Laman

Sabtu, 30 Oktober 2010

Sinusitis

Pendahuluan
            Istilah rinosinusitis saat ini lebih seing dipakai dibandingkan dengan sinusitis karena baik rinitis alergi maupun non alergik hampir selalu mendahului sinusitis tanpa rinitis sangat jarang. Mukosa hidung dan sinus paranasal merupakan satu kesatuan, gejala obstruksi maupun sekret hidung yang merupakan gejala utama sinusitis juga terdapat pada rinitis. Laporan dari Amerika Serikat menunjukkan 14% penduduknya menderita rinosinusitis dan merupakan salah satu penyakit kronis yang sering dilaporkan. Rinosinusitis sngat mengganggu penyandangnya, menurunkan kualitas hidup, produktivitas kerja, dan pada anak meningkatkan absensi sekolah. Berbagai penyakit sering menyertai atau sebagai komplikasi penyakit tersebut seperti asma, polip hidung, otitis medis, dan konjungtivitis(Aru W. Sudoyo:257.2006).


Pendahuluan
            Istilah rinosinusitis saat ini lebih seing dipakai dibandingkan dengan sinusitis karena baik rinitis alergi maupun non alergik hampir selalu mendahului sinusitis tanpa rinitis sangat jarang. Mukosa hidung dan sinus paranasal merupakan satu kesatuan, gejala obstruksi maupun sekret hidung yang merupakan gejala utama sinusitis juga terdapat pada rinitis. Laporan dari Amerika Serikat menunjukkan 14% penduduknya menderita rinosinusitis dan merupakan salah satu penyakit kronis yang sering dilaporkan. Rinosinusitis sngat mengganggu penyandangnya, menurunkan kualitas hidup, produktivitas kerja, dan pada anak meningkatkan absensi sekolah. Berbagai penyakit sering menyertai atau sebagai komplikasi penyakit tersebut seperti asma, polip hidung, otitis medis, dan konjungtivitis(Aru W. Sudoyo:257.2006).
Sinusitis adalah peradangan sinus, biasanya sinus paranasalis, mungkin purulen atau nonpurulen, akut atau kronik. Tipe-tipe peradangan sesuai dengan sinus yang terkena(Kamus Kedokteran Dorland:2003.2002). Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksilla, sinusitis ethmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksilla dan sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang. Pada anak hanya sinus maksila dan sinus etmoid yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid belum. Sinus maksila disebut juga antrum highmore, merupakan sinus yang sering terinfeksi oleh karena merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenasae) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila serta ostium sinus maksila terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat(Arsyad dan Efiaty.2001).
                             
Faktor Penyebab
            Diketahui bahwa berbagai faktor fisik, kimia, saraf, hormonal dan emosional dapat mempengaruhi mukosa hidung, demikian juga mukosa sinus dalam derajat yang lebih rendah. Secara umum, sinusitis kronik lebih lazim  pada iklim yang dingin dan basah. Defisiensi gizi, kelemahan, tubuh yang tidak bugar, dan penyakit sistemik umum perlu dipertimbangkan dalam etiologi sinusitis. Perubahan dalam faktor-faktor lingkungan, misalnya dingin, panas, kelembaban, dan kekeringan, demikian pula polutan atmosfer termasuk asap tembakau, dapat merupakan predisposisi infeksi. Dalam daftar predisposisi umum ini harus ditambahkan paparan terhadap infeksi sebelumnya, misalnya common cold.
            Faktor-faktor lokal tertentu juga dapat menjadi predisposisi penyakit sinus. Faktor-faktor ini akan dijelaskan pada masing-masing penyakit sinus, namun secara umum berupa deformitas raangka, alergi, gangguan geligi, benda asing dan neoplasma. Agen etiologi sinusitis dapat berupa virus, bakteri atau jamur.
a. Virus
            Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas; virus yang lazim menyerag hidung dan nasofaring  juga meyerang sinus. Mukosa sinus paranasalis berjalan kontinu dengan mukosa hidung, dan penyakit virus yang menyerang hidung perlu dicurigai dapat meluas ke sinus.
b. Bakteri
            Edema dan hilangnya fungsi silia normal pada infeksi virus menciptakan suatu lingkuga yang ideal untuk perkembangan infeksi bakteri. Infeksi ini sringkali melibatkan lebih adari satu bakteri. Organisme penyebab sinusitis akut mungkin sama dengan penyebab otitis media. Yang sering ditemukan dalam frekuensi yang semakin menurun adalah streptococcus pneumoniae, haemophilus influenzzae, bakteri anaerob, Branhamella catarrhalis, streptokok alfa, staphylococcus aureus, dan streptococcus pyogenes. Selama suatu fase akut, sinusitis kronik dapat disebabkan oleh bakteri yang sama seperti yang menyebabkan sinusitis akut. Namun, karena sinusitis kronik biasanya berkaitan dengan drainase yang tidak adekuat maupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat cenderung oportunistik, dimana proporsi terbesar merupakan bakteri anaerob. Akibatnya, biakan rutin tidak memadai dan diperlukan pengambilan sampel secara hati-hati untuk bakteri anaerob. Bakteri anaerob yang sering ditemukan dalam frekuensi yang semakin menurun antara lain stphilococcus aureus, streptococcu viridans, haemohilus influenzae, neisseria flafus, staphylococcus epidermidis, streptococcus pneumoniae, dan eschericia coli. Bakteri anaerob termasuk peptostreptococcus, corynebacterium, bacteriodes, dan veillonella. Infeksi campuran antara organisme aerob dan anaerob seringkali terjadi(Arsyad dan Efiaty.2001).

Peranan Alergi
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kejadian rinitis alergik dan sinusitis. Penelitian Wright dkk. Menunjukkan peran IL-4 dan IL-5 pada rinosinusitis kronik. IL-4 dan IL-5 adalah sitokin yang dihasilkan Th2,  IL-4 berkaitan dengan sensitisasi alergen sedangkan IL-5 berkaitan dengan gejala rinitis. Dari kasus yang diteliti, ternyata IL-4 ditemukan pada kasus rinosinusitis alergi sedangkan IL-5 pada rinosinusitis alergi dan nonalergi(Aru W. Sudoyo:257.2006).
Sitokin adalah protein yang berperan sebagai messenger kimia atau perantara dalam komunikasi interseluler yang sangat poten, aktif pada kadar yang sangat rendah. Dapat merangsang sel sasaran. Sitokin diproduksi oleh limfosit, makrofag, sel endotel, dan sel granulosit. Contoh sitokin, yaitu IL-4 dan IL-5. IL-4 merupakan growth factor untuk sel B yang diaktifkan, growth factor untuk sel T, dan meningkatkan aktivitas sitolitik dan sel Tc(Karnen Bratawidjaja.2004).

Patofisiologi
            Bila terjadi edema di kompleks ostio meatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drenase dan ventilasi di dalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk menjadi tempat tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retansi lendir sehingga timbul retensi bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista (Arsyad dan Efiaty.2001).


Klasifikasi
            Secara klinis sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut bila gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu; sinusitis subakut bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan; sinusitis kronis bila belangsung lebih dari 3 bulan.
            Tetapi bila dilihat dari gejalanya, maka sinusitis dianggap sebagai sinusitis akut bila terdapat tanda-tanda randang akut. Dikatakan susitis suakut bila bila tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masihh reversible, dan disebut sinusitis kronik bila perubahan histologik mukosa sudah irreversible misalnya sudah berubah menjadi jaringan granulasi atau polipoid. Sebenarnya klasifikasi yang tepat ialah berdasarkan pemeriksaan histopatologik, akan tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dikerjakan.
1. Sinusitis Akut
      Penyakit ini dimulai dengan sumbatan daerah  kompleks ostiomeatal oleh infeksi, obstruksi mekanis atau alergi. Selain itu juga dapa merupakan penyebaran dari infeksi gigi.
Etoilogi
      Penyebab sinusitis akut adalah rinitis akut, infeksi faring, infeksi gigi rahang atas, berenang dan menyelam, trauma, dan barotrauma
Gejala
      Gejala sinusitis akut adalah ingus kental dan berbau, hidung tersumbat, rasa nyeri pada daerah yang terkena, dan gejala objektif yang dapat diamati ialah pembengkakan daerah wajah
Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis tentunya harus dimulai dengan proses anamnesis yang teliti dan menyeluruh. Seringkali diagnosis sudah dapat diduga dari hasil anamnesis namun demi lebih tepatnya diagnosis yang kita inginkan maka tentunya harus dilaksanakan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan dengan sisi yang normal.
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi waters, PA dan lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.
Pada Pemeriksaan mikrobiologik, diambil sekret dari meatus medius atau meatus superior. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang merupakan flora normal di hidung atau kuman patogen, seperti pneumococcus, streptococcus, staphylococcus dan haemophilus influninzae. Selain itu mungkin ditemukan juga virus atau jamur.
Terapi
      Diberikan terapi medika mentosa berupa antibiotik salama 10-14 hari, meskipun gejala klinik telah hilang. Antibiotika yang diberikan ialah golongn penisilin. Diberikan juga obat dekongestan lokal berupa tetes hidung, untuk memperlancan drenase sinus. Boleh diberikan analgetika untuk menghilangkan rasa nyeri.
      Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranal; atau bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.
2. Sinusitis Subakut
      Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut namun gejala-gejala radang akutnya (demam, sakit kepala, nyeri tekan) sudah reda.
Pemeriksaan Penunjang
      Pada rinoskopi anterior tampak sekret purulen di meatus medius atau superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Pada pemeriksaan transluminasi tampak sinus yang sakit suram atau gelap.
Terapi
      Terapinya mula-mula dapat diberikan medika mentosa, bila perlu dibntu dengan tindakan yaitu diatermi atau pencucian sinus. Obat-obat yang diberikan berupa antibiotika berspektrum luas, atau yang sesuai dengan tes resistensi kuman, selama 10-14 hari. Juga diberikan obat-obatan simtomatis berupa dekongestan lokal untuk memperlancar drenase. Obat tetes hidung hanya boleh diberikan untuk jangka waktu yang terbatas (sampai 5-10 hari), karena kalau terlalu lama dapat menyebabkan rinitis medika mentosa. Selain itu dapat diberikan analgetika, antihistamin dan mukolitik.
      Terapi lainnya dapat dilakukan berupa diatermi dengan sinar gelombang pendek (ultra short wave diathermy), sebanyak 5 sampai 6 kali pda daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik dilakukan pencucian sinus. Pada sinusitis maksilla dapat dilakukan tindakan punksi irigasi. Pada sinusitis etmoid, frontal atau sfenoid yang letak muaranya di bawah dapat dilakukan dapat dilakukan cara pencucian sinus cara proetz.
3. Sinusitis Kronik
       Sinusitis kronis berbeda denga sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumnya sukar disembuhkan hanya dengan terapi medikamentosa saja. Harus dicari faktor penyebab dan faktor predisposisinya. Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung, dapat juga disebabkn oleh alergi dan immunodefisiensi. Perubahan mukosa hidung dapat mempermudah terjadinya infeksi dan infeksi menjadi kronis apabila pengobatan pada sinusitis akut tidak sempurna. Adanya infeksi akan menyebabkan edema konka, sehingga drenase sekret akan terganggu. Drenase sekret yang terganggu dapat menyebabkan silia rusak(Arsyad dan Efiaty.2001).


DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Efiaty. 2001. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: FKUI.
Baratawidjaja, Karnen. 2004. Imunologi Dasar. Jakarta: FKUI.
Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta: EGC.
Putz R.,Pabst R. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Jakarta: EGC
Sudoyo, A.W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar