Laman

Sabtu, 30 Oktober 2010

Dispnea

KASUS
Skenario 1:
Seorang wanita umur 60 tahun mengeluh cepat capek dan sesak napas sewaktu bergiat. Dia tidak dapat melakukan kegiatan di rumah lebih lama tanpa sering beristirahat dengan kesukaran bernapas. Pergelangan kaki membengkak pada siang hari dan berkurang pada malam hari. Pada pemeriksaan dokter, ditemukan adanya pernapasan cepat, pada pemeriksaan auskultasi didengar adanya bunyi krepitasi. Nadi reguler dan tekanan darah sistemik dalam batas normal, tetapi terdapat bendungan vena leher meskipun pada posisi tegak. Ictus cordis teraba di linea axillaris anterior kiri/ruang interkostal V. Gambaran Rontgen dada menunjukkan CTR 0,69 dan terlihat adanya bendungan pembuluh darah paru. Penderita diobati dengan digoxin dan diuretik sehingga keluhan penderita berkurang.

A.    Kata Kunci
1.      Wanita 60 tahun
2.      Cepat capek  (fatique)
3.      Sesak napas saat beraktivitas (dyspnue d’ effort)
4.      Sulit bernapas saat beristirahat (orthopnue)
5.      Edema pergelangan kaki pada siang hari
6.      Edema berkurang pada malam hari
7.      Pernapasan cepat (takhipnue)
8.      Krepitasi
9.      Amplitudo nadi reguler (pulsus reguler)
10.  Tekanan darah normal
11.  Bendungan vena jugularis
12.  Ictus cordis teraba di linea axillaris anterior
13.  CTR 0,69
14.  Bendungan pembuluh darah paru
15.  Diobati dengan digoxin dan diuretik

B.     Kata Sulit
1.      Krepitasi
Krepitasi (ronki) adalah bunyi singkat, tidak kontinue, tidak musikal, banyak didengar selama inspirasi. Bunyi krepitasi seperti bunyi yang dibuat dengan menggosokkan rambut di dekat telinga atau bunyi ketika memasukkan garam ke dalam api. Krepitasi ditemukan pada edema paru-paru, gagal jantung kongestif dan fibrosis paru.
2.      Ictus cordis
Ictus cordis merupakan struktur yang bersesuaian dengan letak apex cordis, yakni bagian ujung bawah dari ventrikel kiri yang biasanya terletak pada sela iga V linea medioclavicularis sinistra. Ictus cordis merupakan tempat untuk mendengarkan bunyi jantung dari katup mitral.
3.      CTR
CTR (Cardiothoracix ratio) adalah perbandingan antara ukuran jantung dengan ukuran cavum thoracix. Ukuran jantung normal apabila nilai CTR ≤ 50%. CTR disebut juga CTI (Cardiothoracix index), tetapi CTI berupa bilangan desimal. Nilai CTI yang menunjukkan ukuran jantung normal yaitu ≤ 0,5.

C.    Pertanyaan
1.         Jelaskan anatomi, histologi, fisiologi, dan biokimia kardiovaskuler !
2.         Mengapa penderita merasa cepat lelah dan sesak napas setelah beraktivitas serta faktor-faktor yang menyebabkan sesak napas ?
3.         Mengapa pergelangan kaki membengkak pada siang hari dan berkurang pada malam hari ?
4.         Mengapa pada pemeriksaan auskultasi terdapat bunyi krepitasi ?
5.         Bagaimana mekanisme terjadinya bendungan vena jugularis ?
6.         Bagaimana pengaruh digoxin dan diuretik pada pengurangan gejala ?
7.         Jelaskan Differential Diagnosis (DD) dan penatalaksanaannya ?

D.    Jawaban
1.      Anatomi, histology, fisiologi, dan biokomia kardiovaskuler.
a.       Anatomi kardiovaskuler
Jantung (cor) merupakan organ utama dalam system kardiovaskuler. Jantung merupakan organ muscular yang berbentuk conus atau buah pir sebesar kepalan tangan tinju, bertumpu pada diaphragm thoracis. Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada, yaitu di antara kedua paru-paru bagian caudalis. Duapertiga bagian jantung terletak di sebelah kiri tulang dada dan sepertiga pada bagia kanan. Letak jantung  sedemikian rupa sehingga puncaknya (apex cordis) menghadap ke arah caudoventral kiri. Pada orang dewasa, ukuran cor adalah panjang 12 cm, lebar 8-9 cm, dan tebal 6 cm. Pada laki-laki berat jantung adalah 280-340 gram dan pada wanita 230-280 gram. Dalam keadaan patologis, ukuran jantung bisa melampaui ukuran normal.
Proyeksi jantung pada dinding ventral thorax adalah sebagai berikut :
·         Tepi kiri di sebelah cranial berada pada tepi caudal pars pars cartilaginis costa sinister, yaitu 1 cm di sebelah lateral tepi sternum.
·         Tepi kiri di sebelah caudal berada pada ruang intercostalis 5, yaitu kira-kira 9 cm di sebelah kiri linea mediana atau 2 cm di sebelah medial linea medioclavicularis sinistra
·         Tepi kanan di sebelah cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III dextra, kira-kira 1 cm dari tepi lateral sternum.
·         Tepi kanan di sebelah caudal berada pada pars cartilaginis costa VI dextra, kira-kira 1 cm di lateral tepi sternum.
 Jantung dibungkus oleh suatu selaput yang disebut pericardium. Pericardium terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan fibrosa, yang terletak di sebelah luar membentuk kantong fibrosa dan lapisan serosa yang terletak di sebelah profunda membentuk kantong serosa. Lapisan atau membrane serosa yang meliputi permukaan jantung membentuk epicardium disebut pericardium viseralis dan lapisan serosa yang terdapat pada permukaan lapisan fibrosa membentuk pericardium parietalis. Kedua lapisan tersebut membatasi suatu rongga yang dinamakan cavitas pericardialis. Peralihan antara pericardium visceral menjadi pericardium parietale disebut reflexi pericardii. Cavitas pericardii berisi cairan pelumas yang disebut cairan sereus yang membasahi permukaan membrane serosa, yang berfungsi mengurangi gesekan dan membuat jantung bebas bergerak pada waktu systole dan diastol. Pericardium parietalis melekat pada tulang dada di sebelah depan, dan pada kolumna vertebralis di sebelah belakang, sedangkan ke bawah pada diafragma. Pericardium viseralis langsung melekat pada permukaan jantung. Dinding jantung terdiri atas tiga lapisan, yaitu :
·         Lapisan supeficial disebut epcardium
·         Lapisan intermedia disebut myocardium
·         Lapisan profunda disebut rndicardium
Jantung terdiri dari empat ruangan, yaitu atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Atria merupakan ruangan yang terletak di bagian atas menerima darah dari seluruh tubuh dan paru. Ventrikel merupakan ruang jantung yang terletak di bagian bawah. Ventrikel kanan memompa darah ke paru sedangkan ventrikel kiri memompa darah ke seluruh tubuh. Ruangan jantung bagian atas, atrium, secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah, atau ventrikel, oleh suatu annulus fibrosus.
Atrium Kanan
Atrium kanan yang tipis dindingnya ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan darah, dan sebagai penyalur darah dari vena-vena sirkulasi sistemik ke dalam ventrikel kanan dan kemudian ke paru-paru. Darah yang berasal dari pembuluh vena ini masuk ke dalam atrium kanan melalui vena kava superior, inferior, dan sinus koronarius. Dalam muara vena kava tidak ada katup-katup sejati. Yang memisahkan vena kava dari atrium jantung ini hanyalah lipatan katup atau pita otot yang rudimenter. Karena itu peningkatan tekanan atrium kanan akibat bendungan darah di bagian kanan jantung akan dibalikkan kembali ke dalam vena sirkulasi sistemik.
Ventrikel Kanan
Pada kontraksi ventrikel, maka tiap ventrikel harus menghasilkan kekuatan yang cukup besar untuk dapat memompakan darah yang diterimanya dari atrium ke sirkulasi pulmoner atau ataupun sirkulasi sistemik. Ventrikel kanan berbentuk bulan sabit yang unik, guna menghasilkan kontraksi bertekanan rendah, yang cukup untuk mengalirkan darah ke dalam arteri pulmonalis. Sirkulasi pulmoner merupakan sistem aliran darah  bertekanan rendah dengan resistensi yang jauh lebih kecil terhadap aliran darah dari ventrikel kanan, dibandingkan tekanan tinggi sirkulasi sistemik terhadap aliran darah dari ventrikel kiri. Karena itu, beban kerja dari ventrikel kanan jauh lebih ringan daripada ventrikel kiri. Akibatnya, tebal dinding ventrikel kanan hanya sepertiga dari tebal dinding ventrikel kiri.
Atrium Kiri
Atrium kiri menerima darah yang sudah dioksigenasi dari paru-paru melalui ke empat vena pulmonalis. Antara vena pulmonalis dan atrium kiri tidak ada katup sejati. Karena itu, perubahan tekanan dalam atrium kiri mudah sekali membalik retrogard ke dalam pembuluh paru-paru. Peningkatan tekanan atrium kiri yang akut akan menyebabkan bendungan paru-paru.
Ventrikel Kiri
Ventrikel kiri harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi sistemik, dan mempertahankan aliran darah ke jaringan-jaringan perifer. Ventrikel kiri mempunyai otot-otot yang tebal dan bentuknya yang menyerupai lingkaran, mempermudah pembentukan tekanan yang tinggi selama ventrikel berkontraksi. Bahkan sekat pembatas kedua ventrikel juga membantu memperkuat tekanan yang ditimbulkan oleh seluruh ventrikel pada kontraksi.
Di dalam jantung terdapat katup-katup yang berfungsi mengarahkan aliran darah ke arah yang sesuai. Katup tersebut terbuka pada saat jantung berkontraksi dan menutup untuk mencegah aliran darah balik pada saat relaksasi. Di antara atrium dan ventrikel terdapat katup atrioventrikuler dan di antara ventrikel dan pembuluh darah besar terdapat (aorta dan arteri pulmonal) terdapat katup semilunar.

Katup Atrioventrikularis
Daun-daun katup atrioventrikularis halus tetapi tahan lama. Katup trikuspidalis yang terletak antara atrium dan ventrikel kanan mempunyai tiga buah daun katup. Katup mitralis memisahkan atrium dan ventrikel kiri, merupakan katup bikuspidalis dengan dua buah daun katup.
Katup Semilunaris

Kedua katup semilunaris sama bentuknya; terdiri dari tiga daun katup simetris menyerupai corong, yang tertambat dengan kuat pada annulus fibrosus. Katup aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta, sedangkan katup pulmonalis terletak antara ventrikel kanan dan arteria pulmonalis. Katup semilunaris mencegah aliran kembali darah dari aorta atau arteria pulmonalis ke dalam ventrikel, sewaktu ventrikel dalam keadaan istirahat.

Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenisasi otot jantung. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-kecil. Arteri koronaria adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik. Muara arteri koronaria ini terdapat di dalam sinus valsava dalam aorta, tepat di atas katup aorta. Sirkulasi koroner terdiri dari arteria koronaria kanan dan kiri. Arteria koronaria kiri mempunyai dua cabang besar, arteria desendens anterior kiri dan arteria sirkumfleksa kiri.

b.      Histologi kardiovaskuler
Sel-sel yang terdapat pada jantung merupakan sel-sel khusus yang fungsinya mendukung aktivitas jantung dalam menjalankan fungsinya. Sel-sel tersebut adalah 1) sel otot jantung atau miokard pada atria dan ventrikel yang berfungsi untuk kontraksi jantung. Sel-sel ini juga telah dibuktikan menghasilkan ANP (atrial natriuretik peptide), adrenomedullin, dan oksitosin. 2) sel-sel pemacu yang terdapat pada nodus SA dan AV, yang bertanggungjawab untuk memulai aktivitas listrik jantung. 3) serabut Purkinje yang menyebarkan rangsangan listrik ke seluruh sel otot jantung. 4) sel-sel transisi yang menghubungkan jaringan yang menghantarkan rangsangan listrik dengan sel-sel otot di sekitar atria dan ventrikel. Semua sel-sel tersebut di atas pada dasarnya berasal dari otot, namun pada sel pemacu dan sel-sel Purkinje komponen kontraktilnya tidak berkembang dan ukurannya lebih kecil.

Sel otot jantung mempunyai struktur yang mirip dengan otot rangka. Pada ventrikel mamalia, panjangnya berkisar 75-100 mm dan diameternya 15-20 mm. Pada sel atria ukurannya lebih kecil. Membran sel, sarkolemma, diliputi oleh lapisan glycocalyx yang bermuatan listrik negative. Sarkolemma melakukan invaginasi ke dalam sel membentuk tubulus-t pada pertemuan antara band-A dan band-I. Tubulus-t pada sel otot jantung mempunyai diameter yang lebih besar dibandingkan dengan otot rangka dan juga diliputi oleh glycocalix. Sarkomer sel otot jantung mempunyai struktur yang sama dengan sel otot rangka. Sel otot jantung mengadung myofibril dan mitokondria dalam jumlah yang besar. Setiap sel otot jantung dihubungkan satu dengan yang lainnyaoleh diskus interkalatum (intercalated disk) sehingga membentuk suatu syncytium. Diskus interkalatum ini mengandung banyak gap junction, desmose dan fascia adherens yang merupakan komponen komunikasi antar sel. Sel-sel nodus SA dan AV mempunyai ukuran yang lebih kecil dari sel otot jantung. Sel-sel nodus SA berkumpul membentuk massa segitiga, di mana dasarnya terdapat padakrista terminalis dan puncaknya ke arah vena cava superior. Sel-selnya dikelilingi oleh jaringan ikat. Jaringan ikat ini semakin bertambah dengan meningkatnya usia dan penggatian sel-sel nodus oleh jaringan ikat inilah yang menyebabkan terjadinya sick sinus syndrome.
c.       Fisiologi kardiovaskuler

Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh melalui pembuluh aorta dan arteri pulmonalis. Kemampuan otot jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh dimungkinkan oleh dinding ruang jantung yang terdiri dari sel otot jantung (miokardium).  Aktivitas kontraksi jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh selalu didahului oleh aktivitas listrik. Aktivitas listrik ini dimulai pada nodus sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada celah di antara vena cava superior dan atrium kanan. Sel-sel pemacu (pacemaker) pada nodus SA mengawali gelombang depolarisasi secara spontan, sehingga menyebabkan timbulnya potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel otot atria, nodus atrioventrikuler (nodus AV) berkas His, serabut Purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel. Oleh karena itu nodus SA disebut sebagai pacu jantung yang utama.

Aktivitas listrik ini disebut potensial aksi. Potensial aksi pada otot jantung terdiri dari lima fase, yaitu :
·         Fase 0 (upstroke, fast depolarization)
Fase depolarisasi cepat ini terjadi karena adanya arus ion Na+ kedalam sel (INa) melalui activation gate (m gate). Pada saat potensial membran (Vm) mencapai 30 mV-40 mV terjadi proses inaktifasi saluran Na+, inactivation gate (h gate) mulai tertutup. Proses inaktifasi saluran Na+ ini mendasari terjadinya masa refrakter.
·         Fase 1 (early repolarization)
Fase ini merupakan repolarisasi awal yang berlangsung singkat. Fase ini terjadi akibat inaktifasi saluran Na+ dan aktifasi saluran K+. Akifasi saluran K+ menyebabkan terjadinya pergerakan K+ keluar sel yang berlangsung singkat (Ito, transient outward current). Fase ini sangat menonjol pada potensial aksi di serabut Purkinje
·         Fase 2 (plateau)
Fase ini merupakan fase yang paling panjang. Fase ini terjadi akibat INa, ICa dan IK, IK1 dan Ito. ICa masuk melalui saluran Ca2+ tipe L dan T. ICa berperan dalam proses kontraksi jantung dengan memicu pelepasan Ca2+ intrasel di retikulum sarkoplasma (Ca2+-induced Ca2+ release). Modifikasi ICa melalui saluran Ca2+ dengan obat-obatan dapat mengurangi atau meningkatkan kontraksi jantung
·         Fase 3 (fast repolarization)
Fase ini terjadi bila arus K+ keluar sel melebihi masuknya arus Ca2+ (ICa). Ito menentukan lamanya fase 2 atau awal fase 3, terutama pada atria. IK1 (inwardly rectified), memegang peranan paling penting pada proses repolarisasi.
·         Fase 4 (resting membrane potential)
Pada fase ini potensial aksi kembali ke potensial membran istirahat berkisar antara -80 mV sampai -90 mV pada otot ventrikel, lebih positif pada otot atrium, nodus AV dan nodus SA. Fase ini ditentukan oleh pergerakan ion K+ keluar sel, dan aktifitas pompa Na+-K+ (Na+-K+ pump).
·         Mekanisme eksitasi
Secara singkat, bila terjadi proses depolarisasi pada sel otot jantung, dengan cepat gelombang eksitasi akan disebarkan ke seluruh otot jantung melalui  gap junction. Eksitasi akas disebarkan ke bagian dalam sel melalui tubulus-T yang melakukan invaginasi ke serat otot jantung pada garis Z. Pada frase 2 proses depolarisasi, saluran Ca2+ pada membran sel dan tubulus-T akan terbuka dan Ca2+ masuk ke dalam sel akibat perbedaan konsentrasi. Ca2+ yang  masuk ke dalam sel akan merangsang pelepasan Ca2+ dari reticulum sarcoplasma. Mekanisme ini dikenal sebagai Ca2+ induced-Ca2+ released. Konsentrasi Ca2+ bebas intrasel akan meningkat dari 10-7 M ke 10-6 sampai 10-5 M selama proses eksitasi, dan Ca2+ akan terikat dengan TnC. Walaupun pada dasarnya mekanisme eksitasi-kontraksi kopling pada otot jantung sama dengan otot rangka, terdapat perbedaan dalam hal pengaruh Ca2+ pada proses kontraksi. Tubulus T pada otot jantung mempunyai volume 25 kali lebih besar dari otot rangka. Selain itu, pada tubulus T juga ditemukan sejumlah mukopolisakarida yang mempunyai muatan negative dan mengikat cadangan Ca2+ yang lebih banyak. Hal ini untuk menjaga agar selalu tersedia Ca2+ dalam jumlah cukup yang akan berdifusi ke bagian dalam serat otot jantung pada saat terjadi potensial aksi. Karena struktur tubulus T pada otot jantung mempunyai ujung yang terbuka ke arah luar, sehingga terjadi hubungan antara ruang ekstrasel. Akibatnya, konsentrasi Ca2+ untuk kontraksi sangat dipengaruhi oleh konsentrasi Ca2+ pada cairan ekstrasel.
Mekanisme apapun yang meningkatkan konsentrasi Ca2+ akan meningkatkan kontraksi otot jantung, dan yang menurunkan konsentrasi Ca2+ akan menurunkan kontraksi jantung. Misalnya, katekolamin yang terikat dengan reseptor adrenergic beta akan memfosforilasi saluran Ca2+ melalui cAMP-dependent protein kinase A. Fosforilasi ini akan membuka saluran Ca2+ sehingga banyak Ca2+ yang masuk ke dalam sel. Peningkatan Ca2+ intrasel juga dapat dilakukan dengan menghambat pompa Na+- K+ oleh digitalis. Digitalis akan menghambat pengeluaran Na+ sehingga terjadi akumulasi Na+ intrasel. Peningkatan Na+ intrasel akan menghambat pertukaran Na+ dan Ca2+, artinya kurang Ca2+ yang dikeluarkan dari dalam sel. Hal ini menyebabkan terjadinya akumulasi Ca2+ intrasel sehingga kontraksi meningkat.
·         Perubahan kompleks troponin-tropomiosin dan aktin
Interaksi antara Ca2+ dengan kompleks troponin-tropomiosin akan menggeser posisi tropomiosin dari aktin. TnC satu-satunya tempat terikatnya Ca2+ dari kompleks troponin-tropomiosin. Bila konsentrasi Ca2+ mencapai tingkat yang cukup tinggi, terjadi interaksi alosterik antara Ca2+-TnC dan tropomiosin akan menyebabkan tropomiosin akan bergeser -10 Ã… lebih dalam ke lekukan aktin. Pergerakan ini akan membuka tempat interaksi antara aktin dan myosin memungkinkan terbentuknya cross-bridge, dan dengan demikian kontraksi otot.
·      Siklus Cross-Bridge
Dalam keadaan istirahat, kepala S1 miosin berikatan dengan ATP. Aktivitas ATP-ase kepala S1 miosin ini menghidrolisa ATP menjadi ADP dan P. Dalam keadaan istirahat juga, myosin tidak berikatan dengan aktin dan orientasi kepala miosin tegak lurus terhadap aktin. Bila otot dirangsang, peningkatan Ca2+ intrasel akan menyebabkan perubahan konformasi kompleks troponin-tropomiosin dan selanjutnya memungkan terjadinya cross-bridge. Ikatan antara kepala myosin dan aktin pada proses ini menyebabkan perubahan kedudukan kepala myosin miring akibat peubahan konformasi dari 90o menjadi 45o. Perubahan konformasi ini meminimalkan kebutuhan energy. Perubahan ini menyebabkan hidrolisis ATP menjadi ADP dan P. Energi yang lepas ditangkap dan menimbulkan kekuatan untuk menarik aktin. Pada tempat pelepasan ADP, terikat molekul ATP yang baru, dimana ATP ini dipergunakan untuk melepaskan aktin dari kepala myosin. Suatu keadaan yang dikenal sebagai rigor mortis atau kekakuan otot pada orang yang telah meningal akibat kekurangan ATP sehingga cross-bridge bersifat menetap.
·      Re-uptake Ca2+ oleh Reticulum Sarkoplasma
Pada akhir sistol, pemasukan Ca2+  berkurang, dan tidak ada lagi rangsangan untuk melepaskan Ca2+ intrasel dari reticulum sarkoplasma. Bila konsentrasi Ca2+ intrasel menurun akibat re-uptake Ca2+ ke dalam reticulum sarkoplasma akan terjadi relaksasi. Membran reticulum sarkoplasma mengandung banyak pompa Ca2+ yang mekanisme kerjanya dipacu oleh fosfolamban yang telah mengalami fosforilasi. Melalui pompa ini, dua mol Ca2+ akan ditransport ke reticulum sarkoplasma untuk setiap satu mol ATP yang hidrolisis. Pompa ini mempertahankan konsentrasi Ca2+ rendah dalam sel. Selain itu, konsentrasi Ca2+ yang rendah di dalam sel juga dipengaruhi oleh pompa Ca yang terdapat pada membrane sel otot jantung dan aktivitas Na-Ca exchanger yang mempertukarkan 3 Na+ untuk satu Ca2+.
d.      Biokimia kardiovaskuler
Untuk menjalankan fungsinya secara normal, jantung tergantung tergantung dari penyediaan oksigen dan energy. Terjadinya kekurangan oksigen dan energy akibat terganggunya aliran darah koroner akan menyebabkan gangguan fungsi jantung yang dapat berakibat fatal. Sumber utama energy yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi kontraksi jantung berasal dari adenosin trifosfat (ATP). Pada jantung, ATP terutama berasal dari metabolism karbohidrat dan asam lemak. Metabolisme glukosa mempunyai dua komponen utama, glikolisis dan oksidasi glukosa. Glikolisis, yang merupakan tahap pertama jalur metabolisme glukosa mempunyai kelebihan dalam pembentukan ATP, yaitu tidak membutuhkan oksigen. Namun, pembentukan ATP dari proses glikolisis hanya memberi kontribusi 1-5 % dari seluruh penyediaan ATP pada jantung normal dalam keadaan aerobic. Nampaknya, ATP yang dihasilkan dari proses glikolisis mempunyai peranan khusus untuk mempertahankan homeostatis ionic dalam sel otot jantung. Komponen lain dari metabolisme glukosa yang turut menghasilkan ATP adalah oksidasi glukosa, di mana asam piruvat berasal dari glikolisis diambil oleh mitokondria selanjutnya dimetabolisme untuk menghasilkan ATP. Piruvat juga dapat diperoleh dari asam laktat pada jantung yang sehat. Enzim utama yang terlibat dalam oksidasi glukosa dan laktat adalah piruvat dehidrogenase, yang mengubah piruvat menjadi asetil CoA pada mitokondria. Asetil CoA akan memasuki siklus Krebs, dimana ia akan dioksiasi dan dipergunakan untuk menghasilkan NADH untuk rantai transport electron. Dengan adanya oksigen rantai transport electron memompa proton keluar dari mitokondria untuk memecu fosforilasi ADP menjadi ATP, proses ini disebut sebagai fosforilasi oksidatif. ATP kemudian dipergunakan sebagai energy kimia untuk kontraksi otot dan untuk mempertahankan homeostatis ionic dalam sel, seperti : 1) memompa Ca2+  dari reticulum sarkoplasma setelah kontraksi berakhir ; 2) memompa Na+  dan K+ melalui membrane untuk mempertahankan lingkungan ionic yang tepat untuk pembentukan potensial aksi. Oksidasi asam lemak merupakan sumber utama asetil CoA di mitokondria. Pada jantung normal, 60-90% asetil CoA berasal dari asam lemak. Namun, walaupun asam lemak merupakan sumber utama produksi ATP di jantung, asam lemak membutuhkan 11% oksigen lebih banyak dari pada glukosa untuk menghasilkan ATP dalam jumlah yang sama. Dengan demikian, ditinjau dari sudut komsumsi oksigen, asam lemak tidak seefisien glukosa sebagai sumber energy. Selain itu, dengan meningkatnya kontribusi oksidasi asam lemak untuk membentuk asetil CoA, kontribusi oksidasi glukosa menurun. Hal ini tidak diinginkan, terutama selama atau sesudah iskemia, oleh kaena bahan toksik yang dihasilkan dari proses glikolisis (laktat dan proton) dan mengalami akumulasi. Upaya untuk menghilangkan bahan-bahan tersebut memerlukan ATP yang cukup besar, padahal ATP dibutuhkan untuk kontaksi, hal ini akan menyebabkan efisiensi penggunaan ATP terganggu.
2.      Penderita merasa cepat lelah dan sesak napas setelah beraktivitas serta faktor-faktor yang menyebabkan sesak napas.
a.       Penderita merasa cepat lelah
Kelelahan merupakan gejala umum berkurangnya cardiac output (COP) atau curah jantung. Berkurangnya curah jantung menyebabkan menurunnya jumlah darah atau perfusi ke otot skelet. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen yang dibawa ke sel-sel otot sehingga proses metabolisme sel terhambat. Metabolisme yang terhambat menyebabkan jumlah molekul berenergi tinggi, yakni ATP (Adenosin Triposphat) yang dihasilkan berkurang. Berkurangnya ATP yang dihasilkan menyebabkan energi untuk beraktivitas juga berkurang. Sehingga penderita merasa mudah lelah saat beraktivitas. Pasien dengan gagal jantung kongestif dan penyakit katup mitral sering mengeluhkan cepat lelah. Tetapi, kelelahan tidak spesifik untuk penyakit jantung. Penyebab tersering kelelahan adalah anxietas dan depresi. Keadaan lain yang berkaitan dengan kelelahan adalah anemia dan penyakit kronis.
b.      Faktor-faktor penyebab sesak napas
·         Penyakit jantung                : gagal ventrikel kiri dan stenosis mitral
·         Penyakit paru                     : penyakit paru obstruktif, asma, penyakit paru restriktif, emboli paru, dan hipertensi pulmonal
·         Emosional                          : anxietas dan depresi
·         Pemaparan tempat tinggi   : berkurangnya tekanan oksigen
·         Anemia                              : berkurangnya kapasitas pengangkut oksigen
c.       Bendungan pembuluh darah paru dan sesak napas setelah beraktivitas
Sesak napas (dispnue) merupakan keluhan subjektif yan dihubungkan dengan kesukaran bernapas. Sesak napas ringan mungkin merupakan keluhan yang betul-betul subjektif, tetapi bila sesak napas lebih berat maka keadaan tersebut mungkin disertai dengan bukti objektif dengan adanya usaha meningkatkan frekuensi pernapasan. Keluhan dispnue sangat penting. Pasien akan melukiskan bahwa ia “sesak napas” atau bahwa ia “tidak mendapat udara dalam jumlah yang cukup”. Dispnue biasanya berhubungan dengan penyakit jantung dan paru. Dalam kasus, sesak napas disebabkan oleh gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri ini menyebabkan darah di ventrikel kanan tidak dipompakan secara sempurna sehingga jumlah darah yang tertinggal di ventrikel kiri lebih banyak dari jumlah yang normal. Hal ini meyebabkan akan lebih banyak lagi darah yang dipompakan ventrikel pada fase sistol berikutnya sehingga tekanan dalam ventrikel meningkat yang selanjutnya dapat meningkatkan tekanan dan volume akhir diastol. Meningkatnya tekanan ventrikel kanan menyebabkan meningkatnya tekanan dalam atrium kiri dan vena pulmonalis. Tekanan di dalam vena pulmonalis disebarkan secara retrograd pada pembuluh-pembuluh yang lebih kecil dalam paru. Sebenarnya peningkatan tekanan pada pembuluh paru merupakan mekanisme adaptif untuk melindungi paru dari kongesti. Akan tetapi hal itu tidak dapat berlangsung lama. Akibat tekanan yang lebih negatif di daerah intersisial prebronkial dan perivaskuler dan dengan peningkatan kemampuan dari intersititium nonalveolar ini, cairan lebih sering meningkat jumlahnya di tempat ini ketika kemampuan memompa dari saluran limfatik tersebut berlebihan. Apabila perpindahan cairan dari darah ke ruang intertitial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem limfe maka akan terjadi kongesti vaskular paru. Kongesti vaskular paru akan mengurangi kelenturan paru dan meningkatkan tahanan aliran udara sehingga kerja pernapasan akan meningkat. Hal itu menyebabkan sesak napas.

3.      Pergelangan kaki membengkak pada siang hari dan berkurang pada malam hari.
a.       Penyebab edema pada pergelangan kaki.
Edema pergelangan kaki terjadi akibat gagal jantung. Gagal jantung menyebabkan pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA). Mekanisme ini akan menaikkan tahanan vaskular sistemik tetapi menurunkan curah jantung. Terjadi peningkatan sekresi renin di sel-sel juxta-glomerulus ginjal. Renin akan memecah angiotensinogen sirkulasi untuk membentuk angiotensin I yang kemudian secara cepat dipecah oleh enzim konversi angiotensin yang terikat pada sel endotel untuk membentuk angiotensin II, suatu vasokonstriktor yang kuat. Dengan meningkatnya angiotensin II, terjadi vasokonstriksi arteriol, tahanan perifer total meningkat, hal ini akan membantu mempertahankan tekanan darah sistemik. Angiotensin II ini juga bekerja di korteks adrenalis untuk meningkatkan sekresi aldosteron. Hormon aldosteron ini memacu reabsorbsi natrium natrium dan air dari tubulus ginjal ke dalam sirkulasi dan membantu meningkatkan volume intravaskuler. Hal itu menyebabkan terajdinya retensi air di nefron ginjal. Akibatnya, terjadi perpindahan cairan dari darah ke ruang intertitial yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem limfe maka akan terjadi edema pada daerah dependen.

b.      Penyebab Edema bertambah pada siang hari dan berkurang pada malam hari.
Edema bertambah pada siang hari dan berkurang pada malam hari disebabkan karena pada siang hari aktivitas sehari-hari yang menggunakan kaki lebih banyak dan sering dilakukan dibandingkan pada malam hari.

4.      Penyebab timbulnya krepitasi pada pemeriksaan auskultasi.
Krepitasi timbul bila terdapat cairan di bagian dalam bronkus dan terdapat kolaps saluran napas distal dan alveolus. Penyamaan tekanan secara tiba-tiba menimbulkan krepitasi. Krepitasi yang lebih kasar berkaitan dengan saluran napas yang lebih besar. Bunyi krepitasi seperti bunyi yang dibuat dengan menggosokkan rambut di dekat telinga.

5.      Mekanisme terjadinya bendungan vena jugularis.
Bendungan vena jugularis disebabkan oleh gagal jantung kanan. Gagal jantung kanan menyebabkan darah di ventrikel kanan tidak dipompakan secara sempurna sehingga jumlah darah yang tertinggal di ventrikel kanan lebih banyak dari jumlah yang normal. Hal ini meyebabkan akan lebih banyak lagi darah yang dipompakan ventrikel pada fase sistol berikutnya sehingga tekanan dalam ventrikel meningkat yang selanjutnya dapat meningkatkan tekanan dan volume akhir diastol meningkat. Meningkatnya tekanan ventrikel kanan menyebabkan meningkatnya tekanan dalam atrium kanan serta vena cava superior dan inferior. Tekanan di dalam vena cava superior dan inferior disebarkan secara retrograd pada pembuluh-pembuluh yang lebih kecil termasuk vena jugularis. Hal itu menyebabkan terjadinya bendungan vena jugularis.

6.      Pengaruh digoxin dan diuretik pada pengurangan gejala.
a.       Pengaruh Digoxin
Digoxin merupakan obat inotropik positif dan kronotropik negatif yang dapat meningkatkan daya kontraktilitas otot jantung. Digoxin meningkatkan daya kontraktilitas otot jantung dengan menghambat enzim Na+/K+-ATPase dalam miosit jantung sehingga terjadi peningkatan kecepatan pemendekan miosit yang secara efektif meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel.
b.      Pengaruh Diuretik
Diuretik mampu mengurangi cairan dan garam dalam tubuh dengan cara mengurangi jumlah cairan intravaskuler secara bertahap. Diuretik juga merupakan suatu venoilator langsung dengan efek vasodilator yang segera bereaksi sehingga dapat menurunkan preload.

7.      Differential Diagnosis (DD) dan Penatalaksanaannya.
a.       Differensial Diagnosis
Pada kasus di atas terdapat beberapa kemungkinan penyakit yang diderita oleh pasien yang dapat menyebabkan gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan sesuai dengan gejala yang dialami oleh pasien. Differensial Diagnosisnya adalah sebagai berikut :
·         Aorta Stenosis
·         Penyakit jantung koroner
·         Miokardiopati Dilatasi
b.      Penatalaksanaan
·         Non Farmakologis
·         Menghilangkan faktor pemberat
·         Mengurangi faktor resiko
·         Mengubah life style
·         Farmakologis
·         Intervensi Bedah

E.   Tujuan pembelajaran Selanjutnya
Tujuan pembelajaran selanjutnya, yaitu:
1.      Mengetahui lebih dalam tentang penyakit-penyakit yang menyebabkan sesak napas.
2.      Mengetahui penatalaksanaan penyakit-penyakit yang menyebabkan sesak napas.

F.  Informasi Baru
1. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan sesak napas.
a.       Mitral Stenosis
Stenosis mitral adalah suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran darah dari atrium kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level katup mitral. Kelainan struktur mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri saat diastole. Penyebab tersering stenosis mitral adalah endokarditis reumatika, akibat reaksi yang progresif dari demam reumatik oleh infeksi streptokokkus.
b.      Aorta Stenosis
Stenosis aorta adalah suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran darah dari ventrikel kiri melalui katup aorta oleh karena obstruksi pada level katup aorta. Etiologi stenosis aorta adalah kalsifikasi senilis, variasi kongenital dan penyakit jantung rematik.
c.       Penyakit jantung koroner
Penyakit Jantung Koroner adalah salah satu akibat utama arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah nadi) yang dikenal sebagai atherosklerosis. Pada keadaan ini pembuluh darah nadi menyempit karena terjadi endapan-endapan lemak (atheroma dan plaques) pada didindingnya. Faktor-faktor resiko untuk terjadinya keadaan ini adalah merokok, tekanan darah tinggi, peninggian nilai kolesterol didarah, kegemukan stress, diabetes mellitus dan riwayat keluarga yang kuat untuk Penyakit Jantung Koroner. Dengan bertambahnya umur penyakit ini akan lebih sering ada. pria mempunyai resiko lebih tinggi dari pada wanita, tetapi perbedaan ini dengan meningkatnya umur akan makin lama makin kecil.
d.      Miokardiopati Dilatasi
Kardiomiopati merupakan jenis kardiomiopati yang paling banyak ditemukan. Dengan deskripsi kelainan yang ditemukan : dilatasi ventrikel kanan dan atau kiri, disfungsi kontraktilitas pada salah satu atau kedua ventrikel, aritmia emboli dan seringkali disertai gejala gagal jantung kongestif.
2. Penatalaksanaan masing-masing Differensial Diagnosis.
·         Mitral Stenosis
§  Beberapa obat seperti antibiotic golongan penisilin, eritromisin, sulfa, sefalosporin untuk demam rematik atau pencegahan endokarditis sering dipakai. Obat-obat inotropik negative seperti β-blocker atau Ca-blocker dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan. Retriksi garam atau pemberian diuretic secara intermitten bermanfaat jika terdapat bukti adanya kongesti vascular paru.
§  Pada keadaan Fibrilasi Atrium pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium.
§  Antikoagulan warfarin sebaiknya dipakai pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan thrombus untuk mencegah fenomena tromboemboli.
§  Valvotomi mitral perkutan dengan Balon. Mulanya dilakukan dengan dua balon tetapi akhir-akhir ini dengan perkembangan dalam pembuatan balon, prosedur valvotomi cukup memuaskan dengan prosedur satu balon.
§  Intervensi bedah, reparasi atau ganti katup. Tahun 1950 sampai dengan 1960 komisurotomi bedah tertutup dilakukan melalui transatrial serta transventrikel. Akhir-akhir ini komisurotomi bedah dilakukan secara terbuka karena adanya mesin jantung-paru.
·         Aorta Stenosis
Aktivitas fisik dihindarkan pada pasien AS berat (<0,5 cm2/m2) walaupun masih asimptomatik. NGT diberikan apabila ada angina. Diuretik dan digitalis diberikan bila ada tanda gagal jantung. Statin dianjurkan untuk mencegah kalsifikasi daun katup aorta. Operasi dilakukan apabila area katup < 1 cm2 atau 0,6 cm2/m2 (permukaan tubuh), disfungsi ventrikel kiri (stress test), dilatasi pasca stenosis aorta karena kalsifikasi biasanya terjadi pada orang tua yang telah pula mengalami penurunan fungsi ginjal, hati, dan paru. Evaluasi dari organ-organ ini diperlukan sebelum operasi dilakukan.
·         Penyakit jantung koroner
§  Angina pectoris stabil.
Tujuan pengobatan terutama mencegah kematian dan terjadinya serangan jantung (infark). Sedangkan yang lainnya adalah mengontrol serangan angina sehingga memp[erbaiki kualitas hidup. Pengobatan terdiri dari :
§  Farmakologis
§  Aspirin
§  Penyekat beta
§  Angiotensin converting enzyme, terutama bila disertai hipertensi atau disfungsi LV
§  Pemakaian obat-obatan untuk penurunan LDL pada pasien-pasien dengan LDL berlebih.
§  Nitrogliserin semprot/sublingual untuk mengoontrol angina.
§  Antagonis Ca atau Nitrat jangka panjang dan kombinasinya untuk tambahan beta blocker apabiola ada kontraindikasi penyekat beta, tatau efek samping tak dapat ditolerir atau gagal.
§  Klopidogrel untuk pengganti aspirin yang terkontraindikasi mutlak.
§  Non Farmakologis
§  Pemberian Oksigen
§  Istirahat pada saat datangnya serangan angina
§  Perubahan gaya hidup termasuk berhenti merokok, dll.
§  Penurunan berat badan
§  Penyesuaian diet
§  Olahraga teratur
§  Angina Pektoris Tak Stabil
Pasien perlu perawatan di rumah sakit, sebaiknya di unit intensif koroner, pasien perlu diistirahatkan, diberi penenang dan Oksigen. Pemberian Morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin.
§  Infark Miocardium Akut.
Sasaran pengobatan IMA pertama adalah menghilangkan rasa sakit dan cemas. Kedua mencegah dan mengobati sedini mungkin komplikasi (30-40%) yang serius seperti payah jantung, aritmia, thrombo-embolisme, pericarditis, ruptur m. papillaris, aneurisma ventrikel, infark ventrikel kanan, iskemia berulang dan kematian mendadak. Untuk sakit diberikan sulfas morphin 2,5-10 mg IV. Pethidin kurang efektif dibandingkan Morphin dan dapat menyebabkan sinus tachycardia. Obat ini banyak dipakai pada infark inferior dengan sakit dada dan sinus bradycardia. Dosis 25-50 mg dapat diulang sesudah 2-4 jam dengan perlahan-lahan, ada sakit dada dengan lMA terutama infark anterior dengan sinus tachycardia dan tekanan darah sistolik di atas 100 - 100 mm Hg B-Blocker dapat dipakai. Dosis kecil B-Blocker mulai dengan 1/2 - 5 mg Inderal. IV. Dikatakan bahwa pemberian B-Blocker dalam 5 jam pertama bila tidak ada kontra indikasi dapat mengurangi luasnya infark (1,4,7,12) Nitrat baik sublingual maupun transdermal dapat dipakai bila sakit dada pada hari-hari pertama. Nifedipin,C-antagonist yang sering dipakai bila diduga penyebabnya adalah spasme koroner, khusus angina sesudah hari ke-2 dan sebelum pulang. Istirahat, pemberian 02,diet kalori rendah dan mudah dicernakan dan pasang infus untuk siap gawat. Pemberian anti koagulansia hanya pada penderita yang harus dimobilisasi agak lama seperti gagal jantung, syok dan infark anterior yang luas. Sekitar 60-70% dari infark tidak terdapat komplikasi dan dianjurkan penanganan sesudah 2-3 minggu untuk uji latih jantung beban (ULJB) yang dimodifikasikan. Kalau normal untuk rehabilitasi biasa tetapi kalau abnormal agar diperiksa arteriogram koroner untuk mengetahui tepat keadaan pembuluh darah koronernya agar dapat ditentukan sikap yang optimal. Bila ada komplikasi pada IMA dicoba untuk mengklasifikasi penderita ini dalam subset klinik dan hemodinamik (Forrester) untuk pengobatannya.
Pembatasan perluasan Infark. Seperti telah diterangkan bahwa perfusi miokard dan kebutuhan metabolik tidak boleh dirugikan oleh pengobatan. Keadaan yang mungkin memperluas infark harus dicegah atau langsung diperbaiki seperti : a. Tachykardia, b. Hipertensi, Hipotensi, d.Aritmia dan e. Hipoxemia. Menghadapi keadaan itu diperlukan strategi pengobatan yaitu :
§  Upaya menurunkan kebutuhan 02 miokard dengan cara :
·         B-Blocker
·         menurunkan afterload penderita dengan hipertensi
·         Membantu sirkulasi dengan IABC
§  Mengurangi iskemia miokard dengan memperbaiki perfusi atau aliran kolateral ditingkatkan sehingga persediaan 02 miokard meningkat.
·         Miokardiopati Dilatasi
Karena penyebab dari Miokardiopati Dilatasi idipatik sehingga pengobatan khusus tidak dilakukan. Pengobatan ditujukan sesuai gambaran klinis yang timbul, di mana sebagian besar timbul gejala gagal jantung kongestif. Sehingga pengobatan standar untuk gagal jantung kongestif tersebut yang diberikan seperti diuretika untuk mengurangi gejala, ACE inhibitor, dan penghambat beta. Digoxin merupakan pilihan pengobatan lini kedua, di mana dosis optimal yang akan dicapai adalah bila kadar dalam serum mencapai 0,5-0,8 ng/mL.

G. Analisis Informasi         
Pada kasus, seorang wanita umur 60 tahun mengeluh cepat capek dan sesak napas sewaktu bergiat. Dia tidak dapat melakukan kegiatan di rumah lebih lama tanpa sering beristirahat dengan kesukaran bernapas. Pergelangan kaki membengkak pada siang hari dan berkurang pada malam hari. Pada pemeriksaan dokter, ditemukan adanya pernapasan cepat, pada pemeriksaan auskultasi didengar adanya bunyi krepitasi. Nadi reguler dan tekanan darah sistemik dalam batas normal, tetapi terdapat bendungan vena leher meskipun pada posisi tegak. Ictus cordis teraba di linea axillaris anterior kiri/ruang interkostal V. Gambaran Rontgen dada menunjukkan CTR 0,69 dan terlihat adanya bendungan pembuluh darah paru. Penderita diobati dengan digoxin dan diuretik sehingga keluhan penderita berkurang.
Informasi yang tertera pada modul merupakan informasi yang sangat umum, gejala-gejala yang muncul merupakan gejala umum pada penyakit kardiovaskuler sehingga pengambilan diagnosa yang pasti merupakan hal yang kurang bijak dan tidak tepat. Oleh karena itu dengan berdasarkan gejala-gejala tersebut, dapat dimunculkan beberapa diagnosa banding yang masih memerlukan tahap-tahap tertentu seperti pemeriksaan penunjang lainnya yang memungkinkan munculnya kausa penyakit dan penegakan diagnosa yang tepat. Diagnosa banding adalah : Mitral Stenosis (MS), Aorta Stenosis (AS), Penyakit jantung koroner (PJK) dan Miokardiopati Dilatasi (MK). Berdasarkan gejala-gejala yang dialami oleh penderita dalam pasien, maka dapat dianalisis sebagai berikut:
                                  DD
  Kata Kunci
MS
AS
PJK
MK
Laki-laki 60 thn
+
+
+
+
Cepat capek
+
+
+
+
Sesak napas
+
+
+
+
Edema kaki
+
+
+
+
Takipnea
+
+
+
+
Bunyi krepitasi
+
+
+
+
Bendungan vena leher
-
-
+
+
Bendungan vena paru
+
+
+
+
Kardiomegali
+
+
+
+
+ digoxin gejala berkurang
+
+
+
+
+ diuretic gejala berkurang
+
+
+
+


Berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien, maka dapat ditetapkan bahwa Differensial Diagnosis utama adalah kardiomiopati dilatasi dan penyakit jantung koroner. Namun, dalam penetapan diagnosis tetap harus dilakukan pemeriksaan penunjang karena manifestasi klinis yang diberikan skenario sangatlah umum. Penyakit jantung koroner sebenarnya sudah dapat disingkirkan dari diagnosis utama karena gejala khas lainnya pada penyakit jantung koroner adalah nyeri dada tetapi pada kasus pasien tidak memiliki gejala nyeri dada. Untuk mengetahui apakah pasien tersebut menderita kardiomiopati dilatasi atau tidak,  dilakukan pemeriksaan elektrokardiografi. Pemeriksaan elektrokardiografi menunjukkan gambaran sinus takikardia atau fibrilasi atrial, aritmia ventrikel dan abnormalitas atrium kiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar