Laman

Jumat, 29 Oktober 2010

Gangguan Perdarahan

A.    Kasus
Skenario : Perdarahan
Seorang anak wanita, umur 5 tahun, dibawa ke rumah sakit karena ada bintik-bintik merah di lengan, tungkai dan badan, dan keluar darah dari anusnya, serta tidak disertai demam. Enam hari sebelumnya anak tersebut baru sembuh dari batuk pilek.

B.     Kata Kunci
1.      Anak wanita 5 tahun
2.      Bintik-bintik merah di lengan, tungkai dan badan
3.      Keluar darah dari anusnya
4.      Tidak disertai demam
5.      Sembuh dari batuk pilek enam hari sebelumnya

C.    Kata Sulit
  1. Purpura
Purpura adalah : 1) setiap kelompok penyakit yang dicirikan oleh ekimosis atau perdarahan kecil lain di kulit, membran mukosa, atau permukaan serosa; kemungkinan penyebab terdiri dari kelainan darah, abnormalitas vaskuler, dan trauma. 2) setiap dari beberapa kondisi yang menyerupai gugus purpura tradisional, yang dapat disebabkan karena penurunan perhitungan trombosit, abnormalitas trombosit, defek vaskular, atau reaksi terhadap obat.

  1. Petekie
Petekie adalah bintik merah keunguan kecil dan bulat sempurna yang tidak menonjol akibat perdarahan intradermal atau submukosa.
Petekie merupakan lesi perdarahan keunguan, mendtar 1 sampai 4 mm, bulat, tidak memucat, berdarah, dan dapat bergabung menjadi lesi yang lebih besar yang dinamakan purpura. Dapat ditemukan pada membran mukosa dan kulit, khususnya di daerah yang bebas atau daerah tertekan. Petekie umumnya menggambarkan kelainan trombosit.

  1. Ekimosis
Ekimosis adalah bercak perdarahan yang kecil, lebih lebar dari petekie, pada kulit atau selaput lendir, membentuk bercak biru atau ungu yang rat, bulat atau irregular.
Ekimosis adalah tanda memar atau tanda biru kehitaman, merupakan daerah makula besar akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan subkutan dan kulit. Perdarahan yang baru berwarna biru kehitaman dan berubah warna menjadi hijau kecoklatan dan menjadi kuning bila mengalami resolusi. Walaupun ekimosis sering ditemukan pada trauma, tetapi ekimosis yang luas dapat menggambarkan kelainan trombosit atau gangguan pembekuan.

  1. Hematochezia
Hematochezia adalah pengeluaran tinja berdarah.

  1. Melena
Melena adalah keluarnya feses gelap dan pekat diwarnai oleh pigmen darah atau darah yang berubah.

D.    Pertanyaan
1.      Bagaimana mekanisme hemostasis dan pembekuan normal ?
2.      Bagaimana patomekanisme dari setiap gejala yang ada pada skenario ?
3.      Apakah hubungan riwayat enam hari sebelumnya anak tersebut baru sembuh dari batuk pilek dengan gejala yang timbul ?
4.      Bagaimanakah hasil pemeriksaan laboratorium pada penyakit perdarahan ?
5.      Bagaimanakah gambaran radiologi pada penyakit perdarahan ?
6.      Jelaskan farmakokinetik obat-obat hemostatis darah ?
7.      Apa differensial diagnosisnya ?
E.     Jawaban
1.      Mekanisme hemostasis dan pembekuan normal.
Hemostatis (= proses penghentian perdarahan) adalah usaha tubuh agar tidak kehilangan darah terlalu banyak bila terjadi luka pada pembuluh darah dan darah tetap cair dan mengalir secara lancar. Proses hemostatis dimulai bila bila trauma, pembedahan atau penyakit yang merusak lapisan endotel pembuluh darah dan darah terpajan pada jaringan ikat subendotel. Kelangsungan hemostatis dipertahankan melalui proses keseimbangan antara perdarahan dan trombosis, bergantung pada beberapa komponen :
a.       Sistem vaskuler
b.      Trombosit
c.       Faktor koagulasi darah
d.      Fibrinolisis, dan akhirnya perbaikan jaringan
Gangguan sistem ini dapat menimbulkan masalah mulai dari bermacam-macam perdarahan yang sulit diatasi setelah terjadinya luka sampai pembekuan darah yang tidak pada tempatnya dalam pembuluh darah.
Mekanisme hemostatis normal terdiri atas 3 fase, yaitu :
a.       Interaksi sel endotel dengan trombosit = primary hemostatic plug. Proses vasokonstriksi lokal dan pembentukan platelet plug dinamakan hemostatis primer. Ini terjadi dalam beberapa detik selama terjadinya luka dan amat penting untuk menghentikan kehilangan darah melalui kapiler, arteriol kecil, dan venula.
b.       Fase koagulasi, disini trombin dihasilkan dan fibrin terbentuk pada platelet scaffold. Proses koagulasi darah sekitar luka sampai terbentuknya fibrin stabil dinamakan hemostatis sekunder. Proses ini berlangsung beberap menit. Untaian fibrin yang terbentuk memperkuat primary hemostatic plug.
c.       Terbentuknya ikatan peptida antara molekul fibrin sehingga menghasilkan jaringan fibrin yang stabil.
Fibrinolisis adalah proses degradasi enzimatik pada bekuan fibrin untuk membatasi aktivasi koagulasi sampai daerah sekitar luka dinding pembuluh darah dan menjaga keutuhan pembuluh darah.
a.       Hemostasis Primer
Gangguan terhadap endotel secara langsung mengaktifkan keempat komponen hemostatis. Setelah kejadian ini, akan berlangsung kejadian-kejadian berikut :
1)        Pertama, vasokontriksi yang cepat mengurangi aliran darah dan mendorong aktivasi kontak trombosit dan faktor-faktor koagulasi. Vasokontriksi merupakan reaksi refleks otot polos dalam pembuluh darah yang berlangsung singkat yang dihasilkan oleh cabang simpatik sistem saraf otonom  akibat luka pada pembuluh darah kecil untuk menghentikan perdarahan. Vasokontriksi ini ditunjang dan dipertahankan dengan dikeluarkannya serotonin dari trombosit dan terbentuknya tromboksan A2. Vasokontriksi juga mengakibatkan perluasan kontak antara dinding pembuluh darah yang terobek, trombosit, dan protein koagulasi. Endotel mengandung jenis jaringan seperti kolagen dan elastin. Matriks jaringan ikat ini mengendalikan permeabilitas bagian dalam dinding pembuluh darah dan merupakan stimulus utama terhadap trombosis setelah terjadi kerusakan pembuluh darah.
2)        Pada fase berikutnya, trombosit segera beradhesi pada jaringan subendotel yang terpajan, terutama serabut kolagen dengan bantuan faktor von Willebrand, mengeluarkan pseudopod sepanjang permukaan. Adhesi ini berlangsung selama 1-2 menit setelah robekan endotel. Adenosindifosfat (ADP), yang dikeluarkan dari granula padat trombosit memulai agregasi trombosit, membentuk primary hemostatic plug yang longgar dan tidak stabil. Fosfolipid membran trombosit membentuk asam arakhidonat, untuk menghasilkan tromboksan A2. Tromboksan A2 mempunyai efek vasokonstriktor, kemudian menyebabkan agregasi trombosit. Trombin yang semula terbentuk akibat dorongan luka merangsang perubahan bentuk trombosit, disertai perubahan plug primer dari tidak stabil menjadi plug yang stabil, tempat fibrin kemudian diletakkan. Selain pembentukan plug hemostatik, trombosit mempunyai peran penting yang lain, yaitu menyediakan aktivitas prokoagulan esensial disebut platelet fctor 3 (PF-3) yang jadi tersedia selama agregasi trombosit. Plug pada tempat luka juga mendorong terjadinya vasokontriksi pembuluh darah lokal dengan mengeluarkan tromboksan A2 dan amin vasoaktif, termasuk serotonin dan epinefrin.
Agregasi trombosit dapat ditimbulkan oleh beberapa bahan seperti kolagen, enzim proteolitik (misalnya trombin), dan amin biologik (misalnya epinefrin dan serotonin). Agregasi trombosit yang disebabkan oleh ADP, disertai oleh reaksi platelet-release (degranulasi) yang mengelurkan isi granula sitoplasmik tombosit pada permukaan trombosit.
Trombosit berbentuk cakram diameternya 1-2 μm, volumenya rata-rata 5-8 fl, berasal dari fragmentasi sitoplasma megakariosit di sumsum tulang; tiap sitoplasma megakariosit menghasilkan kurang lebih 1.000 – 4.000 trombosit. Jumlah trombosit di dalam darah tepi rata-rata 250.000/mm3 (antara 150.000 – 400.000/mm3) dan selalu kurang lebih konstan, karena mekanisme kontrol dari bahan humoral yang disebut trombopoietin. Pertukaran trombosit atau trombopoiesis efektif yang dirangsang oleh trombopoietin, rata-rata 350.000/mm3 ± 4.300/mm3/hari. Bila jumlah trombosit menurun, tubuh akan mengeluarkan trombopoietin lebih banyak yang merangsang trombopoiesis. Tempat pembuatan trombopietin ini masih belum diketahui dengan jelas.
Marrow Transit Time, periode maturasi megakariosit, lebih kurang 5 hari. Diyakini bahwa trombosit semula masuk limpa dan tinggal disana selama 2 hari, kemudian berada baik dalam sirkulasi darah atau dalam cadangan limpa yang aktif. Selama itu, rata-rata dua pertiga jumlah seluruh trombosit berada dalam sirkulasi sistemik, sedang sepertiga lainnya tetap berada sebagai cadangan trombosit dalam limpa dan bebas bertukar dengan trombosit sirkulsi umum. Umur trombosit di dalam darah tepi berkisar antara 7 sampai 10 hari. Pada akhir hidupnya, trombosit difagositosis oleh hati dan limpa dan jaringan sistem retikuloendotelial lain.
Dengan pemeriksaan mikroskop elektron, ultrastruktur trombosit diketahui terdiri atas beberapa bagian :
1)      Glikokaliks, selaput berbulu halus, mengelilingi membran trombosit. Reseptor glikoprotein pada glikokaliks ini menjadi media reaksi kontak membran pada adhesi trombosit, perubahan bentuk sel, kontraksi internal dan agregasi.
2)      Membran sitoplasma, di sini dan ke bagian dalam trombosit terdapat open ended canalicular system = surface connecting system, yang berfungsi sebagai tempat absorbsi selektif faktor-faktor koagulasi plasma; menghasilkan aktivitas prokoagulan (PF-3) dan asam arakhidonat untuk proses koagulasi fagositosis tempat pengeluaran ADP, serotonin, PF-3, dan lain-lain.
3)      Mikrofilamen dan mikrotubula, terdapat langsung dibawah membran sel; menghasilkan sitoskeleton untuk mempertahankan bentuk diskoid sel dalam sirkulasi dan mempertahankan posisi organel; mengatur orgnisasi internal sekresi bahan koagulasi darah, misalnya fibrinogen; bekerjasama dengan dense tubular system mengatur pengeluaran ion Ca; mengandung trombostenin yang dapat menyebabkan trombosit berkonstriksi.
4)      Granula dalam trombosit yan matang: granula alfa yang terbanyak, electrondense granules, lisozom, dan granula glikogen. Granula-alfa yang spesifik mengadung antagonis heparin PF-4, tromboglobulin-beta, retraktozim, platelet-derived growth factor (PDGF), beberapa protein yang terdapat dlam plasma termsuk fibrinogen dan faktor V dan VII dan faktor-faktor koagulasi lain yang diserap dari plasma. Electrondense granules mengandung serotonin, cadangn ADP, ion Ca++, fosfat, katekolamin, prostaglandin, dan PF-4. Granula lisozom mengandung enzim hidrolitik. Sekresi dikeluarkan melalui kontraksi seluler, disalurkan kedalam open ended canalicular system. Granula glikogen adalah sumber glikogen untuk glikolisis anaerobik.
5)      Mitokondria, berperan pada proses fosforilasi oksodatif; merupakan sumber energi metabolisme aerob.
6)      Kandungan lain sitoplasma: protein kontraktil, termasuk aktomiosin (trombostenin), miosin dan filamin; glikogen, dan enzim jalur glikolitik dan heksosa.
Faal trombosit bermacam-macam, yaitu:
1)      Reaksi adhesi. Segera setelah terjadi luka pada pembuluh darah, sel-sel trombosit beradhesi pada jaringan kolagen sobendotelial pada tempat luka tersebut. Agar faal adhesi dapat berlangsung baik diperlukan 2 hal, yaitu: adanya faktor von Willebrand yang cukup dan adany fosfolipid yang adekuat pada lapisan permukaan trombosit.
2)      Reaksi release: Kontak antara sel trombosit dengan jaringan kolagen subendotelial atau trombin dapat merangsang terjadinya reaksi release ini. Pada reaksi ini ADP, serotonin, faktor-4 trombosit dan tromboksan-A2 dikeluarkan melalui open ended canalicular system. Tromboksan dan serotonin menyebabkan vasokontriksi lokal sedang ADP menyebabkan reksi agregasi.
3)      Reaksi agregasi: Zat ADP dan juga tromboksan-A2 meyebakan trombosit beragregasi pada tempat luka. Dengan demikian terbentuklah platelet pulg dan perdarahan dapat berhenti.
4)      Aktivitas prokoagulan: Salah satu aktivitas prokoagulan yang penting adalah produksi faktor-3 trombosit (PF-3), yang suatu fosfolipid yang dihasilkan oleh lapisan permukaan trombosit. PF-3 ini berperan penting dalam proses hemostatis sekunder (koagulasi)
5)      Reaksi fusi: ADP kadar tinggi, beberapa enzim dan trombostenin menyebabkan trombosit yang telah beragregasi mengadakan fusi secara ireversibel.
Trombosit bertanggung jawab terhadap berbagai aktivitas akibat kerusakan vaskuler, termasuk :
1)      Terus menerus mempertahankan integritas vaskuler dengan menutup defisiensi minor pada endotel
2)      Menstabilkan platelet plug melalui efek prokoagulan fosfolipid, PF-3
3)      Pada mekanisme koagulasi darah untuk membentuk fibrin
4)      Mendorong penyembuhan vaskuler dengan menstimulasi migrasi dan proliferasi sel endotel dan sel otot polos media melalui penglepasan mitogen platelet-derived growth factor (PDGF)
Kelainan hemostatis primer, pada dasarnya berupa:
1)      Vaskulopati, misalnya Sindrom Schönlein-Henoch
2)      Trombopati kuantitatif :
i)        Trombositopenia
(1)   Gangguan produksi:
(a)    Hipoproliferasi: anemia aplastik
(b)   Trombopoiesis tidak efektif:
·         Anemia Megaloblastik
·         ANLL M7
(2)   Gangguan distribusi:
(a)    Splenomegali: “pooling”  trombosit
(b)   Limfoma
(3)   Pengenceran/pencairan : Transfusi darah masif
(4)   Pengrusakan abnormal
(a) Non-imun : DIC
(b) Infeksi: DHF, sepsis
(c) Imun:
·         Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)
·         Obat: Kina, kinidin, sulfa, dilantin dll.
·         Trombositopeni neonatal
·         Purpura post-transfusi
(5)   Konsumsi abnormal : DIC, DHF
ii)      Trombositosis
3)  Trombopati Kualitatif (fungsional) = Trombastenia atau prombopati
i)     Gangguan adhesi
ii) Gangguan agregasi
       Diphenydramin : mencegah agregasi trombosit
iii)    Gangguan platelet release reaction 
as. Asetil salisilik : mengganggu pelepasan ADP
asetilasi ® membran trombosit
b. Hemostatis Sekunder (=koagulasi)
Proses koagulasi terjadi segera setelah reaksi adhesi dan agregasi trombosit. Pada luka pembuluh darah yang sangat kecil tidak diperlukan hemostatis sekunder. Sasaran fase koagulasi adalah konversi fibrinogen yang larut menjadi fibrin yang tidak larut. Dalam keadaan normal trombin tidak terdapat dalam sirkulasi dan harus diaktifkan dari zimogennya, protrombin, oleh protrombinase, sebuah aktivitas yang dihasilkan dari kompleks yang terdiri dari serine protease (enzim), kofaktor, dan setengah lemak.
Proses koagulasi ini terdiri dari :
1)      Koagulasi invitro
2)      Koagulasi invivo
3)      Regulasi Koagulasi
4)      Pembentukan Fibrin
5)      Stabilisasi Fibrin

c. Proses Fibrinolisis
Fibrinolisis adalah pelarutan fibrin secara enzimatik oleh suatu zat yang dinamakan plasmin. Fibrinolisis terjadi mengikuti pengeluaran aktivator plasminogen jaringan dari dinding pembuluh darah. Pembersihan dengan cara fibrinolisis terhadap bahan hemostatis yang berlebih diperlukan untuk mengembalikan integritas pembuluh darah.
Sumber utama komponen fibrinolitik dan penghambat fibrinolisis dlam darah adalah hati (misalnya plasminogen dan inhibitor utama plasmin : alfa – 2 – antiplasmin) dan dinding pembuluh darah (misalnya aktivator plasminogen tipe-jaringan = tissue-type plasminogen activator = t-PA). Inhibitor utama aktivator plasminogen, PAI-1, dihasilkan dalam jumlah besar oleh endotel pembuluh darah, juga terdapat dalam trombosit dalam peredaran darah.
Deposit fibrin disertai oleh aktivaasi fibrinolisis. Fibrinogen dan fibrin merupakan substrat untuk aksi proteolitik plasmin. Plasmin normal terdapat dalam bentuk zimogennya yang inaktif, plasminogen dan cairan tubuh. Aktivator plasminogen yang dibuat dalam endotel dan sel-sel lain terdapat dalam 2 bentuk utama : aktivator plasminogen jaringan (t-PA) dan urokinase. Aktivator ini, pada gilirannya, diinaktivasi oleh inhibitor aktivator plasminogen (PAIs), diantaranya adalah PAI-1. Fibrin yang dihasilkan, plasminogen dan t-PA membentuk suatu kompleks.
Plasmin yang ditimbulkan melalui aktivasi plasminogen oleh t-PA, akan menghidrolisis fibrinogen dan fibrin menjadi fibrinogen degradation product (FDP). Dengan demikian fibrinolisis lokal berlangsung, fibrin yang tidak diperlukan dilarutkan sehingga hambatan aliran darah dapat dicegah. FDP sendiri mempunyai sifat antikoagulan dan dengan demikian juga dapat menghambat proses koagulasi yang berlebihan.
Plasmin yang masuk sirkulasi segera dinetralkan oleh inhibitor netral, terutama alfa-2-antiplasmin. Aktivitas proteolitik plasmin dengan demikian dibatasi pada tempat deposit fibrin. Pada beberapa keaadaan inhibitor dapat terkekang, hingga terjadi hiperplasminemia dengan akibat terjadi fibrinogenolisis.

2.      Patomekanisme dari setiap gejala yang ada pada skenario.
Trombositopenia dapat disebabkan oleh gangguan fungsi trombosit, gangguan produksi trombosit, gangguan penghancuran trombosit dan gangguan distribusi trombosit, serta kebutuhan trombosit yang meningkat. Trombositopenia dapat memudahkan terjadinya perdarahan dan darah sulit membeku terutama pada kulit dan membran mukosa. Manifestasi perdarahan pada kulit dapat berupa bintik-bintik merah yang disebut peteki. Manifestasi perdarahan juga dapat terlihat pada mukosa, misalnya pada mukosa saluran cerna sehingga akan muncul gejala berupa keluar darah dari anus yang disebut hematochezia.

3.      Hubungan riwayat enam hari sebelumnya anak tersebut baru sembuh dari batuk pilek dengan gejala yang timbul.
Infeksi bakteri/virus pada saluran napas atas menyebabkan batuk pilek. Bakteri/virus tersebut tidak dapat dihancurkan oleh imunitas seluler sehingga imunitas humoral diaktifkan. Akhirnya, dibentuk IgG. IgG tersebut memiliki reseptor pada membran trombosit. Trombosit yang dihancurkan oleh pembentukan antibodi yang diakibatkan oleh autoantibodi (antibodi yang bekerja pada jaringannya sendiri). Antibodi IgG yang ditemukan pada membran trombosit akan mengakibatkan gangguan agregasi trombosit dan meningkatkan pembuangan dan penghancuran trombosit oleh sistem makrofag yang membawa reseptor membran untuk IgG dalam limpa dan hati. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah trombosit sehingga terjadi trombositopenia. Trombositopenia tersebut menimbulkan gejala-gejala perdarahan seperti gejala pada kasus.

4.      Hasil pemeriksaan laboratorium pada penyakit perdarahan.
a.       Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP)
Pada pemeriksaan darah tepi, gambaran yang dapat dijumpai adalah :
·         Trombositopenia
·         Anemia normositik, bila lama dapat berjenis mikrositik hipokrok
·         Leukosit biasanya normal, dapat terjadi leukositosis ringan dengan pergeseran ke kiri bila terdapat perdarahan hebat.
·         Pada keadaan yang lama dapat ditemukan limfositosis relatif dan leukopenia ringan
·         Hapusan darah : Bentuk trombosit abnormal, ukuran besar, terpisah-pisah
·         Retraksi bekuan berkurang atau abnormal
·         Waktu perdarahan memanjang
·         Waktu protrombin (PT) normal
·         Activated partial tromboplastin time (APTT) normal
·         Gambaran sumsum tulang biasanya normal dan hal ini penting untuk menyingkirkan kemungkinan anemia aplastik dan leukimia.
·         Megakariosit muda jumlahnya dapat bertambah dengan morfologi : imatur, sitoplasma lebih basofil, dan kurang granulasi
·         Tes Rumple – Leed (Uji Turniket) positif
b.      Dissemenated Intravascular Coagulation (DIC)
·    Pemeriksaan hemostatis
a)      hitung trombosit rendah
b)      masa perdarahan dan masa pembekuan memanjang
c)      masa rekalsifikasi memendek dengan kadar fibrinogen merendah dan kadang-kadang disertai tanda fibrinolisis
d)     produk pemacahan fibrinogen (dan fibrin) seoerti D-dimer dalam kadar yang tinggi ditemukan dalam serum dan urine
e)      PT dan APTT memanjang pada sindrom akut
f)       pengukuran FDP secara kuantitatif
·         Pemeriksaan sediaan hapus darah tepi
a)      trombositopenia, bentuk trombosit besar, bentuk eritrosit abnormal/fragmentosit
b)      pungsi sumsum tulang akan memperlihatkan gambaran megakariosit yang bertambah
c)      pada banyak pasien, dijumpai anemia hemolitik dan eritrosit memperlihatkan fragmentasi nyata karena kerusakan saat melewati benang-benang fibrin dalam pembuluh darah kecil
c.       Purpura Henoch-Schonlein (PHS)
·         LED normal atau meningkat
·         Hitung trombosit pada umumnya normal
d.      Hemofilia
Diagnosis labiratorium meliputi pengukuran kadar faktor yang sesuai : Faktor VIII untuk hemofilia A atau faktor IX untuk hemofilia B. karena faktor-faktor VIII dan IX  merupakan bagian dari jalur intrinsik koagulasi, maka PTT memanjang, sedangkan PT normal. Waktu perdarahan, pemeriksaan fungsi trombosit biasanya normal, tetapi dapat terjadi perdarahan yang terlambat karena stabilisasi fibrin yang tidak adekuat. Jumlah trombosit normal.
e.       Von Willebrand Disease (VWD)
·         Kadar vWD sangat rendah
·         Masa perdarahan mungkin memanjang

5.      Gambaran radiologi pada penyakit perdarahan.
Gambaran radiologi pada Hemofilia, yaitu perubahan gambaran radiologik tergantung daripada berat penyakit dan mencerminkan akibat daripada perdarahan ke dalam ruang sendi (paling sering pada lutut walaupun sendi-sendi lain dalam badan dapat terlibat). Hemoragi Intraarticular (hemarthrosis), dapat terjadi tanpa trauma, yang pada awalnya perdarahan ini akan terlihat sebagai bayangan efusi di sekeliling sendi. Sendi yang terkena adalah lutut, siku dan mata kaki.
Pada episode yang berulang (subakut hemarthrosis) akan menyebabkan penebalan synovial sehingga meningkatkan densitas jaringan dan dengan penimbunan hemosiderin, menyebabkan erosi tulang rawan dan periarticular tulang (erosi marginal). Akibat adanya hiperemia terjadi osteoporosis (disuse) dan pembesaran epifisis dan terjadi deformitas model tulang serta penutupan dini dari growth plate.
Gambaran radiografinya, yaitu :
o   Celah sendi tidak beraturan dan menyempit
o   Epiphysis menjadi kasar
o   Pada lutut celah interkondilar menjadi lebar dan batas bawah dari patella menjadi persegi (squared)
o   Pada tractus urinarius terjadi obstruksi uropathy sekunder & obstruksi ureteral
o   Perdarahan retroperitonel dan fibrosis pada 1/3 kasus
o   Adakalanya perdarahan submukosa usus kecil

6.      Farmakokinetik obat-obat hemostatis darah.
a.       Hemostatik lokal
1)      Hemostatik serap
Hemostatik serap menghentikan perdarahan dengan pembentukan suatu bekuan buatan atau memberikan jala serat-serat yang mempermudah pembekuan bila diletakkan langsung pada permukaan yang berdarah. Dengan kontak pada permukaan asing, trombosit akan pecah dan membebaskan faktor yang memulai proses pembekuan darah.
2)      Astrigen
Zat ini bekerja lokal dengan mengendapkan protein darah sehingga perdarah dapat dihentikan.
3)      Koagulan
Obat kelompok ini pada penggunaan lokal menimbulkan hemostasis dengan dua cara, yaitu dengan mempercepat perubahan protrombin menjadi trombin dan secara langsung menggumpalkan fibrinogen.
4)      Vasokonstriktor
Epinefrin dan norepinefrin berefek vasokonstriksi, dapat digunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler permukaan.
b.      Hemostatik sistemik
1)      Faktor antihemofilik (faktor VIII) dan Cryoprecipitated Antihemofilik Factor. Kedua zat ini bermanfaat untuk mencegah atau mengatasi perdarahan pada pasien hemofilia A (defisiensi faktor VIII yang sifatnya herediter) dan pada pasien yang darahnya mengandung faktor VIII. Cryoprecipitated Antihemofilik Factor di dapat dari plasma donor unggal dan kaya akan faktor VIII, fibrinogen dan protein plasma lain.
2)      Kompleks faktor IX
Sediaan ini mengandung faktor II, VII,IX dan X, serta sejumlah kecil protein plasma lain dan digunakan untuk pengobatan hemofilia B atau bila diperlukan faktor-faktor yang terdapat dalam sediaan tersebut untuk mencegah perdarahan.
3)      Desmopresin
Desmopresin merupakan vasopresin sintetik yang dapat meningkatkan kadar faktor VIII dan vWf untuk sementara.
4)      Fibrinogen
Sediaan ini hanya digunakan bila dapat ditentukan kadar fibrinogen dalam darah pasien dan daya pembekuan yang sebenarnya.
5)      Vitamin K
Sebagai hemostatik, vitamin K memerrlukan waktu untuk dapat menimbulkan efek sebab vitamin K harus merangsang pembentukan faktor-faktor pembekuan darah lebih dahulu.
6)      Asam aminokaproat
Asam aminokaproat adalah penghambat bersaing dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin.
7)      Asam traneksamat
Obat ini merupakan analog asam aminokaproat, mempunyai indikasi dan mekanisme kerja yang sama dengan asam aminokaproat tetapi 10 kali lebih potent dengan efek samping yang lebih ringan.

7.      Differensial diagnosis :
a.       Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP)
b.      Dissemenated Intravascular Coagulation (DIC)
c.       Purpura Henoch-Schonlein (PHS)
d.      Hemofilia
e.       Von Willebrand Disease (VWD)

E.   Tujuan pembelajaran Selanjutnya
Tujuan pembelajaran selanjutnya, yaitu:
1.      Mengetahui lebih dalam tentang penyakit-penyakit yang menyebabkan perdarahan.
2.      Mengetahui penatalaksanaan penyakit-penyakit yang menyebabkan perdarahan.
F.  Informasi Baru
1.      Penyakit-penyakit yang menyebabkan perdarahan.
a.       Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP)
1) Defenisi
Purpura trombositopenia idiopatik dapat diartikan sebagai suatu keadaan perdarahan berupa petekie atau ekimosis di kulit ataupun selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui.

2)   Epidemiologi
Purpura trombositopenia idiopatik akut paling sering terjadi pada anak antara umur 2 – 8 tahun, dan lebih sering pada anak wanita.

3)   Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui. Adapun berbagai kemungkinan penyebab yang dapat dikemukakan adalah:
·         Akibat hiperspenisme
·         Intoksikasi makanan atau obat [asetosal, para amino salisilat (PAS), fenilbutazon, diamoks, kina, sedormid]
·         Bahan kimia
·         Pengaruh fisis (radiasi, panas)
·         Kekurangan faktor pematangan (misalnya malnutrisi)
·         Koagulasi Intravaskular Diseminata (DIC)
·         Autoimun, perlekatan kompleks imun non spesifik
·         Pada lebih dari 50 % kasus, 1 – 6 minggu sebelumnya terkena infeksi virus (ISPA, hepatitis, mumps, mononudeosus infectisa, sitomegalovirus, dll) seperti cacar air atau mononukleosis infeksiosa.
4)      Patogenesis
Sebagaimana telah diketahui bahwa penyebab pasti Purpura Trombositopenia Idiopatik akut belum diketahui. Dan setiap kemungkinan penyebab akan memberikan patogenesis gejala yang berbeda-beda. Trombosit yang melekat pada kolagen yang terbuka dari pembuluh yang cedera, mengkerut dan melepaskan ADP serta faktor 3 trombosit, yang semuanya sangat penting untuk mengawali sistem pembekuan. Kelainan jumlah dan/atau fungsi trombosit dapat mengganggu pembekuan darah. Trombositopenia merupakan keadaan dimana jumlah trombosit sangat menurun.
Jumlah trombosit yang sangat menurun hingga dibawah 50.000 permikroliter (trombositopenia) dapat menyebabkan seseorang cenderung mengalami perdarahan yang berasal dari venula-venula atau kapiler-kapiler kecil dimana diketahui bahwa trombosit terutama diperlukan untuk menutup kebocoran-kebocoran kecil di kapiler dan pembuluh kecil lainnya tersebut. Sebagai akibatnya, timbul bintik-bintik perdarahan yang dapat berwarna merah atau ungu diseluruh jaringan tubuh. Ekimosis yang bertambah dan perdarahan yang lama akibat trauma ringan ditemukan pada jumlah kurang dari 50.000/mm3. Adapun petekie merupakan manifestasi utama yang ditemukan bila jumlah kurang dari 30.000/mm3. Perdarahan mukosa, jaringan dalam dan intrakranial ditemukan bila jumlah kurang dar 20.000/mm3, dan keadaan ini memerlukan tindakan segera untuk mencegah perdarahan dan kematian.
Pada penderita  Purpura Trombositopenia Idiopatik dapat ditemukan trombosit yang dihancurkan oleh pembentukan antibodi yang diakibatkan oleh otoantibodi (antibodi yang bekerja pada jaringannya sendiri). Umur eritrosit menjadi lebih pendek akibat destruksi yang menigkat tersebut.
Antibodi IgG yang ditemukan pada membran trombosit akan mengakibatkan gangguan agregasi trombosit dan meningkatkan pembuangan dan penghancuran trombosit oleh sistem makrofag yang membawa reseptor membran untuk IgG dalam limpa dan hati.
5)      Gejala Klinis
Gejala klinis pada penderita ITP akut dapat berupa :
·         Perdarahan    kulit dan selaput lendir
Petekie dan ekimosis
Melena, hematuri
·         Perdarahan alat dalam → jarang
·         Trombositopeni berat → perdarahan otak
6)      Prognosis
Sebagian besar ( 85 – 90 % )  dapat sembuh. Sedangkan 10 – 15 % lainnya dapat berubah menjadi ITP kronis.
b.      Dissemenated Intravascular Coagulation (DIC)
1)  Definisi
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. DIC merupakan suatu gangguan hemostatis, khususnya dalam mekanisme pembekuan yang didapat. Biasanya terjadi selama perjalanan atau merupakan akhir suatu penyakit. Kelainan ini bukan merupakan penyakit primer tetapi sebagai akibat rangsangan dari penyakit primernya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya pembekuan yang luas di dalam pembuluh darah dengan memakai semua factor pembekuan dan trombosit sehingga kemudian terbentuk trombin di dalam pembuluh darah
Bila proses tersebut berjalan cepat dan luas denngan akibat berkurangnya secara nyata factor pembekuan dan trombosit. Akibat hal ini fungsi hemostatis terganggu sehingga mudah terjadi perdarahan spontan. Oleh karena itu kelainan ini kadang-kadang disebut pula consumption coagulopathy atau sindrom defibrinasi.
Di dalam pembuluh darah secara normal pembekuan tidak terjadi, karena mekanisme pembekuan tidak diaktifkan, tetapi pada penderita DIC, mekanisme pembekuan oleh suatu sebab diaktifkan walaupun si dalam pembuluh darah yang masih utuh.
Pada sebagian besar kasus DIC dapat ditemukan trombosis dan perdarahan pada saat yang sama. Tetapi gambaran yang seperti itu tidak dijumpai pada semua kasus. Seringkali tidak dapat dibuktikan trombosis, hal ini diduga disebabkan terjadi penghancuran kembali fibrin yang telah terbentuk oleh system enzim fibrinolitik
2)      Patogenesis
DIC dapat dicetuskan oleh masuknya materi prokoagulan ke dalam darah pada keadaan-keadaan berikut ini: eembolo cairan amnion, solusio plasenta, adenokarsinoma yang menyereksi musin secara luas, leukemia promielositik akut (LMA tipa M3), penyakit hati, malaria falsiparum berat, reaksi tranfusi hemolitik, dan beberapa gigitan ular.
DIC dapat juga dicetuskan oleh beberapa kerusakan endotel luas dan pemajanan kolagen (missal: endotoksemia, septicemia Gram negative, dan meningokokus, aborsi septic), infeksi virus tertentu dan luka bakar berat atau hipotermia.
Selain peranannya dalam deposisi fibrin di dalam mikrosirkulasi, pembentukan trombin intravascular menghasilkan sejumlah besar fibrin monomer bersirkulasi yang membentuk kompleks dengan fibrinogen. Fibrinolisis yang intens dirangsang oleh trombus pada dinding pembuluh darah,dan pelepasan produk-produk pemecahan fibrin mengganggu polimerasi fibrin sehingga menyebabkan defek koagulasi. Gabungan kerja trombin dan plasmin pada keadaan normal menyebabkan berkurangnya fibrinogen, protrombin, serta factor V dan VIII. Trombin intravascular juga menyebabkan agregasi trombosit yang tersebar luas serta deposisinya dalam pembuluh darah. Masalah perdarahan yang mungkin merupakan gambaran DIC dipersulit oleh trombositopenia yang disebabkan oleh konsumsi trombosit.
3)      Etiologi
Keadaan ini diawali dengan pembekuan darah yang berlebihan, yang biasanya dirangsang oleh suatu zat racun di dalam darah. Karena jumlah faktor pembekuan berkurang, maka terjadi perdarahan yang berlebihan.
Perdarahan terjadi karena :
·         hipofibrinogenemia
·         trombositopenia
·         beredarnya antikoagulan dalam sirkulasi darah (hasil perombakan fibrinogen)
·         fibrinolisis berlebihan
DIC dapat terjadi pada penyakit-penyakit :
·         infeksi (demam berdarah dengue, sepsis, meningitis, pneumonia berat, malaria tropika, infeksi oleh beberapa jenis riketsia)
·         komplikasi kehamilan (solusio plasentae, kematian janin intrauterin, emboli cairan amnion)
·         setelah operasi (operasi paru, by pass cardiopulmonal, lobektomi, gastrektomi, splenektomi)
·         keganasan (karsinoma prostat, karsinoma paru, leukemia akut)
Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC:
·         Wanita yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan disertai komplikasi, dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah
·         Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan)
·         Penderita leukemia tertentu atau penderita kanker lambung, pankreas maupun prostat.
Orang-orang yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi untuk menderita DIC:
·         Penderita cedera kepala yang hebat
·         Pria yang telah menjalani pembedahan prostat
·         Terkena gigitan ular berbisa.
4)      Gejala Klinis
Gambaran klinis di dominasi oleh pendarahan, khususnya dari tempat pungsi vena atau luka baru. Mungkin terdapat perdarahan generalisata pada saluran cerna, orofaring, paru, saluran urogenital, dan pada kasus kasus obsetri, perdarahan vagina mungkin sangat berat. Mikrotrombus dapat menyebabkan lesi kulit, gagal ginjal, gangrene jari-jari tangan atau kaki, atau iskemia serebral (lebih jarang terjadi) DIC biasanya muncul tiba-tiba dan bisa bersifat sangat berat.
Jika keadaan ini terjadi setelah pembedahan atau persalinan, maka permukaan sayatan atau jaringan yang robek bisa mengalami perdarahan hebat dan tidak terkendali. Perdarahan bisa menetap di daerah tempat penyuntikan atau tusukan; perdarahan masif bisa terjadi di dalam otak, saluran pencernaan, kulit. Otot dan rongga tubuh. Bekuan darah di dalam pembuluh darah yang kecil bisa merusak ginjal (kadang sifatnya menetap) sehingga tidak terbentuk air kemih.
5)      Diagnosis
Umumnya ditegakkan berdasarkan gambaran klinik. Umumnya mudak ditegakkan bila terdapat penyakit akut dan berat, berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, sedangkan yang ringak biasanya memerlukan pemeriksaan yang lebih terperinci.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit terutama bila disertai atau pernah menderita salah satu keadaan yang dapat menimbulkan DIC.
6)      Prognosis. Tergantung dari : hebatnya reaksi koagulasi, jumlah perdarahan , dan etiologi.
c.       Purpura Henoch-Schonlein (PHS)
1) Definisi
Henoch-Schonlein purpura (HSP atau anaphylactoid purpura) adalah suatu bentuk peradang (inflamasi) atau vasculitis pada pembuluh darah. Ada banyak kondisi-kondisi berbeda yang dapat menimbulkan vasculitis. Setiap bentuk vasculitis melibatkan pembuluh darah dengan karakteristik tertentu. HSP mempengaruhi pembuluh darah arteri kecil yang disebut kapiler pada kulit dan sering pada ginjal. HSP mengakibatkan ruam kulit (kebanyakan terlihat pada pantat dan di bagian belakang ekstremitas bawah yang dihubungkan dengan radang/inflamasi sendi (arthritis) dan menambah gambaran nyeri pada abdomen.
2)  Penyebab
HSP terjadi paling sering dalam musim semi dan sering mengikuti suatu infeksi/peradangan kerongkongan atau jalan lintasan bernafas. HSP nampak untuk menimbulkan suatu reaksi tidak biasa sistem imun yang adalah sebagai jawaban atas infeksi/peradangan ini (salah satu virus atau bakteri). HSP terjadi paling umum pada anak-anak, tetapi orang dari semua kelompok umur dapat terpengaruh.
3)   Gejala
Secara Sederhana HSP menyebabkan ruam kulit, nyeri abdomen, dan radang sendi (arthritis). Tulang sendi paling sering bengkak dan nyeri pada mata kaki dan lutut. Pasien dengan HSP dapat juga mengalami demam. Radang pada pembuluh darah ginjal dapat menyebabkan protein dan/atau darah dalam air seni. Komplikasi ginjal serius jarang, tetapi dapat terjadi. Gejala pada umumnya bertahan kira-kira suatu bulan. Kambuh jarang, tetapi dapat terjadi.
4)   Prognosis
Ramalan untuk pasien dengan HSP biasanya sempurna. Hampir semua pasien tidak punya permasalahan jangka panjang. Ginjal adalah organ yang paling serius yang dilibatkan manakala dipengaruhi. Jarang, pasien mempunyai kerusakan ginjal jangka panjang yang serius atau suatu bowel abnormal yang disebut intussusception. Beberapa pasien mempunyai gejala kambuh untuk sepasang tahun setelah serangan penyakit.
 Data terbaru menunjukkan HSP pada orang dewasa biasanya lebih berat dibandingkan pada anak-anak. Orang dewasa mempunyai keterlibatan ginjal yang lebih berat dan dapat memerlukan perawatan yang lebih agresif. Hasil  terakhir, bagaimanapun, sangat baik untuk kedua-duanya anak-anak dan orang dewasa.

d.      Hemofilia
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter yang paling sering dijumpai bermanifesatasi sebagai episode perdarhan intermitten. Hemofilia disebabkan mutasi gen faktor VIII atau faktor IX, dikelompokkan sebagai hemofilia A dan hemofilia B. kedua gen tersebut terdapat dalam kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif terkait X. oleh karena itu semua semua anak perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia adalah karier penyakit, dan ank laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang karier memiliki kemungkinan 50% untuk menderit hemofilia. Dapt terjadi wanita homozigot dengan hemofilia tetapi keadaan ini jarang terjadi. Kira-kira 33% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan.
Dua jenis hemofilia yang secara klinis identik adalah :
a)      Hemofilia A atau klasik, yang ditemukan adanya defisiensi atau tidak adanya aktivitas anti hemofilia VIII, dan
b)      Penyakit Cristmas atau hemofilia B yang ditemukan adanya defisiensi  atau tidak adanya aktivitas vaktor IX
Hemofilia dikategorikan  sebagai :
a)      Berat dengan kadar aktivitas faktor kurang dari 1%
b)      Sedang dengan kadar aktifitas faktor antara 1%-5%
c)      Ringan dengan kadar aktivitas faktor 5% atau lebih. Pada kasus ini, perdarahan umumnya berkaitan dengan trauma atau prosedur pembedahan .
Manifestasi klinis meliputi :
a)      perdarahan jaringan lunak, otot, sendi, terutama senndi-sendi yang menopang berat tubuh  (hemartosis)
b)      degenerasi kartilago artikularis disertai gejala-gejala artritis
c)      perdarahan retroperitoneal dan intrakranial yang mengancam jiwa.
Perdarahan dapat terjadi segera atau berjam-jam setelah cedera. Perdarahan akibat pembedahan sering terjadi pada pasien hemofilia, dan segala prosedur pembedahan yang diantisipasi memerlukan penggantian faktor secara agresif sewaktu operasi dan pasca operasi sebanyak lebih dari 50% tingkat aktivitas.
e.       Von Willebrand Disease (VWD)
1) Definisi
Penyakit ini disebut penyakit Von Willebrand karena nama ini adalah nama seorang dokter Finlandia, Erik Von Willebrand, yang pertama kali menguraikan kondisi ini pada 1925. Ia menyadari bahwa penyakit ini tidak sama dengan hemofilia, yang dalam kondisi beratnya jatuh pada laki - laki.
Penyakit Von Willebrand (VWD) adalah kelainan perdarahan yang paling banyak diderita orang. Faktanya, ia bukan penyakit tunggal, tetapi penyakit keluarga.Jenis penyakit ini disebabkan oleh masalah Von Willebrand Factor (VWF). Ini adalah protein dalam darah yang diperlukan untuk pembekuan darah. Gen yang membuat VWF bekerja pada dua jenis sel yaitu :
- Sel endotel yaitu yang melapisi pembuluh darah dan
-  trombosit
Jika tidak terdapat cukup VWF dalam darah, atau tidak bekerja dengan baik, maka dalam proses pembekuan darah memerlukan waktu lebih lama.
Penyakit Von Willebrand adalah penyakit herediter, jika salah satu dari kedua orang tua punya VWD, mereka dapat menurunkan penyakit ini ke anak - anaknya.
2) Insiden
Dokter sekarang berpendapat bahwa VWD dapat mengenai 1 diantara 100 orang. Karena banyak orang - orang ini hanya mengalami perdarahan ringan, maka hanya sejumlah kecil yang tahu bahwa dirinya membawa pernyakit ini. Penyakit Von Willebrand dapat mengenai pria dan wanita. Namun, karena banyak wanita dengan VWD mengalami perdarahan haid yang banyak dan perdarahan lama setelah melahirkan, lebih banyak wanita yang mempunyai gejala dibandingkan pria. Anak - anak juga dapat menderita VWD. Mereka dilahirkan dengan penyakit ini. Hal ini karena vWD adalah kelainan yang diturunkan.
5)   Patogenesis
VWD dapat terjadi pada dua tahap terakhir pada proses pembekuan darah. Pada tahap ke 3, seseorang dapat berkemungkinan tidak memiliki cukup Faktor Von Willebrand (VWF) di dalam darahnya atau faktor tersebut tidak berfungsi secara normal. Akibatnya VWF tidak dapat bertindak sebagai perekat untuk menyangga trombosit di sekitar daerah pembuluh darah yang mengalami kerusakan. Trombosit tidak dapat melapisi dinding pembuluh darah. Pada tahap ke 4, VWF membawa Faktor VIII. Faktor VIII adalah salah satu protein yang dibutuhkan untuk membentuk jaringan yang kuat. Tanpa adanya faktor VIII dalam dalam jumlah yang normal maka proses pembekuan darah akan memakan waktu yang lebih lama.

2.      Penatalaksanaan penyakit-penyakit yang menyebabkan perdarahan.
a.       Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP)
Pengobatan ITP, meliputi :
·         Pada yang ringan hanya dilakukan observasi tanpa pengobatan karena dapat sembuh secara spontan
·         Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum naik, diberikan kortikosteroid
·         Pada trombositopenia akibat Koagulasi Intravaskular Diseminata (DIC) dapat diberikan heparin intravena. Pada pemberian heparin sebaiknya selalu disiapkan antidotumnya yaitu protamin sulfat.
·         Bila keadaan sangat gawat (terjadi perdarahan otak atau saluran cerna), berikan transfusi suspensi trombosit.
b.      Dissemenated Intravascular Coagulation (DIC)
Pengobatan pada DIC, meliputi :
a)      pengobatan terpenting adalah mengobati penyebab yang mendasari, diantaranya  dengan pemberian antibiotika, koreksi pH darah, elektrolit, mengatasi renjatan, dll
b)      Heparin. Dosis sangat bervariasi, umumnya dipakai 1 mg/kgBB dan dilanjutkan dengan infus intravena dengan dosis 1 mg/kgBB/4 jam. Pada pemberian heparin harus diperhatikan benar tidak terdapat suatu tempat yang dapat mengakibatkan perdarahan hebat, misalnya luka, oleh karena heparin akan menghalangi proses hemostatis normal. Apabila setelah pemberian heparin perdarahan bertambah hebat,  maka segera harus diberikan antidotumnya yaitu protamin sulfat intravena dengan dosis yang equivalen dengan heparin yang diberikan. Heparin diberikan sampai proses pembekuan dalam vaskulus berhenti dan penyakit primer dapat diatasi. Biasanya setelah pemberian heparin jumlah trombosit dan faktor pembekuan naik
c)      terapi pengganti. Darah atau packed red cells diberikan untuk mengganti darah yang keluar. Bila dengan pengobatan yang baik, jumlah trombosit tetap rendah dalam waktu sampai seminggu, berarti tetap mungkin terjadi perdarahan terus atau ulangan, sehingga dalam keadaan ini perlu diberikan platelet concentrate
d)     obat penghambat fibrinolitik. Pemakain Epsilon Amino Caproic Acid atau asam traneksamat untuk menghambat fibrinolisis sama sekali tidak boleh dilakukan, karena akan menyebabkan trombosis. Bila perlu sekali, baru boleh diberi sesudah heparin disuntikkan. Lama pengobatan tergantung dari perjalanan penyakit primernya. Bila penyekit primernya dpat diatasi cepat, misalnya komplikasi kehamilan dan sepsis, pengobatan DIC hanya perlu untuk 1-2 hari. Pada keganasan leukemia dan penyalit-penyakit lain dimana pemngobatan tidak efektif, heparin perlu lebih lama diberikan. Pada keadaan ini sebaiknya diberikan heparin subkutan secara berkala. Antikoagilan lain jarang diberikan. Sodium warfarin kadang-kadang menberikan hasil baik
e)      kortikosteroid, umumnya merupakan bagian daripada pengobatan penyakit penyebab.



c.       Purpura Henoch-Schonlein (PHS)
 HSP biasanya suatu penyakit ringan yang sembuh secara spontan, hal itu dapat menyebabkan permasalahan serius dalam perut dan ginjal. Ruam dapat sangat prominen, terutama pada ekstremitas bawah.
 Perawatan HSP diarahkan ke arah area keterlibatan yang paling penting. Nyeri sendi dapat dihilangkan oleh obat antiinflammatory, seperti aspirin atau ibuprofen (Motrin). Beberapa pasien dapat memerlukan pengobatan kelenjar hormon, seperti prednisone, terutama yang dengan penyakit ginjal atau nyeri abdominal. Dengan penyakit ginjal yang lebih berat, cyclophosphamide (Cytoxan) telah digunakan untuk menekan sistem imun. Jika infeksi/peradangan timbul, dapat digunakan antibiotik.
d.      Hemofilia
Pengobatan hemofilia menganjurkan pemberian infus profilaktik yang dimulai pada usia 1-2 pada anak-anakyang mengalami defisiensi berat untuk mencegah penyakit sendi kronis  Intervensi dini pada saat timbul gejala-gejala perdarahan paling awal serta penggantian faktor praoperatif untuk persiapan prosedur pembedahan. Pengobatan ditujukan untuk meningkatkan faktor yang berkurang ke tingkat normal untuk mencegah komplikasi. Pada perdarahan ringan tingkat aktivitas cukup dipertahankan sebanyak 20%-50%. Sedangkan perdarahan berat sebaiknya ditingkatkan mencapai 100 % dan dipertahankan minimal dua minggu.
e.       Von Willebrand Disease (VWD)
Penatalaksanaan tergantung penyakit dasarnya.

G. Analisis Informasi         
Pada kasus, Seorang anak wanita, umur 5 tahun, dibawa ke rumah sakit karena ada bintik-bintik merah di lengan, tungkai dan badan, dan keluar darah dari anusnya, serta tidak disertai demam. Enam hari sebelumnya anak tersebut baru sembuh dari batuk pilek.
Informasi yang tertera pada modul merupakan informasi yang sangat umum, gejala-gejala yang muncul merupakan gejala umum pada penyakit hematologi sehingga pengambilan diagnosis yang pasti merupakan hal yang kurang bijak dan tidak tepat. Oleh karena itu dengan berdasarkan gejala-gejala tersebut, dapat dimunculkan beberapa diagnosis banding yang masih memerlukan tahap-tahap tertentu seperti pemeriksaan penunjang lainnya yang memungkinkan munculnya kausa penyakit dan penegakan diagnosa yang tepat. Diagnosa bandingnya adalah : Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP), Dissemenated Intravascular Coagulation (DIC), Purpura Henoch-Schonlein (PHS), Hemofilia, dan Von Willebrand Disease (VWD)
Berdasarkan gejala-gejala yang dialami oleh penderita dalam pasien, maka dapat dianalisis sebagai berikut:
                              DD
Kata Kunci
ITP
DIC
PHS
Hemofilia
VWD
Anak wanita 5 tahun
+
+
+
+

Bintik-bintik merah di lengan, tungkai, badan
+
+
+
+

Keluar darah dari anus
+
+
+
+

Tidak disertai demam
+
-
-
-

Sembuh dari batuk pilek enam hari sebelumnya
+
-
-
-



Berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien, maka dapat ditetapkan bahwa Differensial Diagnosis utama adalah Idiopatic Trombositopenia Purpura (ITP). Namun, dalam penetapan diagnosis tetap harus dilakukan pemeriksaan penunjang karena manifestasi klinis yang diberikan skenario sangatlah umum.
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis, yaitu pemeriksaan darah tepi. Pada pemeriksaan tersebut dapat ditemukan trombositopenia, retraksi bekuan berkurang atau abnormal, waktu perdarahan memanjang, waktu protrombin (PT) normal, Activated partial tromboplastin time (APTT) normal, dan tes Rumple – Leed (Uji Turniket) positif.

1 komentar: