Laman

Sabtu, 30 Oktober 2010

Bercak Merah pada Kulit

KASUS
Skenario 2 : Bintul-bintul Merah pada Kulit
Seorang anak perempuan berusia 7 tahun dibawa oleh ibunya ke puskesmas karena pada seluruh tubuhnya timbul bintul-bintul merah yang gatal dan muntah-muntah. Timbulnya bintul merah pada kulit anak ini sudah sering terjadi terutama pada musim hujan. Tidak ada demam.
KASUS
Skenario 2 : Bintul-bintul Merah pada Kulit
Seorang anak perempuan berusia 7 tahun dibawa oleh ibunya ke puskesmas karena pada seluruh tubuhnya timbul bintul-bintul merah yang gatal dan muntah-muntah. Timbulnya bintul merah pada kulit anak ini sudah sering terjadi terutama pada musim hujan. Tidak ada demam.

Kata Sulit
Bintul merah (papuloeritema)
Bintul merah adalah  peninggian kulit atau tonjolan kecil superfisial pada kulit yang berbatas tegas dan berwarna merah.

Kata Kunci
  1. Perempuan berusia 7 tahun
  2. Bintul-bintul merah
  3. Gatal
  4. Muntah
  5. Timbul saat musim hujan
  6. Tidak ada demam

Pertanyaan
  1. Bagaimana anatomi dan fisiologi kulit ?
  2. Penyakit apa saja yang memiliki gejala bintul merah pada kulit ?
  3. Apakah jenis reaksi hipersensitif pada skenario di atas ?
  4. Bagaimana patomekanisme terjadinya bintul merah pada kulit ?
  5. Bagaimana perubahan histopatologi jaringan kulit pada reaksi hipersensitif yang menyebabkan bercak merah pada kulit ?
  6. Mengapa disertai dengan muntah ?
  7. Mengapa hanya terjadi pada musim hujan ?
  8. Pemeriksaan apa saja yang diperlukan dalam diagnosis reaksi hipersensitif yang menyebabkan bercak merah pada kulit ?
  9. Bagaimana cara penatalaksanaan reaksi hipersensitif yang menyebabkan bercak merah ?

Jawaban Pertanyaan
1. Anatomi dan fisiologi kulit
 a.  Anatomi Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas 3 lapisa utama yaitu:
1. Lapisan epidermis atau kutikel
2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin )
3. Lapisan subkutis (hipodermis)
Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adannya sel dan jaringan lemak.
1.      Lapisan epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale.
Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan koneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.
Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki.
Stratum spinosum (stratum malphigi) atau disebut pula prickle cell layer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Diantara sel-sel stratum spinosum terdapat jembatan-jembatan antar sel (intercellular bridges) yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel langerhans. Sel-sel stranum spinosum mengandung banyak glikogen.
Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus ( kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade) lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antar sel serta sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes).        
2.      Lapisan dermis
Lapisan dermis adalah lapiasan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen cellular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah serta pars retikulare, yaitu bagian dibawahnya yang menonjol kearah subkutan, bagian ini tediri atas serabut-serabut penunjangn misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin suflat, dibagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas, membentuk ikatan (bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis.
3.      Lapisan subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan otot longgar, berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah.
Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipsahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokalisasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan.
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 Pleksus, yaitu Pleksus yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superfisial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening.
Adneksa Kulit
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut, dan kuku. Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis dan terdiri atas kelenjar keringat (Glandula sudorifera) dan kelenjar palit (glandula sebasea). Kuku adalah bagian terminal lapisan tanduk (stratum korneum) yang menebal. Dan kemudian rambut terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit (akar rambut) dan bagian yang berada di luar kulit (batang rambut).

b. Fisiologi Kulit
Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba, hidup, dan menjamin kelangsungan hidup. Kulitpun menyokong penampilan dan kepribadian seseorang. Dengan demikian kulit pada manusia memepunyai peranan yang sangat penting, selain fungsi utama yang menjamin kelengsungan hidup juga mempunyai arti lain yaitu estetik, ras, indicator sistemik, dan sarana komunikasi non verbal antara individu satu dengan yang lain.
Fungsi utama kulit ialah proteksi, absorbsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh(termoregulasi), pembentukan pigmen, pembentukan mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; ganguan kimiawi, misalnya zat-zat kimia vitamin D, dan keratinisasi.
  1. Fungsi proteksi.
Kulit menjaga bagian dalam tubuh tubuh terhadap gangguan fisis atau utama yang bersifat iritan, contohnya lisol, karbol, asam dan alkalikuat lainnya; gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan, sinar ultraviolet; gangguan infeksi luar terutama kuman atau bakteri mauun jamur. Hal  tersebut dimugkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit, dan serabut-serabut jaringan penunjang yang berperan sebagai pelindung gangguan fisis.
Melanosit terus berperan dalam melindungi kulit terhadap pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeable tehadap berbagai zat kimia dan air, disamping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat-zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit ini mugki terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum, keasaman kulit menyebabkan pH kulit berkisar pada pH 5-6,5 sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadapinfeksi bakteri maupun jamur. Proses keratinisasi juga berperan sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel-sel mati melepaskan diri secara teratur.
2. Fungsi absorpsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap begitupun yang larut lemak. Permebilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antarsel, menembus sel-sel epidermis ata melalui muara saluran kelenjar; tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui kelenjar
3.  Fungsi ekskresi
 Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, dan amoniak. Kelenjar lemak pada fetus atas pengaruh hormone androgen dari ibunya memproduksi sebum, untuk melindungi kulitnya tehadap cairan amnion, pada waktu lahir dijumpai sebagai vernix caseosa. Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan sebum ini selain meminyaki kulit juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produk kelenjar lemak dan keringat di kulit menyebabkan keasaman kulit pada pH 5-6,5.
4. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis. Badan taktil meissner terletak di papilla dermis berperan terhadap perabaan, demikian pula badan merkel ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan vater paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah erotik.
 5. Fungsi pengaturan
Suhu tubuh (termoregulasi), kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus vaskuler dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi biasanya dinding pembuluh darah belum terbentuk sempurna sehingga terjadi ekstravasasi cairan karena itu kulit bayi tampak lebih edematosa karena lebih banyak mengandung air dan Na.

6.  Fungsi pembentukan pigmen
Melanosit terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal; melanosit adalah 10:1. Jumlah melanosit serta besarnya butiran pigmen (melanosomast) menentukan warna kulit, ras maupun individu. Pada pulasan He sel ini jernih berbentuk bulat dan merupakan sel dendrite, disebut pla sebagai clear cell. Melanosum dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan O2. Pajanan terhadap sinar matahari mempengaruhi produksi melanosum. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrite sedangkan ke lapisan kulit dibawahnya dibawa oleh sel melanofa (melanoform). Warna kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan juga tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi H dan karoten.
7.  Fungsi keratinasi
Lapisan epidedrmis dewasa mempunyai tiga jenis sel utama yaitu keratinosit, sel langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan pembelahan, sl basal yang lai akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum makn ke atas sel menjadi makin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus-menerus seumur hidup, dan sampai sekarang belum sepenuhnya dimengerti. Matoltsy berpendapat mungkin keratinosit melalui proses sintesis dan degradasi menjadi lapisan tanduk. Proses ni berlangsung normal selama kira-kira 14-21 hari, dan memberikan perlindungan kulit tehadap infeksi secara mekanis dan fisiologik.

  1. Fungsi pembentukan vitamin D
Fungsi tersebut dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol  dengan pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan hidup akan vitamin D tidak cukup hanya dari hal tersebut, sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan. Pada manusia kulit dapat pula mengekspreikan emosi karena adanya pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit.

2. Penyakit yang memiliki gejala bintul merah pada kulit, yaitu :
a. Urtikatia
b. Dermatitis Kontak Alergi
c. Dermatitis Atopi

3.  Jenis reaksi hipersensitif pada skenario di atas adalah reaksi hipersensitif tipe 1 atau reaksi anafilaksis yang diperantarai  oleh Ig E.
Reaksi tipe I adalah reaksi imunologik yang cepat yang terjadi dalam beberapa menit sesudah kombinasi antigen dan antibody yang melekat pada sel mast atau basofil pada individu yang sebelumnya telah disensitasi dengan antigen. Antibody yang berperan pada reaksi tipe I adalah Ig E. Reaksi tipe I bisa sistemik, bisa pula terjadi secara lokal.
Reaksi sistemik biasanya terjadi sesudah pemberian antigen secara parental. Antigen itu bisa protein asing misalnya antisera, hormon, enzymes, polysacharides atau obat-obatan misalnya penicillin. Beratnya reaksi tergantung pada derajat sensitasi orang yang menerima antigen tersebut. Dosis yang dapat menyebabkan shok bisa kecil sekali, misalnya saja pada saat melakukan skin test. Dalam beberapa menit bisa sesak napas, edema laring, tekanan darah turun dan akhirnya meninggal.
Reaksi lokal biasanya disebut atopik allergy. Diperkirakan 10 % dari penduduk menderita atopik alergy dan pada mereka yang menderita ini terdapat riwayat keluarga yang menderita kurang lebih 50 %, walaupun dasar predisposisi keluarga tidak jelas. Pada penderita atopik alergy, Ig E serum lebih tinggi dibandingkan denga orang normal. Reaksi lokal biasanya berupa alergi kulit, rhinitis, conyunctivitis, asthma bronchiale dan gastro enteritis dan alergens biasanya berupa serbuk bunga, bulu binatang, debu rumah, ikan dan sebagainya.
Reaksi lokal ini umumnya berjalan dengan 2 phase. Phase permulaan terjadi vaso delatasi kebocoran pembuluh darah ”vascular leakge” dan tergantung pada lokasi reaksi bisa terjadi kontraksi otot polos atau sekresi kelenjar. Keadaan ini biasanya muncul 15-30 menit sesudah kontak dengan alergens dan biasanya menghilang sesudah 60 menit. Pada phase berikutnya terjadi 2-8 jam sesudah kontak antigen dan tidak perlu lagi kontak baru dengan antigen dan phase ini bisa berjalan beberapa jam, dimana terjadi infiltrasi eosinophyl, basofil, dan monosit yang lebih padat dan bisa terjadi kerusakan jaringan berupa kerusakan epitel mukosa. Fase kedua ini bisa berlangsung beberapa hari.
   

4.  Patomekanisme terjadinya bintul merah pada kulit.
Patomekanisme terjadinya bintul merah pada kulit dapat dijelaskan dengan respon imun  yang melibatkan peranan limfosit, langerhans epidermal, eosinofil, dan IgE secara global. Leung (1996) menyatakan mekanisme timbulnya reaksi radang tergantung pada IgE sudah terpapar  dengan alergen, sel mast yang permuakaannya mengandung IgE akan mengeluarkan beberapa mediator, sitokin, dan faktor kemotaktik leukosit (immediate reaction) setelah itu timbul late cphase reaction (LPR) yang juga dipengaruhi oleh IgE dan ditandai dengan timbulnya beberapa molekul adhesi pada endotel pembuluh darah sehingga menimbulkan infiltrat sel eosinofil, netrofil, sel mononuklear ke jaringan setempat  yang akan menimbulkan reaksi radang IL-1 dan TNF-a berperan timbulnya molekul ELAM-1, ICAM-1, dan VCAM-1 sehingga terjadinya infiltrasi sel leukosit ke jaringan yang meradang tersebur, sehingga  mengakibatkan  bertambahnya sel radang  di tempat tersebut. Selain itu, didapatkan pula adanya korelasi peningkatan jumlah  VCAM-1 dengan jumlah sel eosinofil termasuk MBP, EPO, ECP dan disimpulkan bahwa  ekspresi VCAM-1 akan meningkatkan pengumpulan dan infiltrat sel-sel eosinofil ke tempat radang , sehingga memperburuk lesi dermatitis atopik. Ekspresi molekul adhesi ini dapat dihambat oleh antibodi IL-1 dan TNF-a akan meningkatkan jumlah sel-sel radang ke tempat terjadinya radang.
Terjadinya kelainan kulit pada dermatitis atopik juga ditentukan  oleh adanya trauma pada kulit. Trauma makanis  pada keratinosit menyebabkan dikeluarkannya sitokin yang dapat menginduksi peradangan melalui pelepasan IL-1, TNF-a, dan IL-4. Sitokin  tersebut selanjutnya menginduksi  molekul adhesi  (misalnya ELAM-1, ICAM-1 dan VCAM-1) yang menyebabkan limfosit, makrofag, dan eosinofil masuk ke dalam peradangan kulit.
Faktor pelepasan histamin ditemukan untuk mengaktivasi basofil melalui peningkatan IgE. Jadi penderita yang hipersensitif terhadap makanan dan terpajan untuk memproduksi antigen sitokin (faktor pelepasan histamin) interaksi dengan IgE akan mengikat pada permukaan basofil dan menyebabkan terjadinya pelepasan histamin. Proses inflamasi terjadi saat mediator histamin dilepaskan ketika antigen memasuki area kulit yang spesifik. Secara lokal, histamin yang dilepaskan akan menimbulkan vasodilatasi yang menginduksi timbulnya kemerahan dan peningkatan permeabilitas kapiler setempat sehingga dalam beberapa menit kemudian akan terjadi pembengkakan pada area yang berbatas jelas.
Histamine yang ada dalam tubuh berasal dari mastosit dan basofil. Aktifitas histamine terjadi bila histamine berikatan dengan reseptor pada target cell. Histamine dapat menyebabkan sel endothel memproduksi relaksan otot polos seperti prostasiklin dan oxida nitrat yang mengakibatkan vasodilatasi. Aktivitas histamine ini juga menimbulkan edema, flushing, dan pruritus sebagai triple response of lewis. Histamine juga menarik eosinofil dan neutrofil ke arah tertentu (chemotaksis). Pelepasan neutrofil yang keluar dari pembuluh darah menuju ke jaringan yang mengalami inflamasi mengakibatkan terjadinya edema oleh neutrofil yang dipusatkan pada lokasi inflamasi. Histamine ini juga bersifat gatal sehingga bercak merah yang dialami penderita juga diiringi oleh sensasi pruritus. Histamin tersebut merangsang sel-sel saraf pada kulit sehingga menimbulkan rasa gatal.

5.Perubahan histopatologis jaringan kulit pada reaksi hipersensitif yang menyebabkan bercak merah pada kulit.
Perubahan histologi sangat bergantung pada sifat kimiawi dan konsentrasi iritan, tipe dan lama paparan, beratnya respons dan waktu pengambilan sampel. Dermatitis kontak adalah respons peradangan pada kulit yang ditandai oleh infiltrasi sel mononuklear (epidermal dan perivaskuler dermal), spongiosis dan hiperplasia akibat antigen atau iritan.
Perubahan epidermis
Reaksi akut ringan sampai sedang akibat sebagian besar iritan ditandai oleh spongiosis, vakuolasi intrasitoplasmik dan piknosis inti sel. Pada umumnya spongiosis kurang nyata dibanding yang ditemukan pada DKA, tetapi sangat tinggi perubahan vesikular akibat iritasi seperti croton oil. Dengan iritasi yang lebih berat, terjadi nekrosis atau sitolisis sel epidermis, menyebabkan vesikel dan bula intra atau subepidermis. Perubahan demikian terutama dijumpai pada iritan seperti kontraridin dan trikloetilen. Parakeratosis merupakan gambaran umum pada reaksi akut akibat natrium lauril sulfa (SLS).
Elektron mikroskopi memberikan informasi tambahan pada sifat kerusakan sel sesudah paparan akut berbagai iritan. Perubahan ultrastruktural meliputi : kerusakan membran sel dan organel, akumulasi lipid, perubahan filamen keratin dan modifikasi stratum korneum. Dermatitis kontak iritan atau kumulatif berbeda dari reaksi akut, didominasi hiperkeratosis dengan daerah parakeratosis, akantosis sedang sampai nyata dan elongasi reteridges.
Kerusakan dan / atau degenerasi kolagen lazimnya ditemukan pada reaksi iritan, dan edema sudah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Sejumlah iritan menginduksi timbulnya perubahan lebih spesifik terhadap sel dermis, contohnya DMSO bekerja sebagai degrnulator mastosit yang efektif. Selain itu pelarut organik yng terutama berdampak pada pembuluh darah, mengakibatkan dilatasi kapiler dan hiperemia.

6. Timbulnya bercak-bercak merah disertai dengan muntah karena pada reaksi tersebut terbentuk histamin. Muntah dapat dirangsang melalui sistem vestibuler yang dirangsang oleh reseptor histamin H1. Histamin dengan reseptor H1 menyebabkan kontraksi otot polos pada usus sehingga menimbulkan hiperperistaltik usus. Kontraksi otot polos tersebut merangsang pengeluaran isi lambung sehingga menyebabkan terjadinya muntah.

7. Bercak-bercak merah tersebut hanya terjadi pada musim hujan karena penyakit ini terjadi akibat adanya alergen berupa suhu yang dingin dan keadaan lingkungan yang seperti ini dapat terjadi pada musim hujan. Udara dingin tersebut dihubungkan dengan peningkatan kadar histamin dalam plasma darah. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya gejala-gejala klinis berupa edema, eritema, dan pruritus.

8. Pemeriksaan yang diperlukan dalam diagnosis reaksi hipersensitif yang menyebabkan bercak merah pada kulit.
Pemeriksaan pembantu yang dilakukan adalah pemeriksaan patch test (uji tempel) dan test DMG (dimetilglioksim). Patch test bertujuan untuk mencani tahu dan membuktikan penyebab penyakit. Untuk itu perlu adanya hubungan antara riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan. Ada tiga jenis patch test yang dilaksanakan, yaitu patch test tertutup, patch test terbuka, dan photo patch test. Biasanya, yang dimaksud dengan patch test adalah patch test tertutup. Indikasi test ini adalah penyakit yang penyebabnya belum jelas atau masih dicurigai. Kontra indikasi test ini adalah dermatitis yang masih aktif
Teknik patch test yang dilakukan adalah bahan yang ditest ditempelkan pada kulit normal, kemudian ditutup selama dua hari. Setelah dua hari, penutup dilepas dan dibiarkan selama 15 sampai 25 menit, lalu dibaca kelainan-kelainan yang ada. Pada tempat itu mungkin terjadi eritema, udema, papula, vesikula, dan kadang-kadang bisa terjadi bula dan nekrosis.
   Pembacaan patch test menurut Fisher adalah:
0 : tidak ada reaksi
+ : eritema
++ : eritema dan papula
+++ : eritema, papula dan vesikula
++++ : udema yang jelas dan vesikula.
Test DMG (percobaan bercorak dimetilglioksim) ditemukan oleh Fleigl. Cara test ini adalah beberapa tetes dan 1% larutan alkohol dan DMG ditambah dengan beberapa tetes larutan amonia. Larutan ini diteteskan pada logam dan kulit akan menghasilkan warna strawberry red dan garam yang tidak larut jika ada logam nikel. Test ini berguna khusus untuk mengetahui apakah penyebab dermatitis itu logam yang mengandung nikel.

9. Cara penatalaksanaan reaksi hipersensitif yang menyebabkan bercak merah.
Penanganan penyakit kulit dengan reaksi hipersensitif yang menyebabkan bercak merah memerlukan pendekatan secara sistemik dan multidimensi oleh karena factor penyebab  yang tidak diketahui dengan pasti. Untuk itu diperlukan tindakan untuk menghindari alergen dan pengobatan dengan medikamentosa.
a.   Menghindari alergen
Prioritas utama pengobatan penyakit kulit adalah eliminasi dari bahan-bahan penyebab, bahan pencetus atau antigen, yang sebenarnya lebih muda diucapkan daripada dilakukan. Menghindari alergen penyebab seharusnya akan menyelesaikan masalah.
b.   Medikamentosa
1)   Kekeringan kulit
 Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan menghidrasi kulit berupa mandi atau berendam 2-3 kali sehari dengan air hangat yang dicampur dengan minyal selama paling sedikit 20 menithidrasi dengan mandi air hangat dan balut basah dimaksudkan untuk dapat meningkatkan penetrasi kortikosteroid topical di daerah transepidermal. Cara balut basah ini dianjurkan untuk  penyakit kulit yang berat atau kronik sebagai perawatan kulit kemudian diikuti dengan penggunaan emolien/minyak oklusif, ini efektif dalam membantu mempersiapkan perbaikan kembali barier dari stratum korneum dan mengurangi keperluan steroid topical. Akan tetapi kadang-kadang pula emolien eklusif ini tidak disukai karena mempengaruhi fungsi kelenjar keringat dan dapat menyebabkan perkembangan follikulitis. Menghindari pengguanaan berbagai bahan yang dapat menyebabkan iritasi kulit terutama oleh karena kulit penderita selalu dalam keadaan kering. Bahan yang dimaksudkan aeperti deterjen yang kuat, bahan pewangi, bahan pemutih pakaian.
2).  Inflamasi
Kortikosteroid topical merupakan pilihan utama untuk mengurangi inflamasi papa penderita DA. Pengguanaan steroid topical, suatu bahan yang bekerja dan bersifat anti-inflamasi merupakan dasar terapi untuk pengobatan lesi-lesi eksematous. Akan tetapi dalam penggunaannya akan tergantung pada lokasi dan keadaan lesi kulit serta aman untuk digunakan sehinggga penderita harus diinstruksi secara hati-hati untuk menghindari potensi efek samping, terutama potensi kuat harus dihindarkan dari wajah, genitalia dan daerah intertrigo dan secara umum preparat potensi ringan yang direkomendasikan pada daerah ini. Oleh karena itu untuk penggunaan steroid topikal ini hanya ditekankan hanya pada lesi DA saja sedangkan pada kulit yang tidak terlibat  cukup dengan emolien untuk menghindari kulit kering dan proses inflamasi. Kegagalan kadang-kadang terjadi oleh karena tidak adequatnya pemberian glukokortikoid ini. Ada 7 golongan kortikosteroid berdasarkan potensinya ynag tentu sajamempunyai efek samping yang berbeda pada penggunaaannya. Terutama jika digunakan dalam jangka panjang. Untuk potensi yang sangat kuat maka hanya digunakan untuk waktu yang sangat singkat dan hanya pada lokasi yang mengalami likenifikasi berat, tidak untuk wajah  dan daerah lipatan. Sehingga untuk maintanancenya  digunakan potensi rendah emolien untuk mencapai hidrasi kulit. Steroid untuk potensi sedang dapat digunakan untuk periode yang lebih lama. Dan ditujukan penggunaannya untuk lesi di badan dan ekstremitas. Jangan menggunakan sediaan berbentuk gel dengan basys propylene glycol karena akan menyebabkan iritasi sebab penggunaannya mengakibatkan kekeringan kulit, sedangkan penggunaannya hanya terbatas kepala dan pada daerah rambut. Beberapa kortikosteroid topikla yang baru dianggap mamapu untuk menghambat  migrasi eosinofil ke jaringan inflamasi dan mengahambat fungsi sel T dalam mengatur sitokin yang mempengaruhi eosinofil sehingga akan memblok reaksi hipersensitivitas yang ada pada DA. Kotikosteroid sistemik juga dapat dipertimbangkan penggunaannya sebagai pilihan terakhir bila mengenai mukosa dan pada tipe dewasa dengan kasus eksaserbasi yang berat serta tidak berhasil dengan topikal, akan tetapi sangat jarang digunakan pada tipe bayi dan anak oleh karena efek sampingnya dan reaksi rebound bila penggunaannya dihentikan
3). Mengurangi pruritus
 Pengobatan pruritus DA secara primer  harus ditujukan lsngsung pada penyebabnya. Mengurangi inflamasi pada kulit dan kekeringannya dengan topikal kortikosteroid dan hidrasi kulit sering kali secara simptomatik juga akan mengurangi pruritus. Anti histamin sistemik secara primer bekerja dengan membloking reseptor H1 di dermis dan menempati reseptor itu secara kompetitif sehingga mengurangi gatal yang timbul oleh pelepasan histamin. Anti histamin yang sering digunakan adalah antihistamin klasik dengan efek sedatif antihistamin yang non sedatif
Pruritus ini biasanya lebih berat pada malam hari, sehinggga antihistamin dengan efek sedatif akan sangat membantu bila digunakan pada saat tidur. Efek pemblokiran oleh antihistamin H1 dan H2 dapat diperoleh dengan menggunakan dosis oral 10-75 mg pada malam hari atau >75 mg 2 kali sehari pada penderita dewasa.
Bila pada lesi timbul papel eritem urtikaria dengan pruritus yang sangat berat biasanya menghilang dalam 1-2 jam. Papel akan bersatu membentukurtikaria kolinergik. Pengobatan antikolinergik dapat menolong pada anak dan diberikan oxyphecylamine 5-10 mg diberikan 2-3 kali /hari efektif untuk mengurangi pruritus

Tujuan Pembelajaran Selanjutnya
  1. Mengetahui lebih dalam mengenai mekanisme terjadinya eritema.
  2. Mengetahui mekanisme terjadinya bintul-bintul merah akibat suhu dingin.

Informasi Baru
1.  Akhir serabut saraf di dermis dipersarafi oleh neuron aferen menuju susunan saraf pusat. Rangsangan yang bersifat mekanik terutama dihantarkan oleh serabut saraf bermielin tipe A sedangkan stimulasi nyeri akan diterima nosiseptor dan dihantarkan melalui serabut saraf tidak bermielin tipe C. Hantaran serabut saraf tipe C ini relatif lebih lambat dibandingkan serabut saraf tipe A. Antidromic stimulation sebut saraf tipe C ini yang berperan dalam terbentuknya eritema pada penyakit kulit seperti yang terlihat dalam triple response dari Lewis. Saat ini terdapat bukti-bukti bahwa proses tersebut diperantarai oleh pelepasan neuropeptida dari akhiran saraf  dibandingkan akibat pengaruh histamin.
2.  Pengaruh lingkungan semakin mempunyai peran pada sebagian penderita urtikaria kronik, dan mungkin yang paling sering adalah udara dingin. Urtikaria dingin khususnya menyerang orang dewasa muda dan dapat timbul bila udara menjadi sedikit dingin. Pada beberapa orang, urtikaria timbul karena turunnya suhu kulit, tetapi timbulnya urtikaria umumnya memerlukan pemanasan kembali. Urtikaria dingin dihubungkan dengan kadar histamin plasma yang meningkat, (misalnya darah dalam vena dari ekstremitasd yang kedinginan), dan dapat menyebabakan sakit kepala serta hipotensi. Efek ini kadang-kadang mengakibatkan bencana jika orang yang terserang pingsan waktu berenang dan kemudian tenggelam. Urtikaria dapat juga ditimbulkan oleh pemanasan lokal, lesi timbul langsung pada beberapa orang dan pada orang lain timbul lambat, dalam beberapa jam. Pemanasan tubuh total dapat juga memeperburuk pruritus dan lepuh akibat penyebab lainnya. Selain itu, urtikaria kolinergik adalah keadaan klinis yang nyata, di mana pengerahan tenaga fisik, ketegangan emosi, dan lingkungan yang panas menimbulkan banyak sekali pembengkakan kecil masing-masing dikelilingi oleh pinggir kemerahan yang lebar. Orang yang terserang bisanya menunjukkan luasnya lepuh atau eritematosa yang tidak normal terhadap metakolin intradermal, walaupun makna patogenetik dari reaktivitas ini tetap tidak jelas. Pembentukan urtikaria lokal atau angiodema dapat juga terjadi setelah terpapar oleh tekanan yang terus menerus, berbagai tipe panjang gelombang cahaya, atau rangsang getaran. Beberapa getaran yang jarang terjadi ini kelihatannya bersifat familial. Selain itu, pada urtikaria tertentu yang disebabkan oleh panas, cahaya atau dingin, reaktivitas spesifik lokal dapat juga ditimbulkan pada orang normal dengan memindahkan IgE serum orang yang terserang.



Klasifikasi Informasi
1.      Mekanisme terjadinya eritema pada penyakit kulit diperantarai oleh neuropeptida yang dihasilkan pada ujung saraf tidak bermielin tipe C.
2.      Alergen berupa dingin dapat memicu degranulasi sel mast secara spontan sehingga menyebabkan tingginya kadar histamin dalam plasma darah. Akibatnya timbul gejala-gejala klinis berupa edema, eritema, dan pruritus.

Analisis dan Sintesis Masalah
Berdasarkan patomekanisme dan gejala klinis dari penyakit-penyakit yang menjadi differensial diagnosis maka dapat diketahui bahwa pasien tersebut menderita penyakit Urtikaria Dingin (Cold Urtikaria). Hal itu sesuai dengan gejala yang dialami oleh pasien tersebut dalam skenario, yaitu pasien menderita bintul-bintul merah pada seluruh badannya yang disertai rasa pruritus (gatal) yang dialaminya saat musim hujan tiba. Gejala yang dialami oleh pasien tersebut sesuai dengan gejala klinis pada penyakit Urtikaria Dingin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar