pusat respirasi
b)      Gangguan pertukaran gas dan hipoventilasi
§  Gangguan neuro muskular
-  Gangguan pusat respirasi, misal karena pengaruh sedatif
-  Gangguan medulla spinalis misalnya sindrom guillain-barre
-  Gangguan saraf prenikus, misalnya pada poliomielitis
-  Gangguan diafragma, misalnya tetanus
-  Gangguan rongga dada, misalnya kifiskoliosis
§  Gangguan obstruksi jalan nafas
-  Obstruksi jalan nafas atas, misal laringitis/udem laring
-  Obstruksi jalan nafas bawah, misal asma brochiale dalam hal ini status asmatikus sebagai kasus emergency
§  Gangguan pada parenkim paru, misalnya emfisema dan pneumonia
§  Gangguan yang sirkulasi oksigen dalam darah, misalnya pada keadaan ARDS dan keadaan kurang darah.
c)         Pertukaran gas di paru-paru normal tapi kadar oksigen di dalam paru-paru berkurang. Kejadian ini oleh karena 3 hal, yaitu :
§  Kadar Hb yang berkurang
§  Kadar Hb yang tinggi, tapi mengikat gas yang afinitasnya lebih tinggi misalnya CO ( pada kasus keracunan ketika inhalasi gas)
§  Perubahan pada inti Hb, misalnya terbentuknya met-Hb yang mempunyai inti Fe 3+.
d)        Stagnasi dari aliran darah, dapat dibagi atas :
§  Sentral, yang disebabkan oleh karena kelemahan jantung.
§  Gangguan aliran darah perifer yang disebabkan oleh renjatan (shock), contoh syok hipovolemik akibat hemototaks.
§  Lokal, disebabkan oleh karena terdapat vasokontriksi lokal
§  Dapat pula disebabkan oleh karena jaringan tidak dapat mengikat O­2  , terdapat contohnya pada intoksikasi sianida.
2)   Kelebihan carbon dioksida ( CO2 )
    Karena terdapatnya shunting pada COPD sehingga menyebabkan terjadinya aliran dari kanan ke kiri ( right to the left ).
3)   Hiperaktivasi refleks pernafasan
     Pada beberapa keadaan refleks Hearing-Breuer dapat menjadi aktif. Hal ini disebabkan olek karena refleks pulmonary stretch.
4)   Emosi
5)   Asidosis
      Banyak hubungannya dengan kadar CO­2 dalam darah dan juga karena kompensasi metabolik.
6)   Penambahan kecepatan metabolisme
     Pada umumnya tidak menyebabkan dispneu kecuali bila terdapat penyakit penyerta seperti COPD dan payah jantung (dekomensasi kordis).     
b.      Patomekanisme sianosis
Sianosis merupakan indikasi dari kurangnya oksigen di aliran darah yang disebabkan oleh kelainan jantung kongenital atau racun (seperti CO). Penyebab sianosis adalah Hb yang tidak mengandung O­2 , jumlahnya berlebihan dalam dalam pembuluh darah kulit, terutama dalam kapiler. Hb yang tidak mengandung O­2­ memiliki warna biru gelap yang terlihat melalui kulit. Pada umumnya sianosis muncul apabila darah arteri berisi lebih dari 5 gram Hb yang tidak mengandung O­2­ dalam setiap desiliter darah.
c.       Patomekanisme takikardi
Takikardi : nadi > 100 x/menit.
Penyebab umum :
1)   Sistem saraf otonom & endokrin
·         Stress (Fight or flight)
·         Stimulant (caffeine)
·         Penyakit endokrin (pneucromocytoma)
2)   Haemodinamik
·         Dehidrasi
·         Perdarahan
·         Hipotensi ortostatik
·         Postural ortostatic tachycardia syndrome (POTS)
3)   Cardiac Aritmia
·         Supraventrikular takikardi
·         Ventrikular takikardiai

3.      Penanganan awal pada pasien
a.       Airway + Cervical Spine Control
Look                    :  Melihat adanya darah/cairan di sekitar mulut
                                Melihat adanya obstruksi baik oleh benda asing/cairan.
Listen                   :  Suara pernapasan
Feel                      :  Merasakan hembusan nafas korban.
Gangguan pada Airway
a. Obstruksi Total akibat  (benda asing)
·         Bila korban masih sadar:
o   Korban memegang leher dalam keadaan sangat gelisah
o   Mungkin ada kesan masih bernapas walaupun tidak ada ventilasi
Penatalaksanaan:
Hemlich manuever/abdominal thrust  (kontra pada ibu hamil dan bayi)
·         Bila tidak sadar.
Tentukan dengan cepat adanya obstruksi total dengan sapuan jari (finger sweep) ke dalam faring sampai belakang epiglotis. Jika tidak berhasil, lakukan Abdominal Thrust dalam keadaan penderita berbaring.
b. Obstruksi Parsial
Obstruksi parsial bisa disebabkan berbagai hal. Biasanya korban masih bisa bernapas sehingga timbul berbagai macam suara pada pemeriksaan listen, tergantung penyebabnya:   
·         Cairan  (Darah/Sekret)
Timbul suara gurgling (suara napas + suara cairan) , bisa terjai pada aspirasi        akut. Penatalaksanaan :
Tanpa alat  :  Lakukan log roll lalu finger sweep
Alat           :  Suction(Orofaring atau Nasofaring) / ETT
·         Lidah jatuh ke belakang.
Bisa terjadi karena tidak sadar. Timbul suara snoring (mendengkur) . Penatalaksanaan  :
Tanpa alat  :  Jaw Thrust
Alat           :  Oropharyngeal Tube.
·         Penyempitan  di laring / trakea.
Oedema dapat terjadi karena berbagai hal : Keracunan, Luka bakar. Timbul suara crowing/stridor. Penatalaksanaan : Trakheostomi.
b. Breathing (Ventilasi)
Airway (jalan napas) yang baik tidak menjamin breathing (dan ventilasi) yang baik. Breathing artinya pernapasan atau proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik menggambarkan fungsi baik dari paru, dinding thoraks dan diafragma. Pada saat pemeriksaan breathing dada korban harus dibuka untuk melihat pernapasan yang baik. Dalam pemeriksaan breathing berpedoman pada :
1)      Inspeksi
Inspeksi breathing berupa observasi dada, yang dinilai :
-          Keadaan umum pasien tampak sesak dengan tangan menopang pada tempat tidur dengan maksud supaya otot-otot bantu pernapasan dapat membantu ekspirasi, pernapasan cuping hidung, tachypneu dan sianosis. Selain itu juga mungkin dapat didengar wheezing (ekspirasi yang memanjang) dan bentuk dada barrel chest (terjadi pemanjangan diameter antero-posterior disertai sela iga yang melebar dan sudut epigastrium yang tumpul). Keadaan ini bisa dijumpai pada keadaan saluran napas yang menyempit seperti asma. Yang dapat dilakukan memposisikan pasien pada posisi senyaman mungkin, biasanya posisi setengah duduk dan diberi oksigen pada asma ringan. Sedangkan pada asma berat diberi bronkhodilator. Pada kasus trauma stabilisasi penderita dilakukan pada posisi stabil dengan menggunakan bantuan oksigen baik itu dengan endotracheal tube ataupun dengan ventilator. Indikasi pemberian oksigen antara lain :
·         Pada saat RJP.
·         Setiap penderiat trauma berat.
·         Setiap nyeri prekardial.
·         Gangguan paru seperti asma, COPD, dan sebagainya.
·         Gangguan jantung.
-          Pergerakan dada apakah simetris antara dinding thoraks kiri dan kanan pada saat inspirasi dan ekspirasi. Ketidaksimetrisan ini salah satunya disebabkan oleh trauma pada thoraks sehingga terdapat udara dan darah dalam cavum pleura. Terdapatnya udara dalam cavum pleura disebut pneumothorax dan gejalanya disertai dengan nyeri dada, sesak napas dan dugaan diperkuat lagi jika terdapat luka terbuka di daerah dada (dx : Pneumothorax terbuka). Jika terdapat darah pada cavum pleura disebut hemothorax dan gejalanya pun disertai sesak napas dan nyeri dada. Pada kedua kasus tersebut kadang dijumpai deviasi trachea dan pergeseran mediastinum pada stadium yang berat. Untuk pneumothorax terbuka bisa memasang kasa tiga sisi.
-          Frekwensi napas dan iramanya.
2)      Palpasi
Palpasi dilakukan untuk memperlihatkan kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi berupa adanya ekspansi dada dan posisi apex jantung. Apex jantung berubah dapat disebabkan dorongan oleh kelainan mediastinum, efusi pleura dan lain-lain. Yang dinilai pada palpasi :
-          Nyeri Tekan dan Krepitasi
      Hal ini mungkin mengarah pada fraktur kosta. Nyeri timbul akibat penekanan kosta ke pleura parietalis sedang krepitasi adalah bunyi tulang kosta yang patah.
-          Vocal Fremitus atau Táctil Fremitus
      Hal ini dilakukan untuk mengetahui perambatan suara ke dinding dada yang dirasakan oleh kedua tangan yang dirapatkan, tepatnya di sela-sela kosta.
·         Peningkatan fremitus menandakan adanya konsolidasi paru misalnya pada Pneumonia (kelainan infiltrat)
·         Penurunan fremitus hampir selalu disebabkan oleh kelainan non infiltrat. Misalnya Pneumothorax, Hemotórax.
-          Deviasi  Trachea
Artinya terjadi penyimpangan trachea akibat pendorongan di dalam mediastinum. Pada pneumothorax misalnya : deviasi trachea akan mengarah ke arah sehat. Hal ini akan membantu dalam melakukan NTS (Needle Thoracocintesis) jika tidak ada foto. NTS dilakukan pada ICS dengan menggunakan ABBOCATH.
-          DVS (Desakan Vena Sentralis)
      Peningkatan DVS yang menyertai sesak biasanya mengarah pada sesak yang disebabkan oleh kelainan jantung.
3)      Perkusi
Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Suara perkusi yang normal adalah sonor. Suara perkusi redup, pekak, hipersonor atau timpani menandakan adanya kelainan pleura atau paru.
·         Perkusi yang pekak (dullness percussion, stone dullness) misalnya pada hemothorax. Penanganannya dengan WSD (Water Seal Drainage) pada ICS V atau VI.
·         Perkusi yang hipersonor ditemukan misalnya pada Pneumothorax.
Perkusi inilah yang biasanya membantu membedakan Pneumothorax dan Hemotórax selain foto thorax. Dalam melakukan perkusi hendaknya selalu membandingkan tempat yang sehat dan lesi (dari atas ke bawah; dari medial ke lateral).
4)      Auskultasi
Auskulatasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Pada keadaan normal didapatkan napas bronchial pada trachea, napas bronchovesikuler di daerah intraclaviculer, suprasternal dan interscapular. Sedangkan suara napas vesikuler di luar lokasi diatas. Bila didapatkan suara napas bronchial/ bronchovesikuler pada lokasi yang seharusnya vesikuler, menandakan adanya suatu kelainan pada tempat tersebut.
·         Suara napas vesikuler yang melemah menandakan adanya halangan hantaran suara ke dinding dada misalnya efusi pleura, pneumothorax dan hemotórax.
·         Suara wheezing, menciut (highed pitch) misalnya pada asma dan gagal jantung.
·         Ronchi halus dan sedang dapat disebabkan oleh cairan misalnya pada pneumonia dan edema paru.
·         Bunyi berkurang/menghilang menunjukkan adanya cairan/udara dalam rongga pleura/ kolaps paru.
·         Bunyi napas bernada tinggi misalnya pada Tension Pneumothorax.
·         Bunyi rub misalnya pada peluritis, infark paru dan lain-lain.
Setelah evaluasi breathing dan hasilnya baik, harus periksa kembali Airway sebelum melanjutkan ke Circulation. Bila tiba-tiba pasien henti napas maka pernapasan buatan bisa dengan :
1.      Mouth to mouth ventilation/Mouth to nose.
2.      Mouth to mask ventilation
Bila dipasang saluran oksigen pada fase mask maka konsentrasi oksigen dapat mencapai 55%.
3.      Ambu-Bag
Dipakai alat yang ada bag dan mask dengan diantaranya ada katup.
4.      Jackson-REES.
5.      Ventilator.
c. Circulation
Hal yang dinilai pada pemeriksaan sirkulasi adalah status hemodinamik dari pasien. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan melihat ada tidak perdarahan, pemeriksaan tekanan darah dan nadi (tanda vital). Juga perhatikan ada tidak tanda-tanda syok seperti hipotensi, pucat, berkeringat, akral dingin, dan perubahan status mental.
Bila ada tanda-tanda syok tersebut maka segera posisikan pasien dengan posisi Trendelenberg untuk menjamin sirukulasi ke otak. Kemudian segera pasang infus untuk memasukkan cairan intravena sesuai dengan indikasi. Bila ada perdarahan eksternal yang nyata maka segera hentikan perdarahan tersebut dengan kompresi atau penekanan langsung di tempat perdarahan atau bebat tekan. Kontrol perdarahan ini diperlukan agar status hemodinamik pasien tidak semakin memburuk.
Setelah tindakan tersebut dilakukan maka evaluasi kembali keadaan pasien mulai dari tindakan yang pertama yaitu Airway atau jalan napas, Breathing atau pernapasan dan Circulation atau sirkulasi. Juga evaluasi tindakan yang telah kita lakukan.
Pada skenario kasus tampak nadi pasien lemah dan pucat. Keadaan ini menunjukkan bahwa pasien mengalami gejala awal dari syok. Untuk itu tindakan sirkulasi perlu kita lakukan. Tindakan yang dilakukan adalah membaringkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi dari kepala untuk menjamin sirkulasi ke otak tetap baik. Kemudian masukkan cairan intravena/infus. Cairan yang dapat diberikan adalah kristalloid dimana cairan ini relatif mudah ditemukan di puskesmas dan relatif murah.
d. Disability & Drugs
Setelah Circulasi & Bleeding Control tertangani, kita beralih ke tahap primary survey Disability & Drugs. Cara pemakaian obat-obatan darurat adalah dengan kanulasi vena perifer, yaitu melakukan penusukan pada vena yang letaknya superfisial di lengan, tungkai, leher atau kepala dengan kateter intra vena (infusse). Selain untuk media masuknya obat-obatan darurat, kanulasi vena perifer juga diindikasikan untuk : pemberian cairan & elektrolit, sebagai bagian dari resusitasi, sebelum dilakukan tindakan operasi dan untuk pemberian nutrisi perenteral perifer. Contoh obat-obatan resusitasi antara lain : Adrenalin/efineprin, naloxon, Na bikarbonat, dsb.
Disability adalah penilaiaan status neurologis atau penggunaan obat-obatan resusitasi. Status neurologis meliputi : GCS (Lihat Tabel).

Variabel
Nilai
Respon Buka Mata (M)
Spontan
4
Terhadap Suara
3
Terhadap Nyeri
2
Tidak Ada
1
Respon Motorik Terbaik (M)
Menuruti Perintah
6
Melokalisir Nyeri
5
Fleksi Normal (Menarik Dari Nyeri)
4
Fleksi Abnoemal (Dekortikasi)
3
Ekstensi Abnormal
2
Tidak Ada
1
Respon Verbal (V)
Berorientasi
5
Bicara Membingungkan
4
Kata-kata Tak Teratur
3
Suara tak jelas
2
Tidak ada
1
     Nilai GCS =  ( M + M + V), nilai terbaik = 15, Nilai terburuk  = 3
   Refleks pupil, yang dimulai adalah diameter pupil isokor.
·               Anisokor adalah jika perbedaan diameter kedua pupil lebih  dari 1 mm.
·               Isokor adalah jika perbedaan diameterkedua pupil kurang dari 1 mm.
·               Miosis.
·               Midriasis.
Lateralisasi adalah ketidakmampuan sebagian fungsi sensoris  dan motoris berdasarkan ada tidaknya jejas atau massa intrakranial.
e. Environment         
Dalam environment kita melakukan penilaian “head to toe”, untuk mengetahui adanya cedera lain yang nampak  dengan melepas semua pakaian yang melekat, cegah jangan sampai pasien hipotensi, asidosis, dan koagulopati, yang merupakan Trias of Death.
f. ABC RJP
ABC RJP yang dilakukan pada korban dengan henti jantung dapat memberikan kemungkinan hasil :
·         Korban/pasien menjadi sadar kembali.
·         Korban/pasien dinyatakan mati.
·         Korban/pasien belum dapat dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan. Dalam hal ini perlu diberi pertolongan lebih lanjut (bantuan hidup lanjut).
·         Denyut lanjut spontan timbul, tetapi korban/pasien belum pulih kesadarannya. Ventilasi spontan bisa ada atau tidak. 
Selain kompresi dada luar, yang juga termasuk bantuan sirkulasi adalah penghentian perdarahan dan penentuan posisi untuk mengatasi syok, yaitu dengan meletakkan kepala lebih rendah daripada kaki.

Bantuan Hidup Lanjut (Advanced Lie Support)
Bantuan hidup lanjut (BHL) bertujuan melalui kembali sirkulasi spontan dan mempertahankan sistem jantung paru dengan cara memulihkan transport oksigen arteri mendekati normal. BHL diberikan setelah dilakukan ABC RJP an belum timbul denyut jantung spontan. Yang termasuk dalam BHL adalah DEF RJP, yaitu : Drugs Fluids Intravenous Infusion (pemberian obat-obatan dan cairan melalui infus intravena tanpa menunggu hasil EKG)

Cara menstabilkan penderita sesak napas karena trauma
Penstabilan pasien trauma bertujuan untuk mengurangi resiko penderita menjadi lebih buruk  dengan jalan stabilitasi yang benar. Sehingga dapat melakukan transportasi yang aman.

Syarat melakukan transportasi dan rujukan pada penderita
Syarat merujuk pasien kegawatdaruratan  :
·         Unstable cirkulation
·         Fraktur-fraktur terbuka
·         Dan pada saat merujuk jangan  ke satu rumah sakit saja, harus                                                          dibagi-bagi dan dirujuk sesuai indikasi. Contoh :  
o    Cuma fraktur ringan  di bawa ke rumah sakit lokal.
o    Trauma kepala dibawa ke rumah sakit  pusa yang punya ct scan dan peralatan yang lengkap.
Transportasi pasien dengan :
·            Long spine board
·            Servical collar
·            Vacuum mattress
·            Ked (kendrick exrication device)
·            Scoop stretcher.
Syarat ditransportasi yaitu keadaan pasien/korban harus stabil dulu gangguan airways, breathing(example tenion pneumothoraks) dan usahakan sudah diberi penanganan awal pendarahan.

4.      Diagnosis banding
a.       Trauma
·         Obstruksi Benda Asing
·         Pneumothoraks
b.      Non Trauma
·         Asma
·         Keracunan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar