Laman

Sabtu, 30 Oktober 2010

Kegemukan

Skenario
Seorang pria umur 44 tahun, datang ke dokter untuk pemeriksaan kesehatan rutin. Dari anamnesis diketahui bahwa ibu dari pria tersebut menderit diabetes, ia tidak merokok, Pemeriksaan fisis TB = 160 cm, BB = 78 kg, LP = 95 cm,  TD = 150/95 mmHg. Pemeriksaan lain dalam batas normal.
Setelah diperiksa laboratorium didapatkan hasil sebagai berikut :
GDP = 110 mg/dl, kolesterol total = 280 mg/dl, LDL-kol = 180 mg/dl, HDL-kol = 32 mg/dl, asam urat = 9 mg/dl, lain-lain dalam batas normal.
Skenario
Seorang pria umur 44 tahun, datang ke dokter untuk pemeriksaan kesehatan rutin. Dari anamnesis diketahui bahwa ibu dari pria tersebut menderit diabetes, ia tidak merokok, Pemeriksaan fisis TB = 160 cm, BB = 78 kg, LP = 95 cm,  TD = 150/95 mmHg. Pemeriksaan lain dalam batas normal.
Setelah diperiksa laboratorium didapatkan hasil sebagai berikut :
GDP = 110 mg/dl, kolesterol total = 280 mg/dl, LDL-kol = 180 mg/dl, HDL-kol = 32 mg/dl, asam urat = 9 mg/dl, lain-lain dalam batas normal.

A.    Kata Kunci
  1. Pria 44 tahun
  2. Ibu menderita diabetes
  3. Tidak merokok
  4. Pemeriksaan fisis :

a.       TB = 160 cm
b.      BB = 78 kg
c.       LP = 95 cm
d.      TD = 150/95 mmHg

  1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium :
a.       GDP = 110 mg/dl
b.      Kol. tot. = 280 mg/dl
c.       LDL-kol = 180 mg/dl
d.      HDL-kol = 32 mg/dl
e.       Asam urat = 9 mg/dl
B.     Klarifikasi Kata Sulit
1.      IMT =  =  = 30,4  kg/m2 
Dari nilai IMT (Indeks Massa Tubuh ) tersebut, dapat disimpulkan bahwa pria tersebut obesitas II  karena nilai IMTnya lebih dari 30 kg/m2 sesuai klasifikasi WHO.
2.      BBI = (TB–100) – (10 % (TB–100)) = 60 – 6 =  54 kg
Dari nilai BBI (Berat Badan Ideal) tersebut, dapat disimpulkan bahwa pria tersebut memiliki kelebihan berat badan sebesar 24 kg.
3.      LP (Lingkar Pinggang) normal pada laki-laki adalah  90 cm. Dari nilai LP pria tersebut, yaitu  95 cm maka dapat disimpulkan bahwa LP pria tersebut lebih besar dari pada pria normal.
4.      TD (Tekanan Darah)  normal adalah 140/90 mmHg. Dari TD pria tersebut, yakni 150/95 mmHg maka dapat disimpulkan bahwa pria tersebut hipertensi.
5.      Nilai rujukan untuk pemeriksaan Laboratorium berdasarkan interpretasi berdasarkan NCEP-ATP III 2001.
Tes
Sampel
Bukan DM
Belum pasti DM
DM
GDS
    Plasma vena
 Darah kapiler
< 100
<  90
100 – 199
90 – 199
≥200
≥200
GDP
 Plasma vena
 Darah kapiler
< 100
<  90
100 – 125
90 – 109
≥126
≥110
GD2PP
 Plasma vena
 Darah kapiler
< 140
< 120
140 – 200
120 - 200
>200
>200
    
    
Berdasarkan nilai rujukan diatas maka kadar GDP pria tersebut belum pasti DM (GDPT/Gula Darah Puasa Terganggu)
6.      Nilai Rujukan untuk Kolesterol total
Total kolesterol

Interpretasi
< 200 mg/dl

Desirable
200 – 239 mg/dl

Borderline
> 240 mg/dl

High







Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kadar kolesterol total pria tersebut tinggi.
7.      Nilai Rujukan untuk LDL – Kolesterol :
LDL kolesterol
Interpretasi
< 100 mg/dl
Optimal
100 – 129 mg/dl
Near optimal
130 – 159 mg/dl
Borderline
160 – 189 mg/dl
High
> 190 mg/dl
Very high

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kadar LDL-kolesterol pria tersebut tinggi.

8.      Nilai Rujukan untuk HDL – Kolesterol :
HDL kolesterol
Interpretasi
< 40 mg/dl
Low
> 60  mg/dl
High

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kadar HDL-kolesterol pria tersebut rendah.
9.      Nilai Asam Urat Normal adalah 3,5 – 6 mg/dl. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa pria tersebut memiliki kadar asam urat tinggi atau hiperurisemia.
Dari seluruh hasil interpretasi tersebut dapat disimpulkan bahwa pria tersebut mengalami dislipidemia. Dislipidemia adalah gangguan metabolisme lemak sehingga kadar kolesterol total dan trigliserida meningkat, kadar LDL-kolestrol kecil padat meningkat, serta kadar HDL-kolesterol menurun.

C.    Pertanyaan
1.      Bagaimana metabolisme lemak yang terjadi dalam tubuh?
2.      Hormon apa saja yang berperan dalam regulasi berat badan?
3.      Bagaimana mekanisme peningkatan berat badan?
4.      Organ-organ tubuh apa sajakah yang berperan dalam proses regulasi berat badan?
5.      Jelaskan peranan dari faktor genetik dan lingkungan terhadap terjadinya penyakit penyebab peningkatan berat badan?
6.      Bagaimana hubungan peningkatan berat badan dengan hipertensi?
7.      Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan peningkatan BB?
8.      Tata cara pemeriksaan untuk mendiagnosis obesitas
9.      Apakah Differensial Diagnosis pada kasus ini?
D.    Jawaban
1.      Metabolisme lemak dalam tubuh, yaitu
Makanan berlemak yang kita makan terdiri dari trigliserid dan kolesterol. Selain kolestrol yang berasal dari makanan, dalam usus juga terdapat kolesterol dari hati yang dieksresi bersama empedu ke usus halus. Baik lemak di usus halus yang berasal dari makanan maupun dari hati disebut lemak eksogen. Trigliserid dan kolesterol ini akan diserap ke dalam enterosit usus halus. Trigliserid diserap dalam bentuk asam lemak bebas dan kolestrol dalam bentuk kolesterol. Selanjutnya di usus, asam lemak bebas akan diubah kembali menjadi trigliserid dan kolesterol mengalami esterifikasi menjadi kolesterol ester.  Trigliserid dan kolesterol ester kemudian akan bergabung dengan fosfolipid dan apolipoprotein menjadi lipoprotein yang dikenal sebagai kilomikron.
Kilomikron kemudian akan masuk ke saluran limfe dan melalui duktis torasikus akan masuk ke sirkulasi darah. Trigliserid dalam kilomikron kemudian mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase yang berasal dari endotel yang diaktivasi oleh apoprotein C-II yang dikandung oleh kilomikron dan VLDL menjadi FFA. FFA ini akan disimpan kembali sebagai trigliserid dalam jaringan adiposa, tetapi apabila terdapat dalam jumlah banyak akan menjadi dibawa ke hati untuk pembentukan trigliserid hati. Kilomikron yang telah kehilangan sebagian besar trigliserid dan mengandung banyak kolesterol ester disebut kilomikron remnant dan akan dibawa ke hati. 
                        
2.      Hormon-hormon apa saja yang berperan dalam regulasi berat badan, yaitu:
a.       Hormon insulin
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino yang dihasilkan oleh sel beta pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (prekursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, dengan bantuan peptidase, proinsulin diuraikanlagi menjadi insulin dan peptida-C (C-Peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersama-sama melalui membran sel.
Insulin berperan penting dalam berbagai proses biologis dalam tubuh terutama menyangkut metabolisme karbohidrat Hormon ini berfungsi dalam proses utilisasi glukosa pada hampir seluruh jaringan tubuh terutama pada otot, lemak, dan hepar. Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate) yang terdapat pada membran sel. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam signal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa dalam sel otot dan lemak, dengan mekanisme yang belum begitu jelas. Bebera hal diketahui, diantaranya meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glukosa transporter-4) pada membran sel karena proses translokasi GLUT-4 dari dalm sel diaktivasi oleh adanya transduksi signal. Regulasi glukosa tidak hanya ditentukan oleh metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar. Untuk mendapatkan metabolisme glukosa yang normal diperlukan mekanisme sekresi insulin disertai aksi insulin yang berlangsung normal.


b.      Hormon Tiroid
Kelenjar thyroid mensekresi dua jenis hormon, yaitu tiroksin (T4), mencapai 90 % dari seluruh sekresi kelenjar thyroid dan tri-iodotironin (T3) disekresi dalam jumlah kecil. Jika TSH mengikat reseptor sel folikel, maka akan mengakibatkan terjadinya sintesis dan sekresi tiroglobulin yang mengandung asam amino tirosin, ke dalam lumen folikel.
Iodium yang tertelan bersama makanan dibawa aliran darah dalam bentuk ion iodida menuju kelenjar thyroid. Sel-sel folikuler memisahkan iodida dari darah dan mengubahnya menjadi molekul unsur iodium. Molekul iodium bereaksi dengan tirosin dalam tiroglobulin untuk membentuk molekul monoiodotirosin dan diiodotirosin, dua molekul diiodotirosin membentuk T4 sedangkan satu molekul monoiodotirosin dan satu molekul diiodotirosin membentuk T3. Sejumlah besar T3 dan T4 disimpan dalam bentuk tiroglobulin selama berminggu-minggu. Saat hormon thyroid akan dilepas di bawah pengaruh TSH, enzim proteolitik memisahkan hormon dari tiroglobulin. Hormon berdifusi dari lumen folikel melalui sel-sel folikular dan masuk ke sirkulasi darh. Sebagian besar hormon thyorid yang bersirkulasi bergabung dengan protein plasma.
Hormon thyroid meningkatkan laju metabolisme hampir semua sel tubuh. Hormon ini menstimulasi konsumsi oksigen dan memperbesar pengeluaran energi terutama dalam bentuk panas. Pertumbuhan dan maturasi normal tulang gigi, jaringan ikat, dan jaringan saraf bergantungpada hormon-hormon thyroid. Fungsi thyroid diatur oleh hormon perangsang thyroid (TSH) hipofisis, di bawah kendali hormon pelepas tirotropin (TRH) hipotalamus melalui sistem umpan balik hipofisis-hipotalamus. Faktor utama yang mempengaruhi laju sekresi TRH dan TSH adalah kadar hormon thyroid yang berdirkulasi dan laju metabolik tubuh.

c.       Hormon Kortisol
Mineralokortikoid disintesis dalam zona glomerolus. Aldosteron merupakan mineralokortikoid terpenting mengatur keseimbangan air dan elektrolit melalui pengendaliankadar natrium dan kalium dalam darah. Sekresi aldosteron diatur oleh kadar natrium darah tetapi terutama oleh mekanisme renin-angiotensin. Glukokortikoid disintesis dalam zona fasikulata. Hormon ini meliputi kortikosteron, kortisol, dan kortison. Yang terpenting adalah kortisol. Glukokortikoid mempengaruhi metabolisme glukosa, protein, dan lemak untuk membentuk cadangan molekul yang siap dimetabolisme. Hormon ini meningkatkan sintesis glukosa dari sumber non karbohidrat (glukoneogenesis). Simpanan glikogen di hati (glikogenesis) dan penningkatan kadar glukosa darah. Hormon ini juga meningkatkan penguraian lemak dan protein serta menghambat ambilan asam amino dan sintesis protein. Hormon ini juga menstabilisasi membran lisosom untuk mencegah  kerusakan jaringan lebih lanjut. Glukokortikoid adalah melalui kerja ACTH dalam mekanisme umpan balik negatif. Stimulus utama dari ACTH adalah semua jenis stres fisik atau emosional. Stres misalnya trauma, infeksi, atau kerusakan jaringan akan memicu impuls saraf ke hipotalamus. Hipotalamus kemudian mensekresi hormon pelepas kortikotropin (CRH) yang melewati sistem portal hipotalamus-hipofisis menuju kelenjar pituitari anterior, yang melepas ACTH. ACTH bersirkulasi dalam darah meuju kelenjar adrenal dan mengeluarkan sekresi glukokortikoid. Glukokortikoid mengakibatkan peningkatan persediaan asam amino, lemak, dan glukosa dalam darah untuk membantu memperbaiki kerusakan yang disebabkan karena stres dan menstabilkan membran lisosom untukmencegah kerusakan lebih lanjut. Gonadokortikoid (steroid kelamin) disintesis pada zona retikularis dalam jumlah yang relatif sedikit, steroid ini berfungsi terutama sebagai prekursor untuk pengubahan testosteron dan esterogen oleh jaringan lain.


d.      Hormon pertumbuhan
GH (growth hormon) atau hormon somatotropik (STH) adalah sejenis hormon protein. Hormon ini mengendalikan seluruh sel tubuh yang mampu memperbesar ukuran dan jumlah disertai efek utama pada pertumbuhan tulang dan massa otot rangka. GH mempercepat laju sintesis protein pada seluruh sel tubuh dengan cara meningkatkan pemasukan asam amino melalui membran sel. GH juga menurunkan laju penggunaan karbohidrat oleh sel tubuh dengan demikian menambah glukosa darah. GH menyebabkan peningkatan mobilisasi lemak dan pemakaian lemak untuk energi. Selain itu, GH menyebabkan hati (mungkin juga ginjal) memproduksi somatomedin, sekelompok faktor pertumbuhan dependen-hipofisis yang sangat penting untuk pertumbuhan tulang dan kartilago.
Pengaturan sekresi hormon pertumbuhan terjadi melalui sekresi dua hormon antagonis. 1. stimulus untuk pelepasan, hormon pelepas hormon pertumbuhan  (GHRH) dari hipotalamus dibawa melalui saluran portal hipotalamus-hipofisis menuju hipofisis anterior tempatnya menstimulasi sintesis dan pelepasan GH. Stimulus tambahan untuk pelepasan GH melalui stress, malnutrisi, dan aktivitas yang merendahkan kadar gula darah seperti puasa dan olahraga. 2. Inhibisi pelepasan, sekresi GHRH dihambat oleh peningkatan kadar GH dalam darah melallui mekanisme umpan balik negatif. Somatostatin, hotmon penghambat hormon pertumbuhan (GHIH) dari hipotalamus dibawa menuju hipofisis anterior melalaui sistem portal. Hormonm ini menghambat sintesis dan pelepasan GH. Stimulus tambahan untuk inhibisi GH meliputi obesitas dan peningkatan kadar asam lemak darah.
e.       Hormon epinefrin
Secara keseluruhan efek hormone epineferin adalah untuk mempersiapkan tubuh terhadap aktivitas fisik yang merespon stres, kegembiraan, cedera, latihan dan penurunan kadar gula. Efek epinefrin yang lain, yaitu meningkatkan frekuensi jantung, metabolisme, dan komsumsi oksigen. Kadar gula darah meningkat melalui stimulasi glikogenolisis pada hati dan simpanan glikogen otot. Pembuluh darah pada kulit dan organ-organ viseral berkontriksi sementara pembululh di otot rangka dan otot jantung berdilatasi.

3.      Mekanisme peningkatan Berat badan, yaitu:
a.       Faktor emosi  dan stress
Sebagian orang menganggap bahwa makan merupakan salah satu alat pelepas ketegangan sehingga kondisi emosi atau stress dapat meningkatkan nafsu makan. Selain itu, kemungkinan faktor emosi/stess ini berpengaruh terhadap stimulasi α-adrenergik yang dapat menstimulasi pelepasan growth hormon. Dimana GH ini berlawanan dengan kerja inisulin dalam hal ambilan gula dan pelepasan asam lemak dan sesuai dengan kerja anabolik insulin dalam hal ambilan asam amino.
Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif. Gangguan ini merupakan masalah yang serius pada banyak wanita muda yang menderita obesitas, dan bisa menimbulkan kesadaran yang berlebihan tentang kegemukannya serta rasa tidak nyaman dalam pergaulan sosial. Ada dua pola makan abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas yaitu makan dalam jumlah sangat banyak (binge) dan makan di malam hari (sindroma makan pada malam hari). Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stres dan kekecewaan. Binge mirip dengan bulimia nervosa, dimana seseorang makan dalam jumlah sangat banyak, bedanya pada binge hal ini tidak diikuti dengan memuntahkan kembali apa yang telah dimakan. Sebagai akibatnya kalori yang dikonsumsi sangat banyak. Pada sindroma makan pada malam hari, adalah berkurangnya nafsu makan di pagi hari dan diikuti dengan makan yang berlebihan, agitasi dan insomnia pada malam hari.
b.      Pembentukan sel-sel lemak yang berlebihan
Pembentukan sel-sel lemak yang berlebihan akibat peningkatan asupan nutrisi  disertai dengan kurangnya beraktivitas. Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas.
Jika jumlah energi dalam bentuk makanan yang memasuki tubuh melebihi jumlah yang dikeluarkan, maka berat badan akan meningkat. Oleh sebab itu, obesitas karena jumlah energi yang masuk lebih banyak daripada jumlah energi yang keluar. Untuk setiap 9,3 Kalori kelebihan energi yang memasuki tubuh maka 1 gram lemak disimpan.
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak sampak 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel
c.       Gangguan endokrin tertentu
Terjadinya gangguan berupa kelebihan atau kekurangan pada salah satu hormon yang berpengaruh terhadap regulasi berat badan seperti yang telah disebutkan sebelumnya akan dapat mempengaruhi berat badan seseorang. Obat-obat tertentu, misalnya steroid dan beberapa anti-depresi juga bisa menyebabkan penambahan berat badan.
d.      Gangguan pusat pengaturan makan di hipotalamus
Hipotalamus basal mengontrol stabilitas berat badan. Beberapa regio hipotalamus diimplikasi pada rasa lapar dan kenyang. Perangsangan inti ventromedialis hipotalamus akan menyebabkan rasa sangat keyang, oleh karena itu disebut sebagai pusat kenyang. Sedangkan inti lateral hipotalamus dikenal sebagai pusat lapar atau pusat makan.
Selain pusat lapar dan pusat kenyang yang telah disebutkan, masih banyak daerah lain di otak yang berpengaruh terhadap pengaturan asupan makanan. Sebagai contoh, lesi pada nukleus paraventrikular sering menyebabkan makan yang berlebihan dan telah ditegaskan secara khusus menyebabkan makan karbohidrat yang berlebihan. Sebaliknya, lesi pada nukleus dorsomedial hipotalamus biasanya menekan makan. Selain itu, lesi di dalam atau perangsangan daerah bagian otak bagian bawah, seperti area postrema, nukleus media kaudal traktus solitarius, atau saraf vagus, dapat mempengaruhi derajat makan.
Pusat yang lebih tinggi dari hipotalamus juga memainkan peranan penting dalam mengendalikan makan, terutama dalam pengendalian nafsu makan. Pusat ini khususnya mencakup amigdala, dan korteks prefrontal.

e.       Faktor genetik
Obesitas cenderung diturunkan sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas. Hal ini dapat berupa kebiasaan makan banyak, tiga kali sehari dan setiap kali makan harus penuh yang didapatkan dari orang tua sejak kecil. Dan kebiasaan ini berlangsung sepanjang hidupnya hingga menyebakan obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.
4.      Organ-organ yang berperan dalam regulasi berat badan, yaitu:

a.       Pankreas, yaitu berperan dalam sintesis hormon insulin dan glukagon. Insulin dan glukagon beperan dalam pengaturan kadar glukosa darah.
b.      Hipotalamus, yaitu Hipotalamus basal mengontrol stabilitas berat badan yang berperan sebagai pusat lapar dan pusat kenyang
c.       Amigdala, yaitu berperan dalam mengendalikan makan terutama dalam pengendalian nafsu makan
d.      Hati, yaitu berperan dalam metabolisme lemak.
e.       Saluran pencernaan, yaitu berperan dalam pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan.

5.      Hubungan antara faktor genetik dan lingkungan terhadap terjadinya peningkatan berat badan.
Peningkatan berat badan secara pasti terjadi secra familial. Misalnya, kembar identik mampu mempertahankan selisih berat badan sekitar 2 pon antara keduanya sepanjang hidup mereka, jika mereka hidup dalam lingkungan yang sama, atau sekitar 5 pon jika lingkungan hidup mereka berbeda degan nyata. Hal ini terjadi sebagian karena kebiasan makan yang bersal dari masa kanak-kanak, tetapi diyakini bahwa ada kemiripan yang dekat antara kedua anak kembar yang dikendalikan secar genetik.
Contoh lain bahwa bayi dari ibu yang gemuk kecenderungan pengeluaran energinya 20 % lebih rendah dari bayi dari ibu yang langsing. Diketahui bahwa gen berpengaruh 33 % terhadap berat badan. Gen dapat mengatur tingkat makan dengan berbagai cara, termasuk (1) kelainan genetik pusat makan untuk mengatur tingkat penyimpanan energi tinggi atau rendah, dan (2) kelainan faktor psikis secara herediter, baik yang meningkatkan nafsu makan, atau menyebabkan orang tersebut makan sebagai ”mekanisme pelepasan”.
Kelainan genetik pada sifat kimiawi penyimpanan lemak juga diketahui dapat meningkatkan berat badan hingga mengalami obesitas. Kelainan ini dapat berupa bahwa lemak mudah disimpan dalam jaringan adiposa, tetapi jumlah lipase peka hormon dalam jaringan adiposa sangat berkurang, sehingga hanya sedikit lemak yang dapat dikeluarkan. Keadaan ini jelas menyebabkan jalur satu arah, dimana lemak secara terus menerus disimpan walaupun tidak pernah dilepaskan. Kelainan yang lain dapat berupa terdapatnya kelebihan asam lemak sintetase yang menyebabkan kelebihan sintesis asam lemak.
Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya). Seseorang tentu saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya.

6.      Hubungan antara peningkatan berat badan dengan hipertensi, yaitu:
Pada penderita obesitas, akan terjadi resistensi insulin yang menyebabkan timbulnya bebagai komplikasi. Resistensi insulin disebabkan karena banyaknya lemak yang terdapat pada jaringan adiposa sel dapat memblok reseptor insulin sehingga insulin tidak mampu berikatan dengan reseptornya untuk memungkinkan pengaktifan glucose transporter yang dapat membawa glukosa masuk ke dalam sel, terutama sel otot untuk dimetabolisme. Hal ini menyebabkan kadar glukosa dalam darah meningkat (hiperglikemia) dan hiperinsulinemia. Resistensi insulin ini kemudian mendasari timbulnya disiplidemia dan berbagai komplikasi pada penderita obesitas dan sindrom metabolik.
Hiperinsulinemia dapat mengaktifkan Renin Angiotensin Aldostrone System (RAAS). Angiotensin II dapat merangsang terjadinya vasokonstriksi otot polos vaskular dengan menaikkan tekanan darah sehingga dapat terjadi hipertensi dan penyempitan pembuluh darah. Selain itu, angiotensin merangsang pelepasan norepinefrin dan epinefrin yang dapat menyebakan vasokonstriksi arteri tertentu. Selain itu, Hiperglikemia kronik dapat meningkatkan sintesis diacylgliserol (DAG). Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas Protein Kinase C (PKC). Baik DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi. Kenaikan tekanan darah dan vasokonstriksi ini dapat menyebabkan tejadinya penyakit jantung koroner.
Dalam keadaan normal, tubuh menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Namun pada keadaan resistensi insulin, glukosa tidak dapat digunakan, sehingga hormone sensitive lipase di jaringan adiposa akan menjadi aktif dan lipolisis trigliserida di jaringan adiposa semakin meningkat. Keadaan ini menyebabkan trigliserida dihidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas (FFA) secara berlebihan. Asam lemak ini kemudian akan memasuki sirkulasi darah, sebagian akan digunakan sebagai sumber energi melalui beta oksidasi maupun siklus sitrat, dan sebagian akan dibawa ke hati untuk diubah menjadi trigliserida hati dan kemudian menjadi bagian dari VLDL. Sedangkan gliserol digunakan untuk glukoneogenesis di hati. Oleh karena itu, VLDL yang dihasilkan pada keadaan resistensi insulin akan sangat kaya trigliserida, disebut VLDL kaya trigliserid atau LDL besar (enrichrd triglyceride VLDL/large VLDL).
Dalam sirkulasi trigliserid yang banyak di VLDL akan bertukar dengan kolesterol ester dari kolesterol LDL. LDL berasal dari hidrolisis IDL yang hidrolisis dari VLDL oleh enzim lipoprotein lipase.  LDL adalah liporotein yang paling banyak mengandung kolesterol yang sebagian dari kolesterol tersebut akan dibawa ke jaringan steroidogenik lainnya seperti kelenjar adrenal, testis dan ovarium. Yang mempunyai reseptor untuk kolesterol LDL.
Hal ini juga akan menghasilkan LDL yang kaya akan trigliserid tetapi kurang kolesterol ester (cholesterol ester depleted LDL). Trigliserid yang dikandung oleh LDL akan dihidrolisis oleh enzim hepatic lipase (biasa meningkat pada keadaan resistensi insulin) sehingga menghasilkan LDL yang kecil padat, yang dikenal dengan LDL kecil padat (small dene LDL). Partikel LDL kecil padat berifat mudah teroksidasi, oleh karena itu sangat aterogenik. Banyaknya kolesterol LDL kecil padat menyebabkan makin banyak kolestrol LDL yang  dapat dioksidasi dan ditangkap oleh reseptor scavenger-A (SR-A) di makrofag dan akan menjadi sel busa (foam cell). Foam Cell ini merupakan derivat plak aterosklerosis sehingga dapat terjadi komplikasi hipertensi.
Pada beberapa penyelidikan hemodinamik orang gemuk yang normotensif ditemukan kenaikan konsumsi O2 dan juga denyut jantung yang sedikit meningkat. Juga ditemukan adanya kenaikan volume darah yang beredar berhubungan dengan curah jantung yang juga meningkat. Juga ditemukan peningkatan kerja ventrikel kiri. Volume darah yang meningkat pada orang pada orang gemuk kebanyakan disebabkan oleh meningkatnya volume darah dalam jaringan lemak. Pada orang gemuk tekanan sistolik akan lebih nyata.

7.      Penyakit-penyakit yang menyebabkan peningkatan berat badan, yaitu:
a.       Hypothyroidisme  
Adanya penurunan kadar hormon thyroid akan menyebabkan penurunan metabolisme basal 50-60 % dari keadaan normal. Sehingga lemak yang normalnya pada keadaan basal harus dilisiskan sebesar 2,5 g/kgBB/hari akan mengalami penurunan sama sekali bahkan tidak ada. Akibatnya kandungan lemak dalam tubuh semakin banyak. Hal inilah yang dapat menyebabkan obesitas.
b.      Cushing’s  Syndrome
Pada Cushing syndrome terjadi peningkatan kadar kortisol yang cukup signifikan, dimana efek dari peningkatan hormon kortisol akan berpengaruh pada berbagai metabolisme seperti karbohidrat, lemak, protein, dan keadaan seperti stress oksidatif dan inflamasi. Khusus pada metabolisme lemak, akibat peningkatan kortisol maka semakin banyak terjadi lipogenesis pada jaringan adiposa dan glukoneogenesis di hepar, namun hasil dari lipolisis berupa asam lemak ini banyak yang dimobilisasi kembali dan terpusat pada dada dan wajah. Demikian halnya kita ketahui bahwa selain meningkatkan mobilisasi asam lemak tubuh, kortisol juga menyebabkan penumpukan lemak pada wajah dan dada, sehingga 30-40% hasil metabolisme dari glukosa berupa lemak akan banyak yang ditumpuk pada bagian dada dan wajah. Hal inilah kemudian yang memicu terjadinya obesitas.
c.       Growth Hormone Disorders
Pada keadaan normal GH berfungsi dalam meningkatkan sintesa protein, memobilisasi asam lemak dan meningkatkan penggunaan lemak sebagai sumber energi terutama pada keadaan puasa.  Adanya gangguan pada GH akan mengakibatkan berkurangnya pemakaian lemak sebagai sumber energi, dan pemakaian glukosa menjadi tidak terkontrol. Akibatnya pemakaian lemak menjadi berkurang dan pembentukannya meningkat sebagai hasil dari metabolisme glukosa. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya kegemukan pada seseorang.

8.      Tata cara mendiagnosis untuk mendiagnosis obesitas, yaitu
a.       Menghitung IMT (Indeks Massa Tubuh) dengan menggunakan rumus kemudian menggunakan interpretasi sebagai berikut:
1). Menurut WHO          

IMT (Kg/m2)
  Risiko ko-morbiditas
BB kurang
< 18.5
Rendah
Normal 
18.5 - 24.9
Normal
BB lebih
25.0 - 29.9
Meningkat
Obes I
30.0 - 34.9
Moderat
Obes II
35.0 - 39.9
Berat
Obes III
> 40
Sangat berat
2). Asia Pasifik

IMT (Kg/m2)
Risiko ko-morbiditas
BB kurang
< 18.5
Rendah
Normal 
18.5 - 22.9
Normal
BB lebih
> 23

Beresiko
23 - 24.9
Meningkat
Obes I
25 - 29.9
Moderat
Obes II
> 30
Berat

Nilai yang digunakan di Indonesia, yaitu menurut Asia Pasifik
b.      Mengukur Lingkar Pinggang dengan nilai-nilai sebagai berikut:
1). WHO 2000
            Laki-laki    = 94 cm 
            Perempuan = 80 cm
2).  Eropa
            Laki-laki    = 102 cm 
            Perempuan = 88 cm
3). Asia Pasifik
            Laki-laki    = 90 cm 
            Perempuan = 80 cm
Nilai yang digunakan di Indonesia, yaitu menurut Asia Pasifik.
c.       Mengukur Kadar lemak
Tidak mudah untuk mengukur lemak tubuh seseorang. Cara-cara berikut memerlukan peralatan khusus dan dilakukan oleh tenaga terlatih:
a.       Underwater weight, pengukuran berat badan dilakukan di dalam air dan kemudian lemak tubuh dihitung berdasarkan jumlah air yang tersisa.
b.      BOD POD merupakan ruang berbentuk telur yang telah dikomputerisasi. Setelah seseorang memasuki BOD POD, jumlah udara yang tersisa digunakan untuk mengukur lemak tubuh.
c.       DEXA (dual energy X-ray absorptiometry), menyerupai skening tulang. Sinar X digunakan untuk menentukan jumlah dan lokalisasi dari lemak tubuh.
Cara yang lebih sederhana dan tidak rumit, yaitu:
a.       Jangka kulit, mengukur ketebalan lipatan kulit di beberapa bagian tubuh diukur dengan jangka (suatu alat terbuat dari logam yang menyerupai forseps). Tebal lipatan kulit dapat diukur pada sembilan tempat pada tubuh, yaitu dada, subskapula, mid-axilaris, supraliaka, perut, trisep, bisep paha, dan betis.
b.      Bioelectric impedance analysis (analisa tahanan bioelektrik), penderita berdiri di atas skala khusus dan sejumlah arus listrik tidak berbahaya di alirkan ke seluruh tubuh lalu dianalisa.


9.       Differensial Diagnosis pada kasus ini, yaitu:
a.       Dislipidemia, yaitu gangguan metabolisme lemak yang ditandai dengan meningkatnya kadar kolesterol total dan trigliserida, meningkatnya kadar LDL-kolesterol kecil padat, serta menurunnya kadar HDL-kolesterol.
b.      Obesitas, yaitu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik dan spesifik. Secara fisiologis, obesitas merupakan keadaan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan dijaringan adiposa sehinggan mengganggu kesehatan atau dengan kata lain obesitas adalah derajat berapapun kelebihan lemak yang memberi resiko kesehatan.
c.       Sindrom Metabolik, yang juga disebut sindrom resistensi insulin atau sindrom X merupakan suatu kumpulan faktor-faktor risiko yang bertanggung jawab terhadap peningkatan morbiditas penyakit kardiovaskular pada obesitas  dan DM tipe 2. The National Cholesterol Education Program-Adult Treatment Panel (NCEP-ATP III) melaporkan bahwa sindrom metabolik merupakan faktor risiko independen terhadap penyakit kardiovaskular, sehingga memerlukan intervensi modifikasi gaya hidup yang ketat (intensif).
d.      Cushing’s Sindrom, yaitu penyakit yang trrjadi karena peningkatan kadar kortisol yang cukup signifikan. Efek dari peningkatan hormon kortisol akan berpengaruh pada berbagai metabolisme seperti karbohidrat, lemak, protein, dan keadaan seperti stress oksidatif dan inflamasi.

E.   Tujuan pembelajaran Selanjutnya
Tujuan pembelajaran selanjutnya, yaitu:
a.       Mengetahui lebih dalam tentang penyakit-penyakit yang menyebabkan peningkatan berat badan.
b.      Mengetahui penatalaksanaan penyakit-penyakit yang menyebabkan peningkatan berat badan.

F.    Informasi Baru
1. Regulasi berat badan dipengaruhi oleh kadar leptin. Kadar Leptin dalam tubuh, memiliki korelasi langsung dengan seberapa banyak lemak ditimbun dalam tubuh. Reseptor atau penerima sinyal Leptin, terletak di bagian otak yang disebut hypothalamus. Bagian otak ini terutama diketahui sebagai pengatur berat badan. Caranya dengan mengendalikan rasa lapar, kebiasaan makan, suhu tubuh dan kebutuhan energi. Pada dasarnya, leptin merupakan sinyal penghubung antara sistem saraf pusat dan sel lemak dalam tubuh. Leptin berfungsi sebagai penurun rasa lapar. Jika kadar leptin turun maka tubuh akan merasa lapar dan sebaliknya jika kadar leptin naik. 
2. Stimulasi selera makan dan penghentian pencernaan makanan dipengaruhi oleh bermacam-macam neuropeptida dan neurotransmitter. Selera makan distimulasi oleh asam γ-aminobutirat (GABA), dopamin, β-endorfin, enkefalin, dan neurupeptida Y. Selera makan dihambat oleh serotonin, noreepinefrin, kolesistokinin, TRH, nalokson, somatostatin, dan peptida intestinal vasoaktif (VIP). Obesitas hipotlamus pada manusia biasanya berhubungan dengan lesi di vasinitas nukleus ventromedial; obesitas ini tampaknya melibatkan ”resetting set point” berat badan. Adanya tumor di area ini, tingkah laku kekerasan dan hiperfgia (mungkin berhubungan dengan pengosongan cepat lambung) terjadi sampai terjadinya set point berat badan yang baru. Pasien kadang menunjukkan penurunan aktivitas dan ras tidak pernah kenyang saat terjadinya set point yang baru.

G. Klasifikasi Informasi
1.      Komplikasi  Obesitas, yaitu:
a.       Diabetes Melitus
Obesitas merupakan faktor yang sangat penting untuk timbulnya Diabetes Melitus. Pada orang obes kandungan lemak tubuhnya sangat tinggi sehingga dapat menyebabkan resistensi insulin yaitu suatu keadaan dimana terjadi defek kerja insulin. Pada keadaan ini insulin membutuhkan jumlah yang lebih banyak dari keadaan normal untuk melakukan fungsi metabolismenya terutama metabolisme glukosa. Insulin juga berperan mengatur kecepatan sintesa glukosa oleh sel hati melalui proses glukoneogenesis. Karena kadar insulin yang dibutuhkan untuk metabolisme glukosa lebih banyak, maka kerja insulin yang menghambat glukoneogenesis di hati akan berkurang sehingga sintesa glukosa bertambah. Keadaan ini memicu kembali sel beta pankreas untuk mensekresikan insulin. Pada keadaan yang berlangsung lama akan menyebabkan kelelahan sel beta pankreas sehingga terjadi hipoinsulinemia yang kemudian diikuti dengan hiperglikemia.
b.    Hipertensi
BMI (Body Mass Index) yang tinggi merupakan ciri masyarakat yang hipertensif. Hubungan antara tekanan darah dan berat badan lebih nyata untuk tekanan sistolik dibanding tekanan diastolik. Orang dengan tekanan darah tinggi cenderung menjadi gemuk, dan orang gemuk dengan tekanan darah normal akan cenderung hipertensif. Pada orang gemuk terjadi peningkatan konsumsi O2 dan denyut jantung menjadi meningkat (palpitasi).
Adanya kenaikan volume darah yang beredar berhubungan dengan curah jantung yang meningkat dan peningkatan kerja ventrikel kiri. Volume darah yang meningkat pada orang gemuk disebabkan karena meningkatnya volume darah dalam jaringan lemak. Adanya kenaikan curah jantung sebanding dengan konsumsi O2 dan derajat kegemukan. Meningkatnya curah jantung akan menyebabkan peninggian tekanan darah yang dikeluarkan oleh jantung. Keadaan inilah yang akan menyebabkan terjadinya hipertensi.
c.    Penyakit Kardiovaskuler
Pada orang gemuk terjadi peningkatan kadar O2 yang dikonsumsi, isi sekuncup juga meningkat sesuai derajat kegemukannya. Pada orang sangat gemuk dapat terjadi tanda overload dan fungsi ventrikel kiri berkurang sebanding dengan kegemukannya. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya payah jantung dan kelainan koroner.
d.   Hipoventilasi alveolar
Hipoventilasi Alveolar sering terjadi pada orang gemuk yang pada keadaan berat dapat menyebabkan timbulnya sindrom Pickwickian (obes, somnolensia, edema, kelainan pernapasan berat disertai periode apnea dengan sianosis). Kelainan sirkulasi yang ditemukan adalah karena adanya kenaikan volume darah total dan volume darah paru. Perfusi normal tetapi ventilasi paru berkurang. Tekanan akhir diastolik kiri meninggi walaupun peninggiannya tidak ditemukan pada semua pasien. Hipoventilasi Alveolar dan Asidemia akan menyebabkan pembesaran ventrikel kanan dan kor pulmonal dengan dekompensasi. Kelainan tersebut mulai tampak pada kelainan obes simpel dan perubahan tersebut membaik dengan adanya penurunan berat badan.
e.    Batu Empedu
Belum jelas diketahui kaitan antara kegemukan dan batu empedu, diduga ada korelasi bermakna antara lipatan kulit subskapular dan patela dengan insiden batu empedu. Beberapa hipotesis menyatakan bahwa aktivitas fisik dan makanan turut mempengaruhi insiden penyakit batu empedu tersebut.
f.     Gangguan pada Kehamilan
Wanita hamil dengan kegemukan cenderung lebih mudah terkena hipertensi dan DM. Penyelidikan terhadap wanita hamil ditemukan kemungkinan anaknya lahir dengan BB 4000 g (dua kali kondisi normal). Insiden persalinan yang lebih lama dari 24 jam setelah amniotomi juga  meningkatkan keadaan hemoragi post partum primer, asfiksia neonatal dan pireksia purpural.
g.    Resiko Lainnya
Semua organ tubuh dapat terpengaruh oleh obesitas dan menimbulkan penyakit pada organ terkait misalnya pada perlemakan hati. Orang gemuk karena BB lebih akan terjadi lipatan kulit yang banyak dengan kelembaban yang tinggi hingga mempermudah infestasi jamur pada daerah tersebut terutama pada aksila, perineal serta dibawah lipatan payudara. Osteoartritis lebih sering terjadi terutama pada persendian yang menopang beban BB. Pada anak dengan kegemukan dapat terjadi genu valgum, menstruasi tidak teratur, oligomenore, fibrosis uterus bahkan karsinoma endometrium. Obesitas juga dapat mengakibatkan disfungsi endotel dan respon inflamasi yang meningkat.
2.      Hormon pertumbuhan (GH) disekresi oleh somatotrof, yang merupakan 50 % bagian anterior sel-sel hipofisis. Hipofisis normal mengandung 3 sampai 5 mg GH dan mensekresi 300 sampai 875 μg GH perhari. Gena GH terletak pada kromosom 17. GH sangat diperlukan untuk pertumbuhan linear yang normal. GH nampaknya bukan merupakan stimulator langsung utama tetapi bertindak secara tidak langsung dengan menstimulasi pembentukan hormon lainnya. IGF-1 (insulin like growth factors) bergantung pada GH dan bertanggung jawab untuk stimulasi pertumbuhan. IGF-1 ini merupakn somatomedin yang paling penting untuk pertumbuhan pascanatal, diproduksi di hati, kondrosit, ginjal, otot, hipofisis, dan saluran makanan.
IGF-1 secara struktural mirip dengan proinsulin dan memperlihatkan pula beberapa kerja yang menyerupai insulin. Selanjutnya, GH adalah faktor tropik untuk pelepasan insulin, memudahkan pelepasannya sebagai respons terhadap berbagai pemacu sekresi (secretagogues) dan pada orang yang kekurangan GH akan mengalami gangguan pelepasan insulin terhadap adanya rangsangan glukosa. Pasien dengan kelebihan GH akan mengalami resistensi insulin. GH meningkatkan pelepasan asam lemak bebas dari adiposit. Keadaan ini yang menyebabkan pada orang dewasa yang kekurangan GH prosentasi lemak tubuhnya tinggi. Peningkatan konsentrasi asam lemak bebas mengakibatkan penumpulan pelepasan GH.

H. Analisis dan Sintesis Masalah
Pada kasus, seorang pria umur 44 tahun, datang ke dokter untuk pemeriksaan kesehatan rutin. Dari anamnesis diketahui bahwa ibu dari pria tersebut menderit diabetes, ia tidak merokok, Pemeriksaan fisis TB = 160 cm, BB = 78 kg, LP = 95 cm,  TD = 150/95 mmHg. Pemeriksaan lain dalam batas normal.
Setelah diperiksa laboratorium didapatkan hasil, yaitu GDP = 110 mg/dl, kolesterol total = 280 mg/dl, LDL-kol = 180 mg/dl, HDL-kol = 32 mg/dl, asam urat = 9 mg/dl, lain-lain dalam batas normal. Berdasarkan gejala-gejala yang dialami oleh penderita dalam pasien, maka dapat dianalisis sebagai berikut:

44 thn
RK-DM
Obes
Hiper
tensi
GDPT
Dislipidemia
Hiperurisemia
Cushing’s Sindrom
+
±
-
+
+
+
-
±
Sindrom Metabolik
+
+
+
+
+
+
+
±
Obesitas
+
+
+
+
+
+
+
±

Berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien, maka dapat ditetapkan bahwa Differensial Diagnosis utama adalah Sindrom metabolik dan obesitas. Sindrom metabolik dan obesitas memiliki manifestasi klinis yang sesuai dengan skenario, yaitu kelebihan berat badan, hipertensi, Gula darah puasa terganggu, dislipidemia, dan hiperurisemia. Kriteria sindrom metabolik, yaitu peningkatan kadar trigliserida lebih dari 150 mg/dl, penurunan kadar kolesterol HDL kurang dari 40 mg/dl pada laki-laki dan 50 mg/dl pada perempuan, peningkatan tekanan darah lebih dari 130/85 mmHg, dan peningkatan kadar glukosa darah puasa lebih dari 100 mg/dl, tanpa mengikutsertakan kriteria obesitas jika kriteria lainnya telah ada sebab terdapat individu yang tidak obes tetapi memiliki resistensi insulin dan faktor resiko metabolik terutama pada individu yang memilki kedua orang tua yang diabetes atau keluarga inti maupun tingkat kedua yang diabetes. Pada penderita obesitas, akan terjadi resistensi insulin yang menyebabkan timbulnya bebagai komplikasi. Resistensi insulin disebabkan karena banyaknya lemak yang terdapat pada jaringan adiposa sel dapat memblok reseptor insulin sehingga insulin tidak mampu berikatan dengan reseptornya untuk memungkinkan pengaktifan glucose transporter yang dapat membawa glukosa masuk ke dalam sel, terutama sel otot untuk dimetabolisme. Hal ini menyebabkan kadar glukosa dalam darah meningkat (hiperglikemia) dan hiperinsulinemia. Resistensi insulin ini kemudian mendasari timbulnya disiplidemia dan berbagai komplikasi pada penderita obesitas dan sindrom metabolik.
Hiperinsulinemia dapat mengaktifkan Renin Angiotensin Aldostrone System (RAAS). Angiotensin II dapat merangsang terjadinya vasokonstriksi otot polos vaskular dengan menaikkan tekanan darah sehingga dapat terjadi hipertensi dan penyempitan pembuluh darah. Selain itu, angiotensin merangsang pelepasan norepinefrin dan epinefrin yang dapat menyebakan vasokonstriksi arteri tertentu. Selain itu, Hiperglikemia kronik dapat meningkatkan sintesis diacylgliserol (DAG). Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas Protein Kinase C (PKC). Baik DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi. Kenaikan tekanan darah dan vasokonstriksi ini dapat menyebabkan tejadinya penyakit jantung koroner.
Dalam keadaan normal, tubuh menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Namun pada keadaan resistensi insulin, glukosa tidak dapat digunakan, sehingga hormone sensitive lipase di jaringan adiposa akan menjadi aktif dan lipolisis trigliserida di jaringan adiposa semakin meningkat. Keadaan ini menyebabkan trigliserida dihidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas (FFA) secara berlebihan. Asam lemak ini kemudian akan memasuki sirkulasi darah, sebagian akan digunakan sebagai sumber energi melalui beta oksidasi maupun siklus sitrat, dan sebagian akan dibawa ke hati untuk diubah menjadi trigliserida hati dan kemudian menjadi bagian dari VLDL. Sedangkan gliserol digunakan untuk glukoneogenesis di hati. Oleh karena itu, VLDL yang dihasilkan pada keadaan resistensi insulin akan sangat kaya trigliserida, disebut VLDL kaya trigliserid atau LDL besar (enrichrd triglyceride VLDL/large VLDL).
Dalam sirkulasi trigliserid yang banyak di VLDL akan bertukar dengan kolesterol ester dari kolesterol LDL. LDL berasal dari hidrolisis IDL yang hidrolisis dari VLDL oleh enzim lipoprotein lipase.  LDL adalah liporotein yang paling banyak mengandung kolesterol yang sebagian dari kolesterol tersebut akan dibawa ke jaringan steroidogenik lainnya seperti kelenjar adrenal, testis dan ovarium. Yang mempunyai reseptor untuk kolesterol LDL.
Hal ini juga akan menghasilkan LDL yang kaya akan trigliserid tetapi kurang kolesterol ester (cholesterol ester depleted LDL). Trigliserid yang dikandung oleh LDL akan dihidrolisis oleh enzim hepatic lipase (biasa meningkat pada keadaan resistensi insulin) sehingga menghasilkan LDL yang kecil padat, yang dikenal dengan LDL kecil padat (small dene LDL). Partikel LDL kecil padat berifat mudah teroksidasi, oleh karena itu sangat aterogenik. Banyaknya kolesterol LDL kecil padat menyebabkan makin banyak kolestrol LDL yang  dapat dioksidasi dan ditangkap oleh reseptor scavenger-A (SR-A) di makrofag dan akan menjadi sel busa (foam cell). Foam Cell ini merupakan derivat plak aterosklerosis sehingga dapat terjadi hipertensi.
Trigliserid VLDL juga dipertukarkan dengan kolesterol ester pada HDL dengan bantuan enzim Cholesterol ester transfer protein (CETP) dan menghasilkan HDL miskin kolesterol ester tapi kaya trigliserid. Kolesterol HDL yang demikian lebih mudah dikatabolime oleh ginjal sehingga jumlah HDL serum rendah. Kenaikan kadar VLDL besar, LDL kecil padat, trigliserida, dan penurunan HDL ini menandai terjadinya disiplidemia.
Cushing’s Sindrom tidak dapat dijadikan diagnosis utama karena tidak semua gejala-gejala yang terdapat dalam scenario terdapat pada manifestasi klinis Cushing’s Sindrom. Pada Cushing’s Sindrom, penderita tidak memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus dan tidak mengalami dislipidemia seperti dalam scenario.

2 komentar:

  1. bagus,sungguh bermanfaat. Dengan olahraga bisa menghindari kita dari kegemukan. Dulu, tubuh gemuk dianggap sehat dan perlambang makmur. Sepertinya pemahaman itu harus dihilangkan segera. Selain kurang enak dipandang mata, tubuh gemuk malah berisiko terkena berbagai penyakit, mulai dari diabetes mellitus, jantung hingga stroke. Untuk keadaan seperti ini, olahraga ada aturannya seperti Pilih sumber protein rendah lemak seperti ayam, ikan, putih telur.
    Biasakan makan dengan pola small feeding but frequent, yakni makan dalam jumlah sedikit tapi sering.

    Sumber: udoctor.co.id

    BalasHapus
  2. bagus,sungguh bermanfaat. Dengan olahraga bisa menghindari kita dari kegemukan. Dulu, tubuh gemuk dianggap sehat dan perlambang makmur. Sepertinya pemahaman itu harus dihilangkan segera. Selain kurang enak dipandang mata, tubuh gemuk malah berisiko terkena berbagai penyakit, mulai dari diabetes mellitus, jantung hingga stroke. Untuk keadaan seperti ini, olahraga ada aturannya seperti Pilih sumber protein rendah lemak seperti ayam, ikan, putih telur.
    Biasakan makan dengan pola small feeding but frequent, yakni makan dalam jumlah sedikit tapi sering.

    Sumber: udoctor.co.id

    BalasHapus